Tapi, dari penjelasan Mastuki, dapat diperoleh pemahaman bahwa mencabut izin sebuah biro perjalanan tidak semudah membalik sebelah telapak tangan. Ada beberapa pihak yang terlibat untuk mengentikan sebuah biro perjalanan. Yaitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Bareskrim Polri.
Kemenag pun sudah cukup berbaik hati kepada biro perjalanan ini. Yaitu, menjadi mediasi antara Jemaah yang menjadi korban dari biro bersangkutan dan anggota jemaah umrah yang ditelantarkan. Sayang, pimpinan First Travel tidak kooperatif. Jangankan mengirim utusan ketika diundang, menghadirkan wakilnya saja pada pertemuan di Kemenag tidak pernah.
Lantas, apa pelajaran yang dapat dipetik dari kasus First Travel? Di sini pentingnya peran "terompet " dari Kemenag, yaitu membawa publik untuk melek media (sosial) agar dapat memahami sosialisasi yang digencarkan Ditjen PHU. Yaitu, program lima pasti.
Kelima gerakan lima pasti umrah itu berupa (1) memastikan biro perjalanan ibadah umrah memiliki izin resmi, (2) Memastikan jadwal keberangkatan dan penerbangan ke Tanah Suci, (3) Pastikan harga dan paket yang ditawarkan biro perjalanan ibadah umrah, (4) Jamaah harus memastikan nama penginapan selama di Tanah Suci, (5) Jamaah harus memastikan visa umrahnya. Normalnya 2 hari sebelum berangkat jamaah sudah bisa mendapatkan visa. Jangan sampai pada hari H jamaah belum tahu apakah mendapat visa atau belum.
Sosialisasi ini saja belum cukup. Sebab, pendekatan ke kalangan ustadz dan ustadzah perlu mengingat mata rantai biro perjalanan ternyata banyak melibatkan tokoh informal ini. Di lingkungan majelis ta'lim, promosi umrah kini semakin gencar.
***
Sayogyanya, penjelasan Humas Kemenag seperti itu juga dapat dilakukan untuk bidang-bidang lainnya. Kita pun memahami bahwa urusan dari kementerian ini menyangkut setiap individu mulai sejak lahir, pendidikannya, menikahkannya, ritual ibdah lainnya seperti urusan haji hingga akhir hayat. Mati saja setiap orang harus melibatkan ustadz: memandikan, menggotong mayat, menyolatkan mayat hingga ke liang lahat. Hui.... Pokoknya banyak!
Di tengah musim haji 2017, Humas Kemenag harus piawai menjelaskan situasi dan isu terkini tentang Jemaah. Tentang penerbangan yang secara rutin disampaikan kepada publik. Termasuk penjelasan kelengkapan wukuf di Arafah nanti.
Itu saja belum cukup. Sektor lain perlu penjelasan. Misal tentang penyaluran dana operasional sekolah mengingat masih banyak lembaga pendidikan di bawah kementerian ini nasibnya "hidup segan mati tak mau". Tak heran, Pemerintah Australia pun ikut memberi kontribusi memajukan pendidikan. Setiap tahun, publik ingin tahu progresnya sampai dimana.
Lebih menarik lagi pentingnya penjelasan posisi Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat yang nasibnya perlu uluran tangan. Badan ini tidak pernah lagi mendapat bantuan dari kementerian ini. Kabarnya berbagai dana untuk pemahaman perkawinan dipangkas. Padahal, dulu, hadirnya kementerian ini berawal dari keprihatinan tingginya angka perceraian di Tanah Air.
Kini, soal kawin-mawin tak lagi mendapat perhatian dari kementerian ini. Adakah "corong" kementerian bisa bunyi 'nyaring' untuk menjelaskan duduk soalnya secara proporsional. Kita nantikan.