Karena itu, kawasan Condet yang sejak lama terkenal dengan buah salak, dodol dan Asinan Betawinya, kini mulai bergeser kepada parfum. Terlebih lagi sebagian warga Arab dikenal piawai meracik aroma parfum sehingga keharumannya menjadi istimewa. Penulis mencobanya, hasilnya memang tidak kalah dengan produk parfum yang banyak dijual di sejumlah tokoh pasar Al Balad Jeddah.
Pengakuan pedagang, tak satu pun warga keturunan Arab di Condet mengakui wilayahnya kampung Arab. Itu hanya penyebutan orang luar saja. Yang berdagang parfum pun banyak berasal dari luar. Sebut saja, toko Parfum Laris. Pak Aldi, penjual parfum di toko itu adalah penduduk warga Kramat Jati. Tak jauh memang lokasinya.
Tapi, memang, kini banyak warga Arab dari beberapa wilayah di Jakarta pindah ke Condet. Membeli lahan di kawasan itu, karena pemukimannya tergusur. Misalnya, kini banyak warga keturunan Arab di Koja pindah ke kawasan Condet dan sekitarnya. Tidak selalu sebagai penjual parfum di Condet adalah orang Arab. Tetapi banyak warga dari luar memberi label di sebagian kawasan Condet kini menjadi kampung Arab.
"Itu hanya sebutan orang luar. Kita di sini tak pernah menyebut diri sebagai kampung Arab, kita sudah membaur dengan warga Betawi asli," kata Aldi, pedagang parfum di situ.
Rekan penulis, yang banyak bercerita tentang Betawi, Alwi Shahab, mengakui warga Arab mulai banyak bermukim di kawasan ini sekitar tahun 1980-an. Saat itu, ulama besar Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Alatas pindah ke Condet. Saat itu Condet masih sepi. Tidak seperti sekarang, ramai. Lambat laun warga Arab menyukai tempat tersebut dan makin banyak. Mereka kebanyakan berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Tegal, Pekalongan, Semarang dan Surabaya.
Alwi sendiri yang sempat berdomisili di Depok, sekarang pindah lagi ke Condet. Balik ke kampung. Entah apa alasannya. Yang jelas, meski kini warganya semakin pandat di tempat tersebut tetapi mereka lebih merasa nyaman. Bisa jadi karena aroma parfumnya dari sejumlah toko kini semakin kuat.