Ayo, Dukung Revitalisasi Kota Tua Jakarta
Bang Jali sering sekali dalam obrolannya dengan tetangga sebelah sering mengutip ucapan Bung Karo. Jangan melupakan "Jasmerah" yang mengandung makna jangan meninggalkan sejarah, terlebih jejak sejarah itu nampak di hadapan muka.
Warga Betawi yang bermukim di pinggiran Jakarta ini kerap tampil heroik di hadapan tetangganya ketika ngobrol. Bicaranya seperti orang yang tengah berorasi. Suaranya keras dan berapi-api.
"Bisa saja, itu terjadi lantaran ia sering membaca buku 'Di Bawah Bendera Revolusi', buku berisi pidato Bung Karno," ungkap Bang Kohar, rekannya yang menjadi tetangga bersebalahan.
Kohar maklum dengan karakter Bang Jali. Ia baik dan jika ada yang menemani ngobrol, tak segan-segan merogoh koceknya untuk membeli rokok. Tambah mantaplah obrolan dengan disempurnakan suguhan kopi kental.
"Omong apa sih Bang Jali. Gue nggak paham," kata Mpok Mumun sambil keluar rumah petakan menemui Bang Jali yang tengah ngobrol dengan Bang Kohar di teras rumahnya yang sempit.
Bang Jali sebelumnya sering menyebut kata revolusi. Revolusi belum selesai, revolusi mental dan revolusi lainnya. Sekali ini menyebut revitalisasi, sebuah kata atau istilah yang tidak semua orang Betawi - terutama di pinggiran - memahami sebutan itu.
"Bang, ane nggak sekolah tinggi kaya abang. Ape tuh revitalisisi sih? Tanya Mpok Mumun.
Bang Kohar yang mendengar celoteh Mpok Mumun cuma bisa senyum-senyum. Bang Kohar juga ngak paham betul tentang revitalisasi, apa yang dimaksud Bang Jali itu. Yang ia pahami tentang revitalisasi, jika dikaitkan dengan kawasan Kota Tua Jakarta, kurang lebih menghidupkan kembali atau memberdayakan kembali kawasan penting itu sehingga dapat memberi manfaat bagi warga Jakarta.
"Gini Mpok. Bukan revitalisisi, tapi revitalisasi. Itu maksudnya menghidupkan (menggiatkan) kembali: berbagai kegiatan di kawasan itu," kata Bang Jali singkat.