Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benarkah Sistem Pengawasan Biro Umrah di Indonesia Lemah?

23 Agustus 2017   23:44 Diperbarui: 24 Agustus 2017   16:21 1651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Pemerintah, dalam hal ini Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Ditjen PHU Kemenag) sejatinya tidak bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa jemaah First Travel. Dari sudut pandangan orang awam saja bisa dipahami, ini murni bisnis yang kemudian diselewengkan bos First Travel itu sendiri, pasangan suami isteri Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan.

Dari data pihak berwajib  tercatat 72.682 orang pendaftar, First Travel baru memberangkatkan 14.000 orang. Selebihnya, sebanyak 58.682 calon jemaah masih terkatung-katung, sedangkan kerugian para korban ditaksir Rp848,700 miliar.

 Dari sudut bisnis, pasar umrah dan haji khusus kini sangat menjanjikan meraup profit besar. Sayangnya, PPIU dan PIHK yang menggunakan atribut keagamaan (religius) pada praktinya ada di antaranya malah menipu jamaah. Ketika hal ini terjadi, seperti pada First Travel, ada opini yang mengarah bahwa Kemenag harus bertanggung jawab dan ikut mengganti kerugian karena mencabut izin biro perjalanan bersangkutan.

Sepeser pun uang negara tidak dibenarkan mengucur sebagai pengganti kerugian jemaah dari First Travel. 

Sayogyaanya, nilai religius tertinggi - dalam hal ini menghantarkan jamaah menjadi tamu Allah di Tanah Suci -  dapat paralel dengan ketulusan jamaah yang sudah bersusah payah membayar.

Penting ditekankan PPIU dan PIHK harus menjaga sinergitas dengan kebijakan Kemenag. Sebab, bila terjadi hal-hal yang tidak semestinya, mau tidak mau Kemenag terlibat di dalamnya.

Bagi Ditjen PHU penting ke depan melakukan desain pelaporan bagi jamaah umrah (yang tertipu). Jika saja haji reguler dapat terkover dengan Siskohat (sistem komputerisasi haji terpadu-red), lalu kenapa umrah tidak?

Ditjen PHU adalah lembaga yang memberikan bimbingan, layanan dan perlindungan terhadap jamaah. Ke depan perlu juga diupayakan 'punishment' terhadap bagi oknum biro yang nakal, seperti First Travel yang sudah dicabut izinnya.

Sangat menyedihkan bila mendapat kabar buruk biro umrah dan haji khusus membawa kabur uang jamaah. Hal ini jelas menciderai citra umat Islam di Indonesia. Kok, masih saja agama dikomersilkan.

Karena itu PPIU dan PIHK perlu membangun sistem pelaporan setiap akan memberangkatkan jamaahnya. Hal ini penting agar Ditjen PHU dan jajaran Kemenag di berbagai daerah bisa memantau dan mengawasi secara berkesinambungan. Kemenag pun penting meningkatan komunikasi dengan pihak kepolisian seperti tertuang pada nota kesepahaman yang sudah ditandatangani beberapa tahun silam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun