Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Ketika Suami Mengemis Doa Isteri Menjelang Wukuf

17 September 2016   22:13 Diperbarui: 17 September 2016   22:43 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismilahirohmanirohom

Assalamualaikum WrWb.

Mama, istriku yang tercinta.

Pada dini hari ini,  tepat sebelum shalat Subuh ini, papa merasa tak berdaya menghadapi hari-hari mendatang. Wukuf sudah di depan mata. Hari puncak pelaksanaan haji makin mencekam dirasakan.

Pada dini hari, maaf, papa merasa tak punya dukungan penuh. Dukungan doa dari orang banyak, sebagaimana umumnya orang pergi haji, minta dukungan tetangga membacakan doa dalam satu forum pengajian.

Papa menginginkan hari ke depan lebih cerah. Bukan untuk satu dua hari ke depan, namun tahun ke tahun mendatang.  Tapi, sekali ini, papa tak punya dukungan. Ibarat pejuang, terjun bebas dari udara dan kemudian di lapangan bertempur tanpa pembekalan.

Wukuf bagi papa adalah ujian terberat dalam ritual haji.

Pergi haji ibarat tentara hendak perang. Sekali ini papa bertempur bagai tanpa amunisi. Tak punya logistik. Tak tahu peta lapangan. Jika meminjam istilah orang Betawi, cuma modal golok seperti si Pitung ngebelain orang suse, orangnya melarat ngak makan yang akhirnye ketangkep kompeni lalu melarat di bui.

Mama,

Jika dilihat di kebanyakan pengajian, orang mendoakan saudaranya pergi haji disertai suara bisik-bisik. Maklumlah, bisik-bisik tetangga. Kadang ada yang menyebut si anu aji abidin alias haji atas biaya dinas. Ada yang menyebut si anu aji gusuran dan seterusnya. Jadi, doa yang dikumandangkan untuk kekuatan orang pergi haji tak penuh. Masih setengah hati disertai rasa iri.

Kondisi itu papa rasakan benar. Papa tak tahu, apakah mama juga demikian. Kadang suka muncul di benak – yang menurut orang pinter – doanya tidak power full.  

Jika dikabulkan ya syukur, tak dikabulkan, ya juga syukur. Barangkali Allah belum memberi.  

Kata para ulama, berdoa itu punya adab. Berdoa disertai kesungguhan dan keikhlasan.

Bagi papa, berdoa bagai orang yang tak bisa terbang tapi ingin terbang. Orang tak punya sayap tapi ingin mengangkasa. Orang tak punya kekuatan tapi tiba-tiba punya power. Doa adalah kekuatan mahadahsyat.

Untuk mendapatkana sesuatu dengan meminta kepada Allah, kadang tak bisa melalui pendekatan logika. Orang tak punya sayap mau pergi ke negeri jiran dalam waktu cepat. Toh, tangan Allah maha kuat. Bisa saja, melalui wasilah, yang bersangkutan memiliki uang cukup untuk menggunakan pesawat terbang.

Jadi, untuk mendapatkan sesuatu – apa pun bentuknya – doa menjadi kekuatan luar biasa. Bukan seperti orang yang tengah lalu lalang di suatu ruang yang ketika dimintai berdoa, lalu dijawab, ya nanti saya doain. Ujungnya, akhirulkalam, jangankan baca surat fatiha, jangan-jangan cuma mencibur di belakang.

Sekarang ini, menghadapi wukuf, papa butuh dukungan. Ibarat orang bekerja mengangkat meja, akan lebih baik dilakukan banyak orang. Minimal, dua orang sehingga meja pun mudah digeser ke tempat yang diinginkan.

Ma, papa tak tahu, apakah kalimat-kalimat ini menggurui orang lain atau tidak. Apakah pendapat papa benar atau tidak. Dalam ilmu manajemen, team work penting dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Untuk mendapatkan rahmat Allah SAW tak cukup mengikuti nasihat pernikahan, apa lagi untuk membentuk keluarga sakinah. Perlu kebersaman dan satu kata dan perbuaan.

Tausiah dengan retorika menarik banyak orang kadang banyak diisi celoteh humor untuk memang memuaskan audience, khalayak luas, atau pemirsa agar tak ngantuk. Pokoknya, target orang banyak terhibur  untuk saat itu.

Pembawa tausiah, termasuk motivator, dewasa ini, sudah menjadi lahan komodias bisnis. Sang motivator harus pandai membaca pendapat umum. Jika tak demikian, siapa pun orangnya,  akan ditinggal pengikutnya.

Istriku  yang papa nikai pada 18 September 2010 silam.

Maafkan papa berceloteh terlalu jauh. Bukan bermaksud memberi kuliah kepada orang yang memiliki gelar segudang predikat es. Papa hanya orang pandir.

Kendati begitu, keadaan ini penting disyukuri. Mengingat lagi pengalaman berhadapan dengan senjata tajam sudah banyak dilalui di medan liputan. Timtim ketika bergolak, sudah dirasakan. Aceh ketika berkecamuk, sudah dinikmati. Kalimantan yang bertikai antaretnis, sudah dirasakan pula.

Papa selamet dari semua itu, karena kekuatan doa. Hanya karena kekuatan dan pertolongan Allah. Desingan suara bedil terasa nikmat jika dikenang. Teriakan orang dipenggal kepalanya sulit dilupakan. Dan kebiadaban manusia di bawah tingkah laku binatang yang amat dahsyat sudah disaksikan dengan pilu.

Papa menulis ini tak bermaksud untuk mengemis untuk dipanjatkan doa. Memaksa itu tak baik. Apa lagi permintaan itu disampaikan setiap hari. Sebab, meminta dengan cara mengemis akan membuat sebel orang yang melihat. Seperti halnya pengemis di pinggir persimpangan jalan raya, baru melintas saja orang sudah membuang muka.

Ketika seseorang berkomunikasi untuk pertama kali dapat dirasakan menyenangkan. Kedua kali, mesem. Ketiga kali, diam. Untuk keempat kalinya, bosan. Selanjutnya, mungkin masa bodo. Lu nyemplung ke laut, emang gue pikirin.

Mama, maaf sudah subuh.

Azan sudah terdengar di Daker Mekkah. Di luar makin ramai mobil lalu lalang jelang penutupan kedatangan jemaah haji. Si pitung memang pejuang, tapi tak melegenda seperti kiai sohor atau beken. Itu cuma secuil kisah, berjuang tanpa mengemis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun