Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Si Yaki Akan Berlaga di Film Dokumenter

3 Juni 2017   21:13 Diperbarui: 3 Juni 2017   21:39 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monyet Hitam dari Sulawesi. (arkive.org)

Si Yaki akan Berlaga di Film Dokumenter

Bagi warga Bitung, Sulawesi Utara (Sulut) sudah tidak asing lagi dengan sebutan si Yaki, yaitu moyet Panta Merah - dengan bahasa asingnya Macaca Nigra - yang hanya tinggal di Hutan Cagar Alam Tangkoko, Kota Bitung, Sulawesi Utara.

Kera berasal dari Genus Macaca, salah satu genus primata yang memiliki persebaran paling luas di dunia ini, dalam waktu dekat akan dibuatkan film dokumenternya. Artinya, si Yaki akan berlaga dalam film dokumentar yang sekaligus diharapkan dapat mengangkat kawasan habitatnya yang dilindungi.

Apa kontribusi Anda dalam film ini. Mau jadi sutradaranya kah? Nanti dulu.

Bagi pecinta lingkungan pasti tahu bahwa jenis kera endemik Sulawesi itu punya beberapa ciri khas; seperti jambul ala punk dan punya perilaku ramah dengan manusia.

Keunikan terlihat pada ekornya yang pendek, sekitar 20 Cm. Memang kera yang memiliki tinggi sekitar 40 - 60 Cm dan berat badan sekitar 7 - 15 kg itu berbeda pada monyet lainnya yang berekor panjang.

Si Yaki berwarna hitam legam. Orang Betawi menyebutnya hitam buleng karena hitamnya seperti arang, terlalu pekat warna hitamnya. Juga, berbulu hitam mengkilat. Tapi, nggak semuanya deh hitam legam. Masih menyisakan warna putih pada giginya. Telapak tangan, wajah dan pantat tak ditumbuhi bulu.

Jika dicermati dari dekat, kera hitam Sulawesi ini adalah warna bulu yang agak terang pada bagian punggung dan paha bagian dalam. Wajahnya berwarna hitam (nggak manis, tentunya) dengan moncong menonjol di banding dengan kera-kera lainnya yang ada di Kebun Binatang Ragunan.

Karena keunikan yang dimiliki kera ini, Pemerintah Irlandia tertarik untuk membuat film dokumenter konservasi hewan endemik Monyet jenis Panta Merah (macaca nigra) itu.

Reporter Antara Joyce Bukarakombang dari Bitung mengungkap bahwa film dokumentar si Yaki dimaksudkan untuk dijadikan sarana pendidikan tentang keberlangsungan species macaca nigra.

Gagasan pembuatan film tersebut mendapat sambutan hangat dari Wali Kota Bitung, Maximilian Lomban. Tentu saja sang wali kota berharap pembuatan film tersebut dapat mengungkap keberadaan hutan tangkoko secara geografis sebagai bagian dari Kota Bitung. Ujungnya, Kota Bitung diharapkan turut dikenal masyarakat dunia.

Jika Anda menyaksikan kera ini, perhatikan perilakunya yang banyak  menghabiskan waktu untuk mencari makan. Ya, namanya saja kera. Jelas, nggak kerja seperti manusia.

Makanan Yaki adalah daun, bunga, biji, umbi, buah-buahan, serangga, molusca serta telur. Setelah matahari terbenam, Yaki akan kembali ke wilayahnya, dan tidur di atas pohon bersama dengan kawanannya.

Habitat asli Yaki adalah Hutan Primer, dan pertengahan antara Hutan Primer dan Hutan Sekunder. Karena di area tersebut masih terdapat banyak pepohonan tinggi dan rimbun, yang menjadi rumah bagi hewan endemik Sulawesi ini. Sesekali Yaki turun ke wilayah yang berpenduduk untuk mencari makan.

Keunikan paling menonjol dari Macaca nigra adalah pantatnya yang bisa berpendar. Saat musim kawin pantat Yaki akan berwarna lebih menyala, terutama Yaki betina. Pada Yaki bertina, warna pink yang lebih cerah ini akan bertahan sampai setelah Yaki melahirkan anaknya. Sedanghan pada Yaki jantan, hanya pada saat musim kawin saja.

Selain itu, sistem hierarki dalam kawanan atau kelompok Kera Hitam Sulawesi berlaku sistem matrineal. Dalam berbagai literatur disebut bahwa anggota tetap dari kelompok kera endemik Sulawesi ini adalah Yaki betina. Sedangkan Yaki jantan sering berpindah-pindah kelompok. Satu kawanan Yaki terdiri dari 25 sampai 90 ekor, dimana Yaki betina lebuh banyak jumlahnya dibanding Yaki jantan.

Seperti halnya Tarsius tumpara, ‘musuh’ Macaca nigra selain ular phyton adalah manusia. Populasi Kera Hitam Sulawesi berkurang drastis mulai tahun 1979, oleh karena perburuan dan pembukaan lahan. Tercatat jumlah Yaki di Sulawesi Utara sekitar kurang dari 100 ribu ekor (tahun 1998). Dan diperkirakan jumlah tersebut saat ini berkurang sangat banyak, akibat habitat asli hewan endemik Sulawesi ini tergusur oleh manusia. Sehingga mulai tahun 2008, Macaca nigra dinyatakan kedalam daftar hewan yang berstatus Critically Endangered.

Jadi, sungguh tepat bahwa esensi dari tujuan pembuatan film ini adalah mendokumentasikan keberadaan yaki atau monyet di alam, apa yang dilakukan masyarakat berkaitan dengan monyet dan membagi informasi kepada dunia luar. Tentu pula bagi pendidikan anak cucu di masa datang.

Setelah melewati proses produksi diantaranya perekamanan, editing, rencana dari tim adalah menayangkan film dokument tersebut pada tahun 2018.

Bagi daerah setempat, upaya pembuatan film dokumentar ini patut mendapat apresiasi. Terlebih lagi dapat membawa dampak positif bagi pariwisata, industri dan perikanan serta pertanian.

Duta Yaki Kota Bitung, Khouni Lomban Rawung mengaku akan memberikan dukungan dalam pembuatan film tersebut. Sebab, melalui media film tersebut diyakini dapat membuka mata dunia tentang pentingnya kelestarian Yaki dan keindahan lain Kota Bitung.

Pada pembuatan film dokumenter tersebut terlibat Sandra Molloy sebagai (Registrar/Research and Conservation Coordinator - Dublin Zoo Irlandia), John Higgins (Producer Moondance Production), Darragh Mc Carthy (camera man).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun