Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Di Kemenag, Apakah Jurnalis Bisa Menegakkan Benang Basah?

27 April 2017   08:49 Diperbarui: 28 April 2017   13:00 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wartawan dari media elektronik tengah memanti penjelasan tentang pemeriksaan dokumen di Gedung Kemenag (Dokpri)

Di Kemenag, Apakah Jurnalis Bisa Menegakkan Benang Basah?

Judul di atas terkesan bodoh. Logikanya, sudah tahu benang tatkala basah tak bakal bisa ditegakkan. Dalam keadaan kering saja, untuk ukuran sepanjang satu atau dua sentimenter, benang sekuat apa pun sulit ditegakkan. Apa lagi dalam keadaan basah. Pekerjaan sia-sia.

Jurnalis pandir. Bodoh. Ia cuma mampu bagaikan anjing menggonggong tatkala maling masuk ke rumah. Tapi, jangan dikira, loh. Karena bisa juga anjing menggonggong tatkala tuan yang disayangi tiba di rumah.

Hanya jurnalis sok, angkuh dan idealis mau menggong tatkala lingkungannya terasa tak nyaman. Lingkungan rusak karena ada oknum warga mengganggu organisasi, institusi atau rumah tangga seseorang lantaran ada: maling, rampok atau pembunuh bayaran.

Lantas apa kaitan jurnalis dengan pekerjaan bodoh, menegakkan benang basah itu?

Begini. Di negeri tercinta ini, sebagian masyarakat yang sudah tercerahkan dan melek tentang media massa (media sosial) pasti paham bahwa fungsi pers, media massa dan para awak reporternya adalah salah satunya melakukan kontrol sosial, disamping memberi hiburan, pendidikan dan masih ada beberapa hal lainnya.

Awak media tidak boleh merasa lelah menyampaikan, mewartakan dan mengeritisi apa yang terjadi di lingkungannya. Meski terasa pahit, katakan pahit. Moga-moga pahitnya itu sebagai obat untuk menyembuhan.

Sayangnya, obatnya juga belum mujarab. Itu bisa dimengerti karena penyakit yang diderita ini adalah sekumpulan orang yang berhimpun dalam satu kesatuan dalam sebuah lembaga atau institusi.

Ah, daripada mutar-mutar berceloteh, mengapa tidak sebut langsung saja. Bukankah dalam prinsip jurnalis adalah: singkat, padat, jelas dan ekonomi kata.

Personil kejaksaan tengah memeriksa berkas di salah satu ruangan Ditjen Pendis, Lantai 6 Gedung Kemenag (Dokpri)
Personil kejaksaan tengah memeriksa berkas di salah satu ruangan Ditjen Pendis, Lantai 6 Gedung Kemenag (Dokpri)
Jadi, yang dimaksud institusi itu adalah Kementerian Agama (Kemenag). Sebuah lembaga bergengsi di negeri ini karena publik memiliki persepsi bahwa orang-orangnya memiliki integritas, profesional dan memiliki tanggung jawab tinggi.

Di kementerian itu, awak media seperti mengalami kelelahan mengeritisi pekerja penjaga moral negeri ini. Bisa jadi lantaran awak media massa di Kemenag memang sudah tak diberdayakan lagi. Wartawan datang ke gedung Kemenag tatkala acara jumpa pers, wujud dari upaya peran Humas untuk membangun citra positif kementerian.

Ruang Media Center Haji (MCH) sebagai wadah berkumpulnya wartawan di situ, maaf, kini sudah berubah bagai gudang Bulog. Teman-teman dari Kompas, Media Indonesia, Antara, Detik dan sejumlah teman lainnya kini tak lagi bertatap muka untuk menjalin silaturahim seperti tempo doeloe.

Tapi, syukurlah. Ketika mencuat “kepulan asap” pada Rabu (26/4) kemarin di kementerian ini, masih ada wartawan yang mewartakannya. Jurnalis masih mau mencari sumber apinya. Ternyata, sekali ini di lantai enam, Direktorat Pendidikan Islam (Pendis) di gedung kementerian itu. Tepatnya, Jalan Lapangan Banteng. Ini harus disebut lokasinya, karena kementerian penjaga moral itu punya tiga gedung utama selain di Lapangan Banteng juga di Jalan Thamrin dan Fatmawati.

Setelah bertanya kiri-kanan, akhirnya dijumpai. Sejumlah penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta tengah memeriksa dokumen pencairan keuangan. Hal ini erat kaitannya dengan rapat fiktif di sebuah hotel dan penggunaan dana untuk ATK.

Beberpa pejabat kementerian itu “tiarap”, tidak mau memberi komentar terkait banyaknya petugas dari kejaksaan yang sibuk membuka lembaran-lembaran bundelan kertas. Terlihat beberapa anggota kepolisian ikut berjaga-jaga di lantai enam.

Sejak jam sepuluh pagi sudah datang. Tak ada pejabat yang mau membuka mulut ketika hal ini ditanyai. Tapi, syukurlah Kepala Biro Humas Kementerian Agama Mastuki mau bicara. Jika tidak, bisa jadi jurnalis dianggap mengada-ada, tidak berimbang dalam mewartakan kejadian di lingkungan itu.

Kata Mastuki, yang diperiksa berkaitan data pendukung pencairan keuangan: RKAKL, SPP (surat perintah pembayaran), LPJ (laporan pertanggungjawaban kegiatan).  


 Mastuki menjelaskan dokumen-dokumen itu diperiksa terkait hasil audit Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag. Mastuki menyebut saat itu Itjen Kemenag menyerahkan salinan dokumen sehingga saat ini mereka memeriksa dokumen asli.

Mastuki menyebut, kehadiran penyidik kejaksaan itu bukan menggeledahan. Penyidik hanya ingin melakukan cross-check dokumen fotokopi dengan dokumen asli.

Dari pihak kejaksaan, Kasi Penkum Kejati DKI Waluyo mengungkap, pemeriksaan itu terkait kasus rapat fiktif di sebuah hotel dan pencairan dana dengan pertanggungjawaban pembelian alat tulis kantor pada 2015. Atas kejadian itu, negara dirugikan Rp1,1 miliar. Sedangkan dana Rp345 juta sudah dikembalikan ke kas negara.

“Kepulan asap” di kementerian ini bukan sekali ini saja. Suber “apinya” seputar: korupsi yang membawa pejabat dan menterinya masuk hotel prodeo. Akankah kasus di Ditjen Pendis ini juga akan berakhir ke meja hijau dan berakhir di hotel yang sama. Episode berikutnya penting dinantikan.

Yang jelas, awak media atau jurnalis kerap kali mengingatkan. Meski pekerjaan itu memang bagai menegakkan benang basah di kementerian itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun