Kukucek mataku berulang-ulang, meski saat itu tidak merasa kelilipan. Kuulangi. Kukucek dan kukucek mata ini sampai terasa panas. Lantas kuhentikan tindakan bodoh itu hanya disebabkan 'terpancing', tidak merasa yakin, tatkala secara tiba-tiba melihat tayangan stasiun televisi tampil sosok seorang Humas Kemenag tengah bicara.
Cukup lama, mungkin dalam beberapa tahunan, tak pernah menyaksikan seorang Public Relations (PR) dari kementerian penjaga moral ini tampil di layar kaca. Baru kali ini terlihat dan yang diangkat dalam pembicaraan tersebut pun masalah cukup penting. Ya, kalau bukan menyangkut pelayanan publik yang sekali ini menyangkut pencabutan izin izin operasional PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Biro perjalanan ini sudah lama kehadirannnya dikeluhkan karena banyak merugikan Jemaah yang jadi "mangsanya".
Tampilnya Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kementerian Agama dalam sebuah tayangan di layar kaca tergolong langka. Sejak 10 tahun silam, seingat penulis, hanya Bapak Mashuri dan Bapak Jubaedi yang rada berani tampil di layar kaca di hadapan publik tanpa seorang pimpinannya, apakah Sekjen, Dirjen atau Menteri Agama.
Kepala Kapuspinmas Kemenag Mashuri tak menjabat lagi lantaran memasuki usia pensiun. Bapak Jubaedi melepaskan jabatan dan mundur lantaran banyak ketidaksepahaman dengan menterinya karena "ditekan" harus banyak mengeluarkan dana "ini dan itu". Maklum, Menteri Agama pada era itu "ngebet" ingin jadi wakil presiden. Bisa jadi, pencitraannya pun harus baik yang membawa konsekuensi besarnya anggaran dari bidang kehumasan.
Harapan saya, tampilnya Kepala Biro Humas Kemenag sebagai "terompet" sayogyanya harus mendorong semangat kerja personil atau ASN kementerian itu sendiri. Bukan hanya pencitraan, tetapi harus memiliki "wibawa" tatkala suara yang disampaikan ke seluruh pelosok negeri dapat diindahkan.
Sudah lama humas kementerian ini tidak tampil sebagai "terompet", "corong", "beduk" atau pun "gendang" berbunyi nyaring. Menyuarakan Islam Rahmatan Lil Alamin sebagai kebutuhan anak bangsa dari Sabang sampai Merauke. Nyaring tak sekedar bunyi, tetapi memang suara yang diinginkan: saat "panas" bisa sejuk, saat terjadi 'anomali' gerakan agama meresahkan warga sang jubir dapat menenangkannya.
Di rubrik ini penulis pernah mengingatkan bahwa pada era keterbukaan informasi dan reformasi birokrasi, humas di sejumlah lembaga pemerintah ditempatkan berada di garda depan sebagai layanan informasi publik.
Oleh karena itu, diperlukan narasumber yang mampu menyampaikan program kerjanya dengan baik. Termasuk humas di kementerian ini yang diharapkan dapat berkomunikasi dengan baik kepada publik, termasuk awak media.
"Terompet" Kemenag tentu tidak sama dengan terompet milik sang Malaikat Isrofil. Suara yang diangkat diharapkan jauh dari suara tong kosong, karena yang disampaikan memiliki akurasi data kuat. Hal ini sangat penting, karena tugas PR tak melulu "menguatkan" suara pimpinan semata, tetapi memberi pemahaman luas bagi seluruh umat.
***
Sungguh menggembirakan, di tengah masyarakat bertanya-tanya tentang peran kementerian itu terkait "perilaku" First Travel, Jubir Kemenag Mastuki tampil memberi penjelasan di layar kaca pada Ahad pagi (6/8/2017). Kesannya memang terlambat tindakan dari Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) mencabut izin biro perjalanan umrah ini.
Cukup lama calon jemaah umrah dari berbagai daerah mendesak Ditjen PHU Kemenag untuk segera mengambil sikap tegas dengan mencabut izin biro perjalanan umrah First Travel. Tidak ada itikad baik dari manajemen First Travel untuk menyelesaikan persoalan, apalagi memberangkatkan calon jemaah untuk segera berangkat.