Suara tawa keras memenuhi ruang rapat Sipahoetar, lantai 20 Wisma Antara Jakata, ketika tiga jurnalis senior dari Kantor Berita Antara itu tampil dalam forum berbagi pengetahuan dengan sesama jurnalis dan karyawan pada Rabu (17/5/2017) lalu.
Tiga jurnalis senior Antara memasuki usia pensiun: Yasad Ali, Chaidar Abdullah dan Oscar Matuloh. Mereka diminta untuk berbagai pengetahuan seputar profesinya yang digeluti bertahun-tahun di beragam liputan.
Yasad Ali, mantan Kepala Biro Aceh dan terakhir sebagai pimpinan di kantor Antara Biro Cirebon tampil mengenakan songkok putih bagai pak haji yang baru tiba dari menunaikan ibadah haji. Chaidar Abdullah, yang sudah banyak 'makan asam garam' di meja sunting internasional, banyak mengeluarkan pernyataan menyindir mantan bosnya, Syaiful Hadi, mantan Direktur Keuangan dan Pemberitaan.
Sedangkan si 'gondrong' Oscar Matuloh, mantan bos Biro Foto Antara, tampil kalem. Namun beberapa ucapannya banyak mengundang tawa hadirin karena punya kedekatan khusus dengan Syaiful Hadi, yang juga putera tokoh nasional KH Idham Cholid.
"Ini, anak buah saya yang NU itu pernah menjabat sebagai dirut," kata Oscar yang disambut tawa hadirin.
Syaiful Hadi sempat membalas ucapan tiga rekannya yang memasuki masa purna bakti itu. Tetapi ia lebih banyak terpojok. Seolah tak kuasa menghalau serangan bertubi-tubi.
Saling lempar kata-kata bernada canda seolah saling bersahutan. Tak ada yang terlihat merasa atasan karena memegang jabatan sebagai direktur. Tak ada suara sedih seperti sebuah kesebelasan sepakbola kalah dari tim favorit, misalnya. Sekedar memperpendek kalimat untuk mengungkap suasana, pertemuan yang dikemas sebagai 'knowledge sharing' ini berlangsung dalam suasana akrab.
Dirut Perum LKBN Antara yang juga merangkap sebagai Dirut Pemberitaan Antara Meidyatama Suryodiningrat pada awal pertemuan tersebut menyampaikan permintaan maafnya. Pasalnya, tempat acara tersebut menggunakan ruang rapat Sipahoetar yang agak kecil. Bukan ruang rapat Adam Malik di lantai 19 yang lebih luas.
"Sekarang, ruang di bawah sedang dipakai untuk rapat," ungkap Meidyatama memberi penjelasan.
Nyatanya, justru di ruang lebih sempit itu pertemuan terasa lebih akrab. Sesama wartawan dan karyawan posisi duduk dan berdirinya saling berdekatan. Mereka dapat menyaksikan ekpresi kegembiraan memasuki usia pensiun.
Sejatinya, memang, tak seluruh insan pers dapat meraih sukses bekerja sampai usia pensiun. Begitu juga karyawan ANS (aparatur negeri sipil) yang dulu dikenal sebagai pegawai negeri sipil. Karena berbagai hal, wartawan bisa pensiun lebih awal karena mengalami kecelakaan kerja. Bisa juga tewas karena meliput di medan konflik.
Jadi, tak selamanya orang lebih tua lebih awal "berpulang". Â Bisa jadi yang muda lebih dulu, dan yang tua belakangan. Yang tua berpulang belakangan dan yang muda lebih dulu. Tak selamanya awan mendung itu akan turun hujan. Anomali cuaca bisa terjadi seketika. Karena itu, sukses pensiun sebagai profesi jurnalis patut disambut dengan kegembiraan.
Realitasnya, seseorang yang bekerja di institusi pemerintah sering dijumpai dengan berbagai cerita. Ada yang menggembirakan lantaran yang bersangkutan dapat kembali ke kampung halaman: selanjutnya berkebun dan dekat dengan sanak saudara. Tetapi ada pula kisah sedih, seseorang memasuki pensiun tidak sukses.
Disebut pensiun tidak sukses lantaran yang bersangkutan dikejar-kejar petugas Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK), polisi atau kejaksaan. Ujungnya, yang bersangkutan bukan menikmati keindahan pada masa tua, di hari pensiun, tetapi malah harus beristirahat di hotel prodeo alias bui.
Bagi jurnalis, pensiun adalah masa paling menggembirakan. Gembira karena selain memang tidak berhadapan dengan aparat hukum lantaran bersih, juga tidak lagi merasa dibebani harus memburu berita setiap hari. Tetapi ia, meski fisik lemah, masih dapat mengekspresikan kemerdekaannya. Pensiun adalah berakhirnya ikatan formal secara kelembagaan, tetapi bukan berarti memutus mata rantai profesi.
Profesi jurnalis tak pernah berakhir. Insan pers sejati akan terus berkarya melalui tulisan, foto dan liputan lainnya yang aktual guna mendorong perubahan bagi kesejahteraan umat. Jurnalis tak pernah mengakhiri profesinya sepanjang masih memiliki waktu dan ruang untuk menyuarakan kebenaran.
Banyak jurnalis melahirkan karya bagus, misalnya tentang pengalaman liputan yang dituangkan dalam bentuk buku. Atau menjadi penceramah di berbagai forum.
Menarik disimak selama acara 'knowledge sharing' berlangsung, ketiga jurnalis tersebut menyampaikan pengalamannya masing-masing. Jika Yasad Ali menceritakan perjuangannya ketika menjadi kepala biro Aceh dengan berbagai hal tentang perniknya di daerah konflik dan persoalan status kepemilikan kantor di Cirebon, maka Chaidar Abdullah menyampaikan liputannya di sejumlah negara Timur Tengah.
Chaidar mengaku memilih profesi jurnalis tidak didukung dengan kemampuan dirinya. Pasalnya, selama masih sekolah hingga kuliah tak suka dengan pelajaran mengarang. Tetapi, hal itu bisa teratasi ketika masuk Antara lantaran ada panduan teknik menulis (berita). Dengan terus menerus belajar akhirnya membawa dirinya sebagai jurnalis tulen.
Jika saja wartawan senior sekaliber Rosihan Anwar masih ada, karya Chaidar Abdullah patut mendapat acungan jempol. Begitu kira-kira jika menilai karya Chaidar untuk saat ini.
Berbeda dengan Oscar. Ia menjadi wartawan karena melamar kerja ke berbagai instansi ditolak. Mengirim lamaran ke Antara pun ketika itu sudah terlambat. Beruntung ia tahu alamat PO Box-nya, yang kemudian lamarannya bisa dimasukan.
Yang menggembirakan, kata jurnalis yang setia dengan rambut panjangnya itu, profesi ini sangat menyenangkan. Egaliter, semua orang kedudukannya sama, sederajat di mata jurnalis. Kalau pun ada perbedaan di kantor, hal itu hanya sebatas aturan birokrasi.
Ia berharap, ke depan, generasi muda dapat melengkapi sejarah perjuangan para pendiri kantor berita tertua di Indonesia itu. Sebab, Antara lahir bukan turun dari langit. Tetapi melalui perjuangan seperti para tokohnya yang hingga kini masih diingat, yaitu: Adam Malik, A. M. Sipahoetar, Sumanang dan Pandoe Kartawigoena.
Dirut Perum LKBN Â Antara Meidyatama Suryodiningrat mengapresiasi dedikasi ketiga jurnalis tersebut. Ia berharap ke depan, para jurnalis muda dapat memetik pelajaran dan meneladai para senior untuk membawa kemajuan kantor berita ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H