Cerpen | Di Tanah Suci, Ustadz Rohmat Punya Tim Silence Segitiga Ihram
Ustadz Rohmat kecewa. Pasalnya, Juragan Penggede dalam setiap kesempatan ada saja celotehnya yang mempengaruhi anggota jemaah haji kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) Al-Nur Semesta Berantah. KBIH ini sudah lama menjadi asuhannya, namun baru sekali ini ada seorang juragan, yang menjadi pembesar di lingkungan birokrasi dan menjadi anggota jemaahnya selalu membuat 'pusing' dirinya.
Orang maklum bahwa Juragan Penggede meski tercatat sebagai anggota KBIH tetapi tak pernah hadir dalam berbagai kegiatan, apalagi bertanya ini-itu tentang tuntunan atau manasik haji. Namanya pejabat, ya jelas sibuk lah.
Penilaian Rohmat, anggota jemaahnya yang satu itu banyak tak paham tentang aturan menunaikan ibadah haji. Mulai tata cara mengenakan kain ihram, tawaf, sai hingga tahalul hanya dipahami 'kulit-kulitnya' saja.
"Hadir saja saat manasik tidak pernah," keluh Rohmat pada suatu saat di tengah obrolan dengan anggota jemaah kelompok bimbingan hajinya.
Sayangnya Rohmat tidak memiliki kekuatan untuk menegur si penggede itu untuk meluruskan pemahamannya tentang tata cara berhaji.
"Tak kuasa, saya ini hanya pembimbing," kata Rohmat dengan nada merendah di hadapan anggota Jemaah haji bimbingannya.
Sang ustadz, dalam berbagai kegiatan manasik haji, selalu berpegang pada tuntunan menunaikan ibadah haji sesuai dengan panduan yang dikeluarkan kementerian agama (Kemenag) berikut penjelasannya, ditambah lagi dengan pemahamannya tentang hadits-hadits dalam berhaji.
Sedangkan Juragan Penggede kalau bicaranya dalam berbagai kesempatan menekankan pada logika semata. Prinsip Juragan Penggede adalah menjalankan ibadah, termasuk ritual haji, harus sejalan dengan logika.
"Beragama itu harus menggunakan logika. Shalat lima waktu saja, untuk zuhur dan asyar. Atau magrib dan isya, jika dalam keadaan sibuk bisa digabung. Bisa dijama'. Kalaulah subuh, Â tak mampu dikerjakan dalam keadaan sakit, yang bersangkutan bisa shalatnya sambil duduk atau tidur. Ini kan logis," kata Juragan Penggede sebagai argumentasinya dan selalu diangkat ketika berbicara dengan anggota jemaah KBIH Al-Nur Semesta Berantah.
"Mengamalkan ajaran agama harus dengan pendekatan ilmunya. Jika tak paham ilmunya, rasanya jadi hambar," ungkap Juragan Penggede ketika memberi sambutan mewakili rekan-rekannya ketika acara pelepasan rombongan jemaah haji.
Pak Walikota Putushantu yang ikut memberi sambutan dan duduk di barisan terdepan hanya manggut-manggut dan mengiyakan apa yang disampaikan Juragan Penggede.
Beginilah gambaran antara atasan dan bawahan dalam etika birokrasi. Enak dan nikmat pokoknya ditelan saat itu. Apalagi Juragan Penggede adalah atasan Pak Walikota Putushantu dan sudah lama kenal karena pernah duduk di bangku sekolah ketika semasa kecil. Tentu saja watak Juragan Penggede sudah lama dipahaminya.
Dalam menunaikan ibadah haji, ketika sang Juragan Penggede menjumpai tata cara dalam beribadah haji tak berkenan dalam logikanya segera saja ia mempersoalkannya kepada anggota jemaah lainnya. Misal tentang aturan bahwa ketika sudah mengenakan pakaian ihram, orang bersangkutan dilarang: berbuat maksiat, membunuh binatang, memotong dahan atau pepohonan, menggunting kuku dan rambut termasuk mengenakan pakaian berjahit.
Aturan ini, bagi sang juragan, tak semua masuk akal. Sudah usang dan tak lagi sesuai zaman. "Masa, membumbunuh nyamuk saja yang menclok di tangan tak boleh dibunuh. "Ini nggak masuk di akal," katanya.
Sayangnya, sang juragan tak pernah prihal itu ditanyakan kepada sang ustadz. Ia lebih asyik membaca buku dan mendengarkan penjelasan dari berbagai pihak. Jika penjelasannya tak logis, lantas diprotesnya. Sementara yang menjadi lawan bicaranya tak berani adu argumentasi. Maklum, yang diajak berdiskusi orang bawahannya yang takut dipecat karena dianggap melawan atasan. Bawahan tak punya nyali.
***
Pada manasik haji terakhir, Ustadz Rohmat kembali memberi ketegasan dan  panduan tentang pentingnya mengenakan pakaian ihram. Ihram itu penting. Setiap calon jamaah haji harus mengenakan pakaian putih tanpa jahitan itu sebelum melakukan miqat dan diakhiri dengan tahallul (mencukur rambut).
Miqat itu, ia menjelaskan, adalah sebagai tanda dimulainya ibadah haji (batas-batas yang telah ditetapkan). Di tempat miqat itulah seseorang yang ingin mengerjakan haji perlu mengenakan kain ihram dan memasang niat. Miqat digunakan juga dalam melaksanakan ibadah umrah.
Kepada anggota jemaahnya sang ustadz juga menuturkan tentang larangan bagi orang yang berihram. Di antaranya mencukur rambut dari seluruh badan (seperti rambut kepala, bulu ketiak, bulu kemaluan, kumis dan jenggot), menggunting kuku.
Menutup kepala, mengenakan pakaian berjahit yang menampakkan bentuk lekuk tubuh bagi laki-laki seperti baju, celana dan sepatu. Termasuk menggunakan harum-haruman.
Termasuk membuhuh hewan darat yang halal dimakan seperti hewan ternak (seperti kambing, sapi, unta, dan ayam), hasil tangkapan di air, hewan yang haram dimakan (seperti hewan buas, hewan yang bertaring dan burung yang bercakar), hewan yang diperintahkan untuk dibunuh (seperti kalajengking, tikus dan anjing), dan masih banyak lainnya. Â
Ustadz Rohmat tidak memperinci lebih detail. Karena itu, dalam ritual haji posisi pembimbing ibadah haji menjadi penting agar seluruh anggota Jemaah haji memperoleh haji mabrur. Yaitu haji yang diterima Allah karena sempurna sesuai syarat dan rukunnya.
Esensi haji mabrur adalah haji yang tidak dicampuri unsur riya. Sekembali di Tanah Air tidak lagi bermaksiat dan banyak membawa perubahan menuju yang lebih baik, kata sang ustadz.
Sekitar satu jam sebelum pesawat yang membawa rombongan haji landing di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, Juragan Penggede berceloteh. Katanya, di dalam pesawat sudah ada orang yang mengenakan pakaian ihram. Pesawatnya saja belum menyentuh tanah suci.
Teman Juragan yang duduk di sebalahnya menimpali, itu boleh. "Kan dia mengambil moqatnya di atas pesawat. Dari embarkasi keberangkatan saja boleh," jawabnya.
Sang Juragan hanya menggelengkan kepala. Pertanda ia tak sepaham dengan rekannya di sebelah. Namun sang juragan tak mengeluarkan argumentasi, karena memang ia tak tahu dasar hukumnya. Maklum, pengetahuan haji hanya diperoleh dari bacaan buku. Itu pun kalau sempat dibaca. Buku-buku tentang ibadah haji pun di kediamannya cuma sebagai pelengkap hiasan di rak buku. Untuk menunjukan jati dirinya kepada para tamu bahwa ia adalah punya wawasan luas.
Seperti juga pada tahun-tahun sebelumnya, kesibukan ibadah haji di bandara internasional ini meningkat. Udara panas terlihat membuat para calon Jemaah haji sedikit lelah. Kalau sudah demikian, temperamen ikut naik. Sedikit saja hal tak berkenan di hati bisa menimbulkan problem, menjadi persoalan panjang dan berbuah pada kehilangan kesabaran.
Setelah menyelesaikan urusan dokumen kedatangan dalam barisan imigrasi, para calon Jemaah haji mengurus bagasinya masing-masing. Lantas, dengan bantuan petugas, bagasi secepatnya diangkat bus yang sudah menunggu.
Para sopir kemudian menunggu. Cukup lama, karena para Jemaah harus mandi untuk selanjutnya mengenakan pakaian ihram. Di bandara itu pula Jemaah lalu melakukan sholat sunah sebelum diangkut ke Mekkah. Termasuk anggota Jemaah KBIH Al-Nur Semesta Berantah.
Tatkala para Jemaah tengah mengenakan ihram ini, ustadz Rohmat bersama beberapa rekannya bekerja keras. Ada tiga sampai empat orang yang menjadi anggoa tim silence bentukannya untuk mengecek bagaimana caranya mengenakan ihram yang betul.
Tim silence ini dibentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sebab, selalu saja ada calon Jemaah haji tak bisa mengenakan pakaian ihram. Resikonya, ketika dikenakan pakaian itu melorot. Bisa membuat 'malu', karena ada barang menempel harus tetap dalam keadaan tersembunyi.
Namun ada pula calon Jemaah haji punya kebiasaan seperti di tanah air. Seperti yang dipahami sang Juragan Penggede. Toh, pakaian dalam yang dikenakan tidak bakal dapat diketahui orang. Ini kan wilayah privasi dan sifatnya individu.
Nah, dalam kaitan inilah pentingnya tim silence. Tim ini kerjanya hanya memeriksa setiap anggota yang menjadi kelompok bimbingannya, apakah sudah benar atau tidak mengenakan ihram. Termasuk larangan mengenakan pakaian berjahit.
Caranya, setiap anggota tim silence menepuk pantat setiap Jemaah yang sudah mengenakan ihram. Kalau dia terasa mengenakan pakaian dalam berjahit, akan terasa wilayah segitiganya.
Alhamdulillah, dari 60 orang yang menjadi anggota kelompok bimbingan hajinya sepuluh orang diantaranya tertangkap tangan mengenakan segitiga pengaman. Artinya, tak paham tata cara berihram. Terbukti, masih mengenakan celana dalam.
Ya, termasuk di dalamnya sang Juragan Penggede yang telah menularkan pemahamannya kepada rekan-rekannya itu. Bagi ustadz Rohmat, hal ini adalah bagian kegagalan dalam membimbing ibadah haji.
Karena itu ia lantas memaksakan diri berdialog dengan sang Juragan Penggede. Katanya: "Kalo ente masih pake pemahaman sendiri dalam ibadah haji, lebih baik secepatnya keluar dari kelompok ini."
Belum sang Juragan Penggede mengeluarkan argumentasinya, ustadz Rohmat cepat-cepat memotong kalimatnya. "Kalo mau adu argumentasi, sekarang bukan tempat dan waktunya."
"Dalam ibadah haji, apalagi di tanah suci ini, bukan sarana untuk beradu pendapat, berdebat. Jangan riya, sombong karena mampu bayar ongkos yang melebihi orang lain," katanya lagi sambil meninggalkan sang Juragan berdiri mengenakan ihram dengan pakaian dalam belum juga dicopot.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H