Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aroma Mistik Kasus Dimas Kanjeng

14 Oktober 2016   14:52 Diperbarui: 14 Oktober 2016   14:57 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi; Dimas Kanjeng ditangkap oleh hasil penggandaannya (Foto/WaBramono)

Raden Syahid memilih profesi “maling cluring”. Awalnya mencuri gudang makanan lalu dibagikan kepada orang miskin secara diam-diam. Perbuatan itu lambat laun terungkap dan ia tertangkap, lalu diusir dari istana kadipaten.

Profesinya berlanjut. Malah jadi perampok. Harta orang kaya di Tuban tak lepas dari incarannya. Ia kembali tertangkap. Lalu, Raden Syahid diusir dari Kadipaten Tuban. Di luar kabupaten itu, dia pun mengayunkan langkah kakinya ke mana saja, hingga ke tibalah di hutan Jati Wangi. Di situ, Raden melihat lelaki tua (Sunan Bonang). Raden tak kenal siapa sesungghuhnya orang tua itu dan hendak dibegalnya pula.

Raden Syahid yang mahir silat itu minta kepada Bonang untuk menyerahkan bekal yang dibawanya. Termasuk tongkat berkilau yang dipegangnya. Ia menyatakan bahwa perbuatan merampok itu dimaksudkan untuk membantu orang miskin.

Kisah pertemuan Raden Syahid dan Sunan Bonang ini – yang dikisahkan oleh Achmad Chodjim, dalam buku Mistik dan Makrifat – membawa Raden Syahid sebagai murid spiritual dari Sunan Bonang. Raden Syahid tercerahkan hidupnya, ia pun menyadari bahwa perbuatannya yang tampak baik (mulia) tapi tetap sebagai perbuatan salah.

Sang murid, Raden Syahid, diperintahkan tetap berada di tepi sungai sampai sunan menemuinya kembali. Syahid tetap bersemedi di tepi kali sampai sang Sunan Boang kembali. Hal ini sebagai kepatuhan dalam ajaran makrifat. Sikap tunduk dalam berguru spiritual.

Singkat cerita, Raden Syahid ditemui sang guru di tepi kali saat semak-semak di sekitar sudah meninggi hingga menyulitkan Sunan Bonang mencarinya. Berikutnya, Sunan Bonang menggembleng Raden Syahid dengan ilmu-ilmu agama dan spiritual kepadanya.

Selain berguru dari Sunan Bonang, Raden Syahid – yang kemudian dikenal sebagai Sunan Kalijaga – juga belajar ke Pasai dan berdakwah di Semenanjung Malaya hingga Patani, Thailand Selatan. Di sini Raden Syahid dikenal sebagai tabib. Dan dengan karomah pemberian Allah, ia mampu mengobati sakit kulit Raja Patani. Raden Syahid di sini dikenal sebagai Syekh Malaya.

Dimas Kanjeng Raja Anom

Berbeda dengan Sunan Kalijaga, yang meninggalkan dunia kejahatan dan kemudian menjadi orang dimuliakan di Tanah Jawa,sebalikya Dimas Kanjeng mabuk atribut kebesaran. Sebelum dinobatkan menjadi raja, ia sempat mengklaim sebagai Tuhan melalui ajarannya yang disebutnya Kun Fayakun.

Seperti diketahui ayat tersebut (Kun Fayakun) tercantum dalam beberapa surah, Yaitu: Al Baqarah: 117, An Nahl: 40, Yaasiin: 82, Al An'aam: 73,  Al Mu'min: 68,  Maryam: 35,  Ali 'Imran: 47, Ali 'Imran: 59. Meski pernyataan itu kemudian dibantah, tetapi tetap saja mengangkat terminologi Alquran untuk menyesatkan umat sangat dimurkai Allah.

Taat Pribadi memperoleh gelar raja dari Asosiasi Kerajaan dan Kesultanan Indonesia (AKKI). Senin, 11 Januari 2016. Ia diangkat menjadi Raja Anom dengan gelar Sri Raja Prabu Rajasa Negara. Raja Anom adalah jabatan kebangsawanan yang turun temurun didapatkan oleh raja-raja Majapahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun