Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buah Imbauan Haji Tidak Diindahkan, Celaka ?

23 Agustus 2016   08:51 Diperbarui: 23 Agustus 2016   13:51 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Irjen Kemenag M. Jasin tengah memberi penjelasan kasus haji 177 WNI di Filipina, Selasa (23/8/2016) di Jakarta. Untuk menangani kasus itu, Kemenag berkoordinasi dengan Kemenlu, Bareskrim Polri dan sejumlah Polda.

Imbauan agar umat Islam menunaikan ibadah haji sesuai syarat istithaah hingga kini belum juga dapat dipatuhi sepenuhnya. Demikian juga agar berangkat haji ikut petunjuk dari Kementerian Agama (Kemenag), pun sepertinya tidak didengar.

Mungkin terdengar, tapi bisa jadi diabaikan. Tulisan ini sebagai respons berita tertangkapnya 177 warga negara Indonesia di Filipina saat akan bertolak ke Arab Saudi untuk berhaji karena paspor yang mereka pegang ternyata diperoleh dengan cara ilegal.

Kasus ini sudah mencuat. Berbagai celoteh pun bermunculan. Lantas, terdengar sebagian anggota masyarakat menyoal kebijakan Kemenag. Mengapa kuota haji dapat dikurangi – 20 persen dari kuota normal 211 ribu orang - sejak perluasan Masjidil Haram hingga kini belum kembali normal. Mengapa antrean jemaaah haji demikian panjang dan lama. Mengapa dan mengapa? Hal ini dianggapnya sebagai sumber makin banyaknya kasus-kasus haji.

Kemudian mencuat bahwa penyelenggaraan ibadah haji bakal ditangani oleh badan tersendiri. Langkah itu mengikuti pemisahan Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Keuangan Haji. Kemenag ke depan tak lagi menangani keuangan haji dan dana abadi umat (DAU), agar uang Tuhan tak disalahguanakan lagi.

Pengelolaan haji pada tempo doeloe sempat ditangani swasta melalui kapal laut kemudian beralih ke Kemenag. Akhir-akhir ini, pemerintah bersama legislatif sepakat bahwa penyelenggaraan haji akan dikelola badan tersendiri. Alasannya, karena penyelenggaraan ibadah haji melibatkan banyak umat. Ujungnya, juga fulus yang diirus demikian besar.

Lepas dari siapa yang nanti mengurus pengelolaan haji ke depan, kasus haji dan umrah terus berulang. Kasus itu terjadi tidak lepas dari lemah sosialisasi. Kemenag makin enggan memberdayakan wartawan di unit kementerian itu. Wartawan dianggap lalat. Atau, benalu? Pantasnya, sosialiasi haji harus berjalan berkesinambungan, bagai pohon segar yang disirami terus menerus.

Tatkala terjadi anggota jemaah umrah terlantar di Bandara Soekarno-Hatta, atau bandara-bandara lainnya, akibat penyelenggara umroh (travel) yang tidak bertanggung jawab, lagi-lagi, memang publik menuding bahwa kesalahan itu ada di kementerian itu.

Saya tak bermakud membela atau menyalahkan kementerian yang dipersepsikan publik sebagai penjaga moral itu. Sebab, berangkat dari fakta, calon anggota Jemaah haji Indonesia tidak peduli dengan aturan berangkat haji. Sangat bernafsu naik haji.

Padahal dalam menjalankan rukun Islam kelima ini, ketentuan akhir berada di tangan Allah semata. Manusia hanya diwajibkan berusaha.

Bisa jadi, sikap ngotot untuk menunaikan ibadah haji itu karena status haji jadi dorongan utama. Atau disebabkan rayuan tangan kotor untuk sekedar mendapat keuntungan pribadi. Padahal, pahala berhaji yang tak kalah besarnya masih banyak. Seperti memelihara anak yatim, melakukan amal saleh sosial lainnya.

Dewasa ini, penyelenggaraan ibadah haji sudah memasuki era industri. Lihat persaingan penyelenggaraan haji dan umrah kini demikian ketat. Beberapa asosiasi haji memberdayakan pensiunan Kemenag. Jika saja Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tidak menerapkan kebijakan kuota haji – yang ditetapkan atas usulan organisasi negara kerja sama Islam, OKI – bisa jadi saat musim haji pemerintah setempat akan kewalahan.

Peristiwa penelantaran jemaah umrah oleh penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) atau travel ilegal sudah sering terjadi. Persepsi publik bahwa terlantarnya jemaah umroh disebabkan ketidakmampuan dari jajaran Kemenag dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah umrah.

Padahal persoalan penelantaran jemaah umrah itu sudah masuk ranah hukum, karena ada unsur penipuan dan investasi perusahaan penyelenggara umroh ilegal. Artinya, dalam kasus itu tidak seluruhnya menjadi domain jajaran Ditjen Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU) Kemenag.

Tatkala anggota jemaah umrah ditelantarkan oleh PPIU ilegal di luar negeri, seperti di Jeddah, Saudi Arabia, atau kota-kota lainnya, Pemerintah Indonesia selalu melalui Kedutaan Besar (Kedubes) atau pun Konsulat jenderal Republik Indonesia (KJRI) turun tangan.

Ketika anggota jemaah haji terlantar di bandara dalam negeri, pihak berwajib dibuat kerepotan. Terutama polisi dan satuan pengaman bandara setempat turun tangan, mencari sebab-musababnya dan ikut membantu mencarikan solusi. Muaranya, biasanya, polisi membuat pernyataan bahwa PPIU bersangkutan manajemennya acak-kadut selain tak memiliki izin resmi.

Bukan hanya polisi ikut menangani anggota jemaah umrah terlantar di bandara, pihak imigrasi dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) turun mencari tahu dan mencari solusi.

Setelah diinvestigasi oleh pihak berwenang, ujung-ujungnya dapat disimpulkan bahwa lagi-lagi PPIU tersebut bodong.

Tatkala terjadi peristiwa penelantaran anggota jemaah umrah, semua pemangku kepentingan ambil bagian menyelesaikan. Hal ini jika dilihat dari sudut kepedulian pemerintah adalah sesuatu yang menggembirakan. Artinya, di sini pemerintah hadir di tengah warga yang tengah mengalami kesulitan karena penanganan jemaah umroh terlantar bukan semata menjadi wilayah tanggung jawab Kemanag.

Meminimalisir Kasus

Untuk menyelesaikan kasus-kasus penelantaran, penipuan anggota jemaah umrah setiap tahun - yang hingga kini terus terulang - itu, Kemenag beberapa tahun lalu sudah membuat nota kesepahaman (MoU) dengan pihak kepolisian. Tujuannya, agar penelantaran jemaah umrah tidak terulang. Minimal dapat diminimalisir.

Guna meminimalisir kasus-kasus tersebut, sejatinya pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun penting untuk turun tangan. Sebab, bisa jadi kemungkinan perusahaan penyelenggara umroh ilegal itu melakukan investasi bodong.

Pemerintah perlu "mengendus" praktik investasi ilegal melalui biro perjalanan umroh. Terlebih, kasus penelantaran jemaah umroh terus berulang.

Demikian pula imigrasi harus hadir di barisan terdepan. Pasalnya, karena ketika penyelenggaraan umrah berada di tangan swasta, maka peran pemerintah tak bisa lepas. Apalagi hal itu menyangkut pemberian visa bagi seseorang, apakah untuk umrah atau perjalanan haji, yang dari sisi birokrasi melibatkan pemangku kepentingan di dalamnya. Yaitu, salah satunya imigrasi.

Pasal 45, pada UU Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji sudah jelas menegaskan bahwa penyelenggara perjalanan Ibadah umrah wajib memenuhi pembimbing ibadah dan petugas kesehatan, memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlakuvisa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PPUI harus memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah. Melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat datang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia.

Pemerintah memiliki otoritas untuk mengenakan sanksi kepada PPIU sesuai dengan tingkat kesalahannya, yang berupa: peringatan; pembekuan izin penyelenggaraan; atau pencabutan izin penyelenggaraan.

Direktur Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Muhajirin Yanis mengakui masih banyak umat Islam menunaikan ibadah umrah dan haji menggunakan asosiasi penyelenggara umrah ilegal.

Bagi yang menunaikan umrah menggunakan asosiasi ilegal sering menimbulkan masalah, bahkan pada penelantaran jamaah saat perjalanan.

Peristiwa tidak menggembirakan banyak dialami oleh jamaah umrah dan haji tatkala menggunakan asosiasi ilegal. Padahal hal itu bisa dihindari jika umat Muslim tidak terpancing dengan iming-iming perjalanan umrah dan haji murah, cepat berangkat dan sejumlah kemudahan lainnya.

Setiap tahun jamaah umrah dari Tanah Air sekitar 600 ribu orang. Itu catatan resminya dan masih ada lagi yang lewat asosiasi tak resmi. Sementara jumlah asosiasi perjalanan haji dan umroh sekitar 665 asosiasi.

Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Ahda Barori menyebutkan, jumlah PPIU yang tercatat di Ditjen PHU sekitar 266 perusahaan.

Tahun lalu sebanyak 14 PPIU dibekukan dan dicabut izinnya karena menelantarkan anggota jemaah umrohnya. Hampir tiap tahun selalu saja ada yang menelantarkan jemaah umroh.

Ke depan, Ditjen PHU akan menata dan menertibkan beberapa travel "nakal". Sanksi tegasnya sudah jelas, dicabut izinnya. Kemenag akan lebih ketat mengawasi PPIU, terlebih di jajaran Ditjen PHU struktur organisasinya diubah dan ditambah Direktur Umroh. Jadi, pengawasan ke depan lebih fokus lagi.

Agar jemaah umrah tidak terlantar, pihak Kemenag menempatkan petugas di sejumlah bandara. Diperoleh gambaran, jemaah terlantar masih saja kerap terlihat.

Kehadiran petugas Kemenag di bandara, selain mengawasi jemaah umrah yang hendak bertolak ke dan kembali dari Tanah Suci, juga melakukan sosialisasi tentang cara-cara menghindari iming-iming berumrah dengan harga murah.

Kemenag mengintensifkan sistem pengawasan langsung. Pihak PPIU juga diminta taat aturan sebagai konsensus bersama. Seperti melaporkan jadwal keberangkatan, tiba dan pulang. Baik lapor di Tanah Air maupun di Arab Saudi.

Pengawasan di setiap bandara pemberangkatan untuk memastikan bahwa jemaah umrah diberangkatkan oleh biro pejalanan yang berizin (PPIU), kata Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Muhajirin Yanis.

Taati Aturan

Bagi masyarakat Muslim diimbau agar jika mendaftar umrah kepada penyelenggara umrah yang memiliki izin resmi dari Kemenag. Dapat dilihat di web haji www.haji.kemenag.go.id. Laporkan kepada polisi setempat jika ada travel yang menyelenggarakan umrah atau menyelenggarakan investasi haji dan umrah ilegal, katanya mengimbau.

Jika tidak dilaporkan, bagaimana polisi akan menindaklanjutinya. Jadi laporlah, jangan takut. Polisi itu penegak hukum, mitra dan sahabat masyarakat.

Ada rumus Lima Pasti Umrah dan haji sebelum mendaftar. Pertama, pastikan travel memiliki izin resmi dari Kementerian Agama. Cek di www.haji.kemenag.go.id.

Kedua, (bagi haji khusus dan umrah) pastikan jadwal keberangkatan dan kepulangan. Selain itu, jemaah juga harus memastikan maskapai penerbangan dan rute penerbangan.

Ketiga, pastikan harga dan paket layanan yang ditawarkan. Jemaah harus memastikan hak-hak mereka sebagai calon jemaah terpenuhi seperti konsumsi, transportasi, manasik umrah dan asuransi.

Keempat, pastikan hotel dan wilayah mana lokasi penginapan. Pastikan jarak penginapan tidak terlalu jauh dari masjid. Dan yang terakhir pastikan visa diterima dua tiga hari sebelum keberangkatan. Bagi anggota Jemaah haji regular, tentu saja urusan hotel dan travel tak penting dicek karena sudah diatur melalui qurah (undian di Kemenag).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun