Ruang Kantar Urusan Agama atau KUA Belakang Padang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) nampak bersih meski kecil, ukuran 3 x 3 meter. Di ruang itu dilengkapi ruang balai nikah, diperkaya hiasan warna pernak-pernik kuning khas Melayu. Bagian kiri dan kanan dipercantik dengan kaya payung berlapis kain kuning mengilat.
Sementara perkantoran dilengkapi sebuah komputer yang dioperasikan oleh seorang tenaga honorer. Ada absen jari yang belum dapat terkoneksi dengan kantor Kementerian Agama di Batam. Maklum, internet masih tergolong barang "wah" apa lagi bagi daerah pelosok seperti KUA ini meski wilayahnya tidak terlalu jauh dari Singapura.
Kehadiran balai nikah di KUA ini sangat membantu warga setempat. Angka pernikahan diperkirakan sudah mencapai 300 pasang pada 2016. Penulis punya pengalaman mengunjungi KUA ini. Untuk mencapai kantor cukup penting ini, memang tidaklah terlalu sulit. Hanya membutuhkan waktu 15 menit menggunakan perahu mesin tempel dan membayar Rp15 ribu/orang, sampailah di Pelabuhan Belakang Padang.
![Pelabuhan Pulau Penawar, Belang Padang. Foto | Dokumen Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/07/12/19942791-10211754253724326-6480930870312927152-o-pulau-belakang-padang-596582a93f8bf40e47211f72.jpg?t=o&v=770)
Nafas si abang sudah ngos-ngosan, karena untuk mencapai lokasi KUA harus melewati jalan menanjak. Si abang becak setempat mendorong. Saya pun tak sampai hati duduk di atas kursi, tetapi turun dan membiarkan becak melaju dulu sampai di tempat agak datar.
Setelah melewati pemakaman muslim dan nasrani di kawasan perbukitan, barulah tiba di lokasi kantor KUA berukuran 8 x 10 meter berdiri di atas lahan 30 x 20 meter berwarna kuning.
Di sini, tugas penghulu pada kantor urusan agama atau KUA tidak sebatas pada kewajiban mencatat peristiwa pernikahan dari hari ke hari hingga per tahun yang kemudian dilaporkan ke Kantor Kementerian Agama setempat. Juga memberi nasihat perkawinan ketika tuan rumah menggelar pernikahan, hingga membaca doa.
Penghulu yang bertugas di KUA Belakang Padang, Batam, yang jaraknya hanya 20 Km ke Singapara, punya tugas-tugas di luar agenda kewajibannya.
Sudah dimaklumi bahwa tugas pokok penghulu adalah mengecek berkas kelengkapan pernikahan dan mencatatkannya dalam buku induk. Dalam praktik, ia kadang sebagai khotbah nikah, wali nikah yang mewakili orang tua perempuan.
Selain itu, punya kewajiban membimbing pembacaan sighat talik, memberi nasihat perkawinan hingga membaca doa bagi keselamatan seluruh kedua pembelai.
![Balai Nikah KUA Nongsa dengan ciri khas Melayu. Foto | Dokumen Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/07/12/19983996-10211754284125086-6386555923263508489-balai-nikah-nongsa-596583244b0a682ab2492a33.jpg?t=o&v=770)
Terlebih lagi bagi masyarakat di wilayah Belakang Padang, posisi penghulu menduduki posisi strategis karena berada pada strata sosial teratas. Belakang Padang merupakan sebuah pulau kecil yang berdekatan dengan Pulau Batam dan Singapura. Wilayah itu dapat ditempuh 15 menit dengan perahu mesin tempel dari Pelabuhan Sekupang. Untuk mencapai Singapura, juga bisa ditempuh selama 15 menit.
Namun dari pelabuhan Belakang Padang tak ada kapal yang bertolak ke Singapura, kendati jaraknya lebih dekat. Untuk ke negeri jiran harus menggunakan kapal besar dari pelabuhan internasional Sekupang.
Pulau Belakang Padang memiliki luas lahan sekitar 68,4 Km dihuni sekitar 24 ribu warga dengan latar belakang yang heterogen. Sebagaian warganya merupakan pendatang dari beberapa daerah di sekitar Indonesia dengan mata pencarian beragam.
Pulau kecil ini dibagi menjadi beberapa kelurahan yang dihuni oleh beberapa suku, seperti Jawa yang umumnya bertempat tinggal di kelurahan Kampung Jawa, Kelurahan Kampung Tengah yang banyak di tempati suku Melayu dan Padang, Kelurahan Kampung Tanjung banyak ditempati oleh suku Melayu dan Pasar yang banyak dihuni oleh orang Tionghoa.
Kecamatan Belakang Padang mempunyai enam kelurahan/desa. Yaitu, Kelurahan Pempin, Kelurahan Kasu, Kelurahan Pecong, Kelurahan Pulau Terong, Kelurahan Sekanak Raya, Kelurahan Tanjung Sari. Di wilayah itu ada 55 pulau-pulau kecil yang masuk dalam wilayah Kecamatan Belakang Padang.
Seorang tokoh agama, H. Arsyad mengaku gembira bahwa kehadirannya di tengah masyarakat terasa dibutuhkan. Penghulu di sini kerap dimintai tausiyah pada saat-saat hari besar Islam.
Menyolatkan jenazah, ceramah di kampung-kampung meski lokasinya cukup jauh. Bahkan ketika Ramadan dan Idul Adha, undangan ke berbagai tempat tidak pernah henti. Saat libur, dirinya seolah mengalami kesulitan untuk membagi waktu.
![KUA Belakang Padang, Masnur. Foto | Dokumen Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/07/12/wp-20160305-10-11-25-pro-2-e1457573926901-penghulu-belakang-padang-596583a78dc3fa040b11d152.jpg?t=o&v=770)
Masyarakat di sini ekonominya pas-pasan. Tapi, mereka sangat butuh siraman rohani. Jadi, jangan dipersepsikan banyak panggilan atau undangan lantas penghulu di sini hidup makmur. Adanya aturan nikah gratis di KUA justru sangat membantu warga.
Tapi yang jelas, dalam setiap acara yang melibatkan orang banyak, dirinya selalu duduk di barisan terdepan bersama para tamu terhormat.
Terkait dengan pernikahan Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) jumlahnya sedikit menurun, kata Masnur,S.Ag,M.H.I selaku Kepala KUA Kecamatan Belakang Padang Batam, belum lama ini.
Ia tak menyebut angkanya, hanya ia mengakui letak geografis yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Singapura dan Malaysia mendorong terjadinya pernikahan antarwarga negara.