Haji Peong: “Nggak boleh. Lu, jahuin tuh bak aer!.”
“Kan, hukumnya haram makan gituan tuh. Lu, bisa tanya ke Haji Sutang tuh,” kata Haji Peong sambil menoleh ke ketua panitia pemotongan hewan.
Haji Sutang pun manggut-manggut, tanda membenarkan bahwa apa yang disampaikan Haji Peong sudah sesuai dengan syariat Islam dalam pemotongan hewan kurban. Sementara sang pemuda pembawa bak air ngacir keluar dari kerumunan membawa bak air. Ia takut Haji Peong keburu marah jika tak dituruti kemauannya.
*****
Belum lagi lima ekor kambing dengan mudah dipotong di hadapan para pengunjung dan sejumlah orang yang berkurban pada hari itu. Haji Peong terlihat sebagai pemotong hewan profesional. Dan ia pun dipuji-puji dengan kemahiran yang dimilikinya itu.
Kehebatan Haji Peong ternyata tak berbanding lurus ketika ia berada di kediamannya. Istrinya, Hajjah Fatimah, ternyata jauh lebih berwibawa daripada sang suami.
Haji Peong memang termasuk orang beruntung punya isteri Fatimah. Selain cantik, pintar juga pejabat. Berbeda dengan dia, yang cuma tamatan sekolah lanjutan.
Tak heran, Haji Peong cuma punya kemampuan sering memarkan gonta-ganti mobil. Tapi mobil yang dikenakan bukan hasil jerih payah Haji Peong, tetapi milik isterinya yang menjabat sebagai presiden direktur di salah satu perusahaan beken di Jakarta ini.
Haji Peong oleh warga sekitar juga dikenal sebagai pembual. Banyak omong. Tetapi tak satu pun warga berani kepadanya. Apa lagi menimpali celotehnya. Sebab, Haji Peong cepat naik pitam. Lekas marah jika merasa tersinggung.
*****