Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

SE Macan Kertas vs Ahli Hisaber

6 September 2016   23:57 Diperbarui: 7 September 2016   00:48 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ali Budin teringat pada obrolannya ketika bertandang ke kediaman kakeknya saat menghadapi bulan puasa.

 "Ente kapan puasanye," katanya.  

"Kalo ane kong, ikut pemerintah aje. Liat siaran tipi (televisi, red) di rumah. Enti (nanti) juga ketauan, kapan arus puase," jawab Ali.

 "Iya deh. Babe lu juga sama engkong, dari dulu kalo puasa ikut pemerintah. Pemerintah kan ulil amrie," jawab si engkong.  


 "Ulil amri itu ape, kong?" tanya Ali.

 "Lu enggak tahu rupanye. Itu, putusan pemerintah yang harus dipatuhi. Putusannya juga dari hasil sidang (itsbat). Orang-orangnya nyang ikut sidang dari pondok pesantren keren dan pimpinannye beken-beken," jawab si engkong menjelaskan.

Dan si cucu – Ali Budin - pun hanya manggut-manggut. Maklum, jawaban seperti itu sudah sering didengar di tempat pengajiannya, mushola terdekat.

Yang menarik Ali Budin, - yang kini bekerja sebagai pegawai di Kementerian Agama - penentuan awal Ramadhan itu yang diikuti dua pemegang prinsip.

Prinsip pertama yang mendasarkan pada perhitungan astronomis dan matematis, disebut hisab. Kedua yang berpegang pada visibilitas atau penampakan hilal atau bulan baru, disebut rukyat.

Belakangan ini, kelompok pertama yang disebut hisab sering diplesetkan sebagai kelompok perokok di lingkungan kementerian itu.

Ali Budin termasuk salah satunya anggota kelompok ahli hisab itu. Itu bukan lantaran ia pandai dalam ilmu astronomis, tetapi semata-mata sebagai perokok berat.

Hampir dua atau tiga jam sekali Ali keluar meninggalkan ruang kerjanya. Lantas, ia menuju tangga darurat. Di situ, bersama kawan-kawan, ia menghisap rokok. Asap pun mengepul ke seluruh ruang tangga.

Penghisap rokok itulah yang belakangan ini disebut kelompok ahli hisab. Bukan ahli astronomi.

Sejak medio Agustus 2016, Ali merasa jengkel. Pasalnya, ia merasa terusik kebebasannya.

Aturan itu berbunyi, (1) dilarang merokok di dalam gedung, termasuk ruang pantry, kamar kecil, tangga darurat. (2) Menjaga kebersihan gedung, termasuk ruang kerja, koridor dan kamar kecil. (3) Juga, tidak dibenarkan memerintahkan cleaning service untuk keluar kantor pada jam kerja, kecuali pada jam 12.00 – 13.00 WIB.

Lantaran makin ketatnya larangan merokok di lingkungan kementerian itu, Ali masih memiliki tempat yang dianggapnya ideal untuk merokok. Yaitu, kantin. Di sini, para hisaber atau para penghisab rokok berat bisa leluasa menyedot asap rokok.

Sayangnya, ketika komunitas para hisaber itu berkumpul, karyawan lain merasa terganggu. Menunjukan ketidaksenangannya dengan mereka. Lantas, mereka mencari cara lain yaitu merokok secara sembunyi di tangga darurat, di depan pintu tolilet dan tempat parkir. Tempat-tempat itu jelas termasuk dalam larangan keras.

Karenanya, jangan heran, jejak teman-teman Ali Budin terlihat dengan adanya sisa puntungan rokok, lantai gosong karena rokok dimatikan dengan cara diinjak dan paparan asap rokok di berbagai tempat.

Surat Edaran (SE) larangan rokok yang memusuhi para hisaber itu seolah kini menjadi “macan kertas”. Cuma sebagai menakut-nakuti saja, tanpa tindakan.

Para ahli hisab pun melontarkan alasan. Katanya, merokok adalah bagian dari tradisi yang diwarisi para kyai. Kyai di negeri ini, banyak mengidap penyakit, terutama batuk pada malam hari karena merokok.

Ali Budin beralasan, batuknya seorang kyai dapat dimaknai sebagai pengusir pencuri pada malam hari.

Jadi, pikiran sesat inilah yang kemudian dijadikan pembenaran bagi Ali Budin untuk melawan surat edaran itu.

Lalu, dimanakah hak orang lain untuk menikmati udara bersih di gedung kementerian penjaga moral itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun