Pakar 'fulus' dan mantan Kepala Badan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini memang sangat paham posisi keuangan haji. Ia merupakan salah seorang arsitek terbentuknya BPKH. Selain pernah menjabat sebagai Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Anggito menyebut per audit 2016, dana haji baik setoran awal, nilai manfaat, dan dana abadi umat mencapai Rp95,2 triliun. Diperkirakan total dana haji akhir tahun ini mencapai Rp100 triliun.
Pada acara pelantikan Dewan Pengawas dan BPKH, Presiden Joko Widodo menyampaikan keinginannya agar 'duit' haji  dapat diinvestasikan ke sektor-sektor menguntungkan. Dapat dipakai menyubsidi ongkos dan biaya haji sehingga bisa lebih terjangkau masyarakat.
Soal pemanfaatan dana haji ini, jika melihat lembaran lama, bukan hal baru. Inisiasi penempatan dana haji pertama kali dilakukan Sri Mulyani Indrawati ketika menjabat Menteri Keuangan pada periode pertama yaitu tahun 2009. Ketika itu Menteri Keuangan dan Menteri Agama (almarhum M. Maftuh Basyuni) melakukan penandatanganan kesepakatan (MoU) pada 22 April 2009.
Penempatan dana Haji dan Dana Abadi Umat (DAU) mulai diarahkan ke  instrumen SBSN (Surat Berharga Syariah Negara/Sukuk). Alasannya, lebih aman dan dijamin penuh oleh pemerintah dibandingkan perbankan.
Mengenai penempatan dana Haji dan  DAU dalam SBSN, Maftuh saat itu mengatakan, penyimpanan dalam deposito bukannya tidak bermanfaat, namun tidak terjamin 100 persen keamanannya, yang memperoleh jaminan hanya sebesar Rp2 miliar. Dan disamping itu bisa jadi dana yang berada di bank hanya dimanfaatkan oleh pemilik modal besar.
Kebijakan Maftuh Basyuni menempatkan dana DAU ke dalam Sukuk menuai kecaman keras dari parlemen. Terlebih saat itu tengah diangkat hak angket haji. Penggunaan dana, satu sen pun, saat itu disoroti berbagai pihak. Dewan saat itu tengah getol mengkritisi kementerian ini.
DPR menilai penggunaan dana senilai Rp7 triliun untuk sukuk melanggar UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji. Ketua Panitia angket DPR RI Zulkarnaen Djabar paling keras menyuarakan ini. Penggunaan dana tanpa izin DPR tersebut perlu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Namun dalam perjalanannya dan memetik pengalaman pemanfaatan dana Tabung Haji di Malaysia, daripada didiamkan, dana abadi umat lebih baik diinvestasikan ke tempat-tempat yang tidak memiliki risiko tinggi, aman, dan memberikan keuntungan besar. Salah satu sektor yang diusulkan Jokowi pembangunan bidang infrastruktur seperti jalan tol atau pelabuhan. Kepala Negara berharap anggota BPKH bisa melihat dan mengaji peluang dalam menginvestasikan dana haji.
Kini legislatif menyatakan tidak sepakat dengan pemerintah. Seperti yang disebut Wakil Ketua Komisi VIII Abdul Malik Haramain. Ia dengan alasan yang sama mengatakan, pemanfaatan dana haji yang dikelola  BPKH untuk investasi infrastruktur bertentangan dengan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
UU tersebut harus jadi acuan BPKH meski diberi kewenangan mengelola dana haji. Jika rencana itu ditujukan untuk peningkatan pelayanan fasilitas haji, tidak masalah. Untuk infrastruktur tidak boleh. Ini penggunaanya untuk kemaslahatan umat. Penggunaan dana haji harus bebas resiko karena bukan uang negara.