Bismilahirohmanirohom
Assalamualaikum WrWb.
Mama, istriku yang tercinta.
Pada dini hari ini, Â tepat sebelum shalat Subuh ini, papa merasa tak berdaya menghadapi hari-hari mendatang. Wukuf sudah di depan mata. Hari puncak pelaksanaan haji makin mencekam dirasakan.
Pada dini hari, maaf, papa merasa tak punya dukungan penuh. Dukungan doa dari orang banyak, sebagaimana umumnya orang pergi haji, minta dukungan tetangga membacakan doa dalam satu forum pengajian.
Papa menginginkan hari ke depan lebih cerah. Bukan untuk satu dua hari ke depan, namun tahun ke tahun mendatang. Â Tapi, sekali ini, papa tak punya dukungan. Ibarat pejuang, terjun bebas dari udara dan kemudian di lapangan bertempur tanpa pembekalan.
Wukuf bagi papa adalah ujian terberat dalam ritual haji.
Pergi haji ibarat tentara hendak perang. Sekali ini papa bertempur bagai tanpa amunisi. Tak punya logistik. Tak tahu peta lapangan. Jika meminjam istilah orang Betawi, cuma modal golok seperti si Pitung ngebelain orang suse, orangnya melarat ngak makan yang akhirnye ketangkep kompeni lalu melarat di bui.
Mama,
Jika dilihat di kebanyakan pengajian, orang mendoakan saudaranya pergi haji disertai suara bisik-bisik. Maklumlah, bisik-bisik tetangga. Kadang ada yang menyebut si anu aji abidin alias haji atas biaya dinas. Ada yang menyebut si anu aji gusuran dan seterusnya. Jadi, doa yang dikumandangkan untuk kekuatan orang pergi haji tak penuh. Masih setengah hati disertai rasa iri.
Kondisi itu papa rasakan benar. Papa tak tahu, apakah mama juga demikian. Kadang suka muncul di benak – yang menurut orang pinter – doanya tidak power full. Â