Memetik Hikmah Nisfu Sya'ban di Masjid At-Taubah
Usai sahalat Tahiyyatul Masjid dua roka'at,tubuh terasa bergetar. Awalnya kuduga ada gempa bumi. Setelah kuperiksa sekeliling tak ada yang bergoyang, lantas kupastikan dan kesimpulannya bahwa diri ini sendiri yang gemetar.
Bisa jadi bergetar disebabkan ingat bahwa seusai shalat magrib akan dilanjutkan dengan Shalat sunat Nisfu Sya'ban berjamaah. Maklum pada Kamis (11/4/2017) itu anggota jemaah Masjid At-Taubah, di kawasan Ceger, Jakarta Timur, saat menjelang magrib sudah penuh.
Para ibu rumah tangga, pembantu, gadis cantik dan pria lajang hingga pak haji usia lanjut nampak hadir dengan muka ceria. Masjid mungil dan entah apa sebabnya dinamai At-Taubah itu, ditaksir hanya mampu menampung jemaah sekitar 200 orang.
Ustadz H. Dudung, imam masjid tersebut saat shalat Subuh - Kamis pagi - sudah mengingatkan anggota jemaah agar usai shalat magrib akan dilanjutkan dengan shalat Nisfu Sya'ban berjamaah. Pemberitahuan itu diharapkan disampaikan kepada anggota keluarga untuk hadir, berdoa dan membaca surat Yasin tiga kali bersama-sama. Lantas ditutup dengan doa sebelum shalat Isya.
Tak lama kemudian Ustadz Dudung berdiri. Dibantu dengan pengeras suara, ia menjelaskan sekelumit tentang pentingnya shalat sunat Nisfu Sya'ban berjamaah, membaca surah Yasin dan doa.
Tak banyak yang terserap kebenakku apa saja isi ceramah yang disampaikan Ustadz Dudung. Padahal ia menyampaikan dengan suara bersemangat. Tetapi poin pentingnya kira-kira adalah orang yang menghidupkan malam Nisfu sya’ban dengan cara membaca surat Yasin (tiga kali) hendaknya disusul dengan doa panjang usia yang bermanfaat, sehat dan taat ibadah, dijauhkan musibah, bala, penyakit dan memperoleh rezeki halal.
Usai Shalat sunat Nisfu Sya'ban berjamaah, dengan dimpimpin Ustadz Dudung, jemaah diminta untuk berdoa membaca surat Al Fatiha yang ditujukan kepada orang tua, sanak saudara dan kerabat dekat. Baik yang telah wafat maupun masih hidup. Setelah itu barulah surat Yasin dibaca bersama.
Tatkala doa nisfu Sya'ban dibacakan, entah apa penyebabnya, diri ini kembali bergetar. Pikiran ingat peristiwa ke belakang bahwa diri ini tengah berada di kawasan Padang Arafah tatkala menunaikan ibadah haji. Bersamaan itu pula, tanpa sadar, air mata mengalir. Ingat perjuangan Rasulullah Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki akhlak manusia.