Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Kompasianival Berbagi] Guru Spiritualku Sebagai Saksi Konflik Antaretnis

23 September 2016   23:57 Diperbarui: 24 September 2016   05:25 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Niat memasukan isteri ke rumah sakit jiwa itu pun akhirnya kubatalkan. Padahal, saat itu, aku sudah merasa kewalahan mengendalikan celoteh dan badannya yang terlihat makin lemas.

Kutemui guru spiritualku itu di luar kota. Ia lantas memintaku membeli air kemasan botol. Tutup botol dibuka. Lalu, ia berdoa. Tak lama, sekitar lima menit. Setelah itu guruku ini minta agar air segera diminumkan. Bagian kepala sedikit dibasahi.

Kata guru spiritualku: : “Insya Allah, sembuh.”

Perintah guru kupatuhi. Dan, memang kenyataannya sembuh. Penyakit isteriku pergi. Ia kembali seperti sediakala. Normal. Peristiwa itu bukan ajaib, tapi nyata.

Pada wakutnya reda

Konflik antaretnis pada akhirnya reda. Ini berakhir karena para ulama, tokoh masyarakat dan pemuka agama-agama saling menguatkan doa untuk kebaikan provinsi itu. Selagi mereka memasang niat yang lurus, kata guru spiritualku ini, Allah Tuhan Yang Maha Esa akan mendengar dan mengabulkan doa umatnya.

“Mintalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-penuhi,” ucap guruku ketika bertandang bersamaku ke daerah pedalaman, Bengkayang dan Entikong, wilayah perbatasan RI – Malaysia. Di hadapan para muridnya, di Entikong, guru memberi nasihat sebelum melaksanakan zikir. Zikir harus disertai rasa ikhlas, minta ridha Allah semata.

Sejak isteri kembali sehat, panggilan bertugas untuk memantau situasi keamanan dan kerukunan di daerah ini semakin kuat. Setiap kali guru spiritualku bertandang menemui para muridnya di berabagai daerah pedalaman, aku ngintil.

Perjalanan “blusukan” ke daerah kantong-kantong konflik sering dilakukan. Hampir sebulan sekali perjalanan ke Kuching dilakukan, meski di negara jiran tersebut tak terlalu penting. Pokoknya, meski malam hari – sekalipun hal itu tengah diberlakukan jam malam – tetap kulakukan keluar rumah.

Aku bersyukur bisa bekerja sama dengan Danrem 121/Alambhana Wanawwai Kodam VI Tanjung Pura, Erwin Sodjono – terakhir ia menjabat sebagai Pangkostrad dan terakhir sebagai Kasum TNI – yang banyak mendukung dan memberi arahan tentang suasana ketertiban di daerah pedalaman.

Erwin pun tak segan-segan memberi bantuan kepada warga Pontianak yang tengah menghadapi kesulitan air bersih. Maklum, ketika kemarau panjang warga kesulitan mendapatkan air bersih. Juga ketika ada rumah ibadah terbakar, Erwin minta kepadaku untuk melakukan pengecekan meski lokasinya jauh di daerah pedalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun