Nama Putera Bone ini Disematkan di Masjid Andi Muhammad Ghalib
Dorongan rasa ingin tahu tentang masjid cantik dan indah yang baru diresmikan beberapa waktu lalu akhirnya dapat mengalahkan kesibukan keseharian. Pekerjaan rutin pada bulan suci Ramadan ini kutinggalkan, seperti mengecek mesin dan membersihkan mobil, membaca buku sejarah Islam dan menulis apa saja yang terasa saat ini aktual.
Kukenakan kain sarung, baju koko ala Cina dan songkok putih. Sengaja songkok putih kukenakan, bukan bermaksud ria diri ini pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci beberapa kali, tetapi semata-mata agar tidak dicurigai sebagai orang Cina kesasar masuk masjid.
Maklum, muka dan warna kulitku kata beberapa teman mirip-mirip Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Padahal sih, Ahok juga punya perhatian dengan rumah-rumah ibadah. Termasuk, ya masjid.
Ah, jadi ngelantur kok bicaranya. Untung saja Pilkada DKI Jakarta sudah lewat. Tapi, yang jelas, hati dapat terobati. Sebab, kedatanganku ke masjid yang mengundang rasa ingin tahu itu terpenuhi. Malah dilayani dengan baik oleh pengurus masjid.
Memang, bagi pemerhati sosial dan politik, jika melintasi Jalan Raya Ceger Jakarta Timur dan kemudian melihat Masjid Andi Muhammad Ghalib, maka bisa saja kemungkinan ingatannya dengan cepat mengaitkan nama masjid itu dengan mantan Jaksa Agung RI (1998-1999).
Tetapi memang tidak salah. Masjid tersebut hadir sebagai wujud bakti anggota keluarga dan anak-anak almarhum Andi Muhammad Ghalib.
Dulu di kalangan awak media, mantan jaksa ini biasa dipanggil Pak Andi Ghalib. Ia wafat pada 9 Mei 2016 atau di usianya yang ke-69 tahun. Andi Ghalib adalah seorang petinggi di lingkungan militer dengan pangkat Letnan Jenderal TNI (Purn).
Pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, pada 3 Juni 1946 adalah satu di antara beberapa tokoh nasionalis dan sempat menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh di India untuk RI. Saat itu ia diangkat oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Hadirnya masjid di Jalan Raya Ceger RT 10 RW 02 Kelurahan Ceger, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur itu sesungguhnya atas pesan almarhum sebelum wafat. Masjid ini diresmikan pada 12 Mei 2017 oleh rekanku, Ketua Laznas Mushaf Al Qur’an RI, Dr. H.Mukhlis Hanafi mewakili Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin.
Semasa hidup, ketika bertugas dimana pun berada, Andi Ghalib selalu menyempatkan membangun masjid. Termasuk di Gedung Kejaksaan Agung, ungkap Masrur, selaku imaroh atau seksi peribadatan masjid tersebut.
Hal itu juga dibenarkan Farmen, sekretaris Masjid Muhammad Andi Ghalib. Ketika Andi Ghalib menjabat sebagai Jaksa Agung, di gedung tersebut dibangunkan masjid. Masjid tersebut kemudian dikenal dengan nama Masjid Al Adil Kejaksaan Agung RI.
"Dimana beliau bertugas, selalu membangun masjid," ungkap Masrur dalam suatu obrolan ringan seusai shalat ashar di masjid tersebut, Ahad (4/6/2017).
Kini warga Ceger dan sekitarnya boleh berbangga dan melempar senyum. Sebab, mereka sudah dapat memanfaatkan masjid megah dua lantai seluas 400 meter persegi yang berdiri di atas lahan 1000 meter persegi. Apalagi masjid itu telah diwakafkan dan diserahkan kepada Kelurahan Ceger.
Penting dicatat, masjid ini dibagun dengan dana sekitar Rp4 milyard diselesaikan pembagunannya selama 8 bulan. Karena demikian cepat, maka bolehlah disebut hebat. Selama tiga bulan ke depan, pemborongnya pun masih punya tanggung jawab untuk memperbaiki beberapa bagian bangunan yang belum sempurna,
Selama Ramadan ini, warga pun ikut berbuka puasa bersama. Terutama dari kalangan warga kurang mampu, mereka diberi takjil. Shalat tarawih dilakukan 20 rakaat.
"Untuk saat ini, kita fokus pada urusan ibadah dulu. Ke depan, seluruh aktivitas masjid akan ditingkatkan lagi dengan memberdayakan kemampuan ekonomi umat. Muaranya, untuk kesejahteraan," ungkap Masrur.
Andi Ghalib memang tercatat sebagai sosok putera Bone yang religius. Ia pun selalu memperhatian pentingnya pembanguna masjid bagi umat sambil selalu menekankan kebersihan masjid, terutama di tempat wudhu.
Dalam beribadah, Andi Ghalib berpegang pada faham Ahlussunah Wal Jamaah, Â konsisten terhadap Islam berdasarkan Alquran dan hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi.
Ahlussunnah Wal Jamaah atau saat ini lebih dikenal sebagai Aswaja, sangat menerima perbedaan dan menjelaskan dalil-dalil setiap permasalahan, serta menerima kemajemukan dan keragaman dalam akidah, atau fiqih, atau tasawuf.
Karena itu, Pak Andi Ghalib semasa hidup tidak menolak penyelenggaraan haul. Haul sudah menjadi sebuah tradisi dalam sebagian masyarakat Indonesia, seperti haul seorang syaikh, wali, sunan, kiai, habib, atau tokoh masyarakat lainnya. Kebiasaan yang sudah mendarah daging ini adalah budaya nenek moyang yang dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat di seluruh nusantara.
Sekedar menyegarkan ingatan, haul memiliki makna: (1) kekuasaan, kekuatan. (2) Cukup waktu satu tahun bagi pemilikan harta kekayaan, seperti perniagaan, emas, ternak sebagai batas kewajiban membayar zakat: perniagaan cukup -- (boleh dikenakan zakat karena sudah dimiliki oleh pemiliknya selama setahun).
Terakhir (3) dapat dimaknai sebagai peringatan hari wafat seseorang. Bisa diadakan setahun sekali (biasanya disertai selamatan arwah): semua keluarga diundang untuk menghadiri mendiang neneknya.
Penulis tak bermaksud mengupas tentang haul ini. Tetapi bagi anggota keluarga Andi Ghalib menjadi keharusan menggelar haul Andi Muhammad Ghalib bertepatan wafatnya beliau setiap tanggal 9 Mei. Dengan cara itu, semoga Allah memberi keberkahan kepada anak dan cucunya yang berbakti kepada negara dan agama seperti orang tuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H