Kartini yang bertebaran di negeri ini menangis karena: diperdagangkan, dikomersilkan dan direnggut hak-haknya.
Kartini masih keras menangis. Tak ada suara menyambut kesedihannya, yang ada belas kasih kepalsuan untuk memoles bibir petinggi agar terlihat lebih manis
Diam, anak manis. Di rumah masih ada susu kental manis. Esok hari Kartini balik dari negeri jiran dan wilayah seberang.
Bawa devisa sudah pasti, cerita pilu pun menyertai dan sakit hati menambah perih.
Kepada Kartini, ulama negeri pun memberi petuah. Â Sayang, isinya pun bercampur kuah sayur.
Kartini kehilangan rasa ketika makan sayur, karena petuah sudah bercampur baur.
Penyebabnya, karena Kartini masih dipandang sebelah mata, karena atas nama agama masih dibolehkan diduakan.
Kartini tidak lagi memandang negeri ini indah, karena memang masih banyak yang memandangnya rendah. Manis madu tentunya tidak selezat ketika dimadu.
Bangkitlah,
Jangan tangisi negeri diwarnai kepalsuan, sebab Kartini masih punya kekuatan. Jangan biarkan kekerasan atas nama apa pun, sebab Kartini masih kuat menyangga negeri.
Mata telinga Kartini ada dimana-mana, Kartini punya kemampuan menyelamatkan negeri. Bumi Nusantara, di negeri itu, Kartini masih dapat mengabdi meringkus para perampok negeri.