Jika Anda menyaksikan kera ini, perhatikan perilakunya yang banyak  menghabiskan waktu untuk mencari makan. Ya, namanya saja kera. Jelas, nggak kerja seperti manusia.
Makanan Yaki adalah daun, bunga, biji, umbi, buah-buahan, serangga, molusca serta telur. Setelah matahari terbenam, Yaki akan kembali ke wilayahnya, dan tidur di atas pohon bersama dengan kawanannya.
Habitat asli Yaki adalah Hutan Primer, dan pertengahan antara Hutan Primer dan Hutan Sekunder. Karena di area tersebut masih terdapat banyak pepohonan tinggi dan rimbun, yang menjadi rumah bagi hewan endemik Sulawesi ini. Sesekali Yaki turun ke wilayah yang berpenduduk untuk mencari makan.
Keunikan paling menonjol dari Macaca nigra adalah pantatnya yang bisa berpendar. Saat musim kawin pantat Yaki akan berwarna lebih menyala, terutama Yaki betina. Pada Yaki bertina, warna pink yang lebih cerah ini akan bertahan sampai setelah Yaki melahirkan anaknya. Sedanghan pada Yaki jantan, hanya pada saat musim kawin saja.
Selain itu, sistem hierarki dalam kawanan atau kelompok Kera Hitam Sulawesi berlaku sistem matrineal. Dalam berbagai literatur disebut bahwa anggota tetap dari kelompok kera endemik Sulawesi ini adalah Yaki betina. Sedangkan Yaki jantan sering berpindah-pindah kelompok. Satu kawanan Yaki terdiri dari 25 sampai 90 ekor, dimana Yaki betina lebuh banyak jumlahnya dibanding Yaki jantan.
Seperti halnya Tarsius tumpara, ‘musuh’ Macaca nigra selain ular phyton adalah manusia. Populasi Kera Hitam Sulawesi berkurang drastis mulai tahun 1979, oleh karena perburuan dan pembukaan lahan. Tercatat jumlah Yaki di Sulawesi Utara sekitar kurang dari 100 ribu ekor (tahun 1998). Dan diperkirakan jumlah tersebut saat ini berkurang sangat banyak, akibat habitat asli hewan endemik Sulawesi ini tergusur oleh manusia. Sehingga mulai tahun 2008, Macaca nigra dinyatakan kedalam daftar hewan yang berstatus Critically Endangered.
Jadi, sungguh tepat bahwa esensi dari tujuan pembuatan film ini adalah mendokumentasikan keberadaan yaki atau monyet di alam, apa yang dilakukan masyarakat berkaitan dengan monyet dan membagi informasi kepada dunia luar. Tentu pula bagi pendidikan anak cucu di masa datang.
Setelah melewati proses produksi diantaranya perekamanan, editing, rencana dari tim adalah menayangkan film dokument tersebut pada tahun 2018.
Bagi daerah setempat, upaya pembuatan film dokumentar ini patut mendapat apresiasi. Terlebih lagi dapat membawa dampak positif bagi pariwisata, industri dan perikanan serta pertanian.
Duta Yaki Kota Bitung, Khouni Lomban Rawung mengaku akan memberikan dukungan dalam pembuatan film tersebut. Sebab, melalui media film tersebut diyakini dapat membuka mata dunia tentang pentingnya kelestarian Yaki dan keindahan lain Kota Bitung.
Pada pembuatan film dokumenter tersebut terlibat Sandra Molloy sebagai (Registrar/Research and Conservation Coordinator - Dublin Zoo Irlandia), John Higgins (Producer Moondance Production), Darragh Mc Carthy (camera man).