Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Perlu Belajar Pancasila dari Suku Badui?

31 Mei 2017   23:40 Diperbarui: 3 Juni 2017   18:51 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Bung Karno dan aku di Umbul Harjo, Yogyakarta (Dokpri)

Suku Badui yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, mencintai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 sebagai ideologi bangsa Indonesia. Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara.

Jumlah warga Badui diperkirakan 10.500 jiwa. Mereka menilai Pancasila menjadikan "harga mati" dan tidak bisa diganti lagi ideologi negara itu. Mereka menegaskan, Pancasila dan UUD 45 dapat mempersatukan keanekaragaman rakyat Indonesia dengan perbedaan agama, suku, budaya dan bahasa.

Dengan Pancasila, bangsa Indonesia menjadi bersatu, bersaudara serta saling menghormati dan menghargai di tengah perbedaan itu. Persatuandan kesatuan bangsa semakin kokoh dan kuat. Sebagai rakyat Indonesia tentu sangat mencintai Pancasila sehingga kehidupan komunitas Badui merasa aman, nyaman dan tenang.

"Kami sangat mencintai Pancasila dan UUD 45 karena hidup menjadi rukun, damai, tentram dan aman," kata Pemuka Adat Badui yangjuga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, di Rangkasbitung.

Kehidupan masyarakat Badui lebih tertib dan rukun. Hingga kini belum pernah terjadi keributan, apalagi sampai melakukan perlawanan terhadap pemerintah. Masyarakat Badui sangat menghormati dan menghargai terhadap siapa saja, sehingga belum ada warga Badui yang terlibat hukum.

Jika saja Ir. Soekarno atau Bung Karno tahu etnis Badui demikian mengindahkan dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, bisa jadi  Bapak Proklamatoritu akan memberikan apresiasi yang tinggi kepada masyarakat ini.Dalam berbagai lembaran sejarah, lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan”) pada tanggal 1 Juni 1945.

Patung Bung Karno dan aku di Umbul Harjo, Yogyakarta (Dokpri)
Patung Bung Karno dan aku di Umbul Harjo, Yogyakarta (Dokpri)
Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal “Pancasila”pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka.Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa juduldan baru mendapat sebutan “Lahirnya Pancasila” oleh mantan Ketua BPUPK  Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut.

Dian Apita Sari dari Universitas Malayahati Bandar Lampung dan juga beberapa sejarawan menyebut bahwa pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka, yang dinamakannya “Pancasila”. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi olehsegenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.

Kini setelah 71 tahun merdeka, bangsa Indonesia merindukan pentingnya aktualisasi nilai Pancasila. Pasalnya, banyak problem bangsa yang sejatinya bisa diatasi dengan mengedepankan nilai-nilai Pancasila.

Karena itu, tanggal 1 Juli – lahirnya Pancasila - menjadi relevan untuk dijadikan momentum untuk meningkatkan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.

Kearifan lokal seperti nilai-nilai silih asih (saling mencintai), silih asah (saling mencerdaskan), dan silih asuh (saling mendampingi dan membimbing) sangat sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun