Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menelantarkan (Percetakan) Al Quran

15 Agustus 2016   09:10 Diperbarui: 16 Agustus 2016   08:24 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menerima Al Quran produksi Percetakan Al Quran Ciawi, Jawa Barat saat peringatan Nuzulul Quran di Purwokerto, Jawa Tengah, beberapa tahun silam (foto Kemenag)

Tanggal 15 November 2008 merupakan hari bersejarah bagi umat Islam Indonesia karena Kementrian Agama di bawah kepemimpinan Muhammad Maftuh Basyuni, saat itu, berhasil mewujudkan berdirinya Lembaga Percetakan Al Quran (LPQ) milik Kementerian Agama yang terletak di Ciawi Bogor, Jawa Barat.

Pada saat menyampaikan sambutan peresmian beroperasinya percetakan Al Quran, ia tidak kuasa menahan haru. Maftuh meneteskan airmata, karena berhasil mewujudkan impiannya yang sudah lama diinginkan.

LPQ, yang sudah sejak lama didambakan ini, dapat dimanfaatkan untuk mengisi kebutuhan penyediaan kitab suci Al Quran bagi hampir 200 juta umat Islam di tanah air. Kehadiran percetakan Al Quran diharapkan menjadi salah satu ikon dakwah Islam, sekaligus momentum untuk memperkuat upaya pemberantasan buta pemahaman terhadap kandungan Al Quran di kalangan anak-anak remaja dan juga pemberantasan buta pemahaman terhadap kandungan Al Quran di masyarakat.

“Sebaik-baik umatku adalah orang yang belajar dan mengajarkan Al Quran,” ucap Maftuh mengutip hadis Nabi.

Pada kesempatan persemian tersebut Maftuh mengingatkan jangan pernah berpikir untuk menyamakan pengelolaan percetakan Al Quran dengan mengelola anggaran proyek pemerintah atau mengelola kegiatan bisnis yang hanya memikirkan keuntungan profit semata. 

Percetakan Al Quran yang telah dibangun dengan biaya sebesar Rp 28 miliar diharapkan mampu memenuhi kebutuhan umat Islam dan tidak akan ada lagi Al Quran yang salah cetak. Sebab, standar dan pengawasan mutu dilakukan secara ketat dan ditangani secara langsung oleh Lajnah Pentashih Al Quran Kemenag.

M. Maftuh Basyuni ketika mengamati kualitas Al Quran hasil produksi percetakan Al Quran di Ciawi (foto Kemenag)
M. Maftuh Basyuni ketika mengamati kualitas Al Quran hasil produksi percetakan Al Quran di Ciawi (foto Kemenag)
Lembaga Percetakan Al Quran berlokasi di daerah Ciawi tersebut berdiri di atas lahan seluas 1.530 meter persegi dan dilengkapi berbagai alat percetakan yang menjamin hasil cetak dalam kualitas prima. Kapasitas produksinya sampai 1,5 juta eksemplar per tahunnya. Direncanakan Al Quran hasil produksi percetakan tersebut akan dijual dengan harga sesuai dengan daya beli masyarakat.

Untuk cetakan pertama, yang secara operasional mulai berproduksi pada bulan Mei 2009 berhasil mencetak 1.500.000 kitab Al Quran dalam berbagai variasi kaligrafi Islam yang indah. Seperti Mushaf Al Quran Tafsir, Jus Amma dan Yasin dengan produksi rata-rata 500.000 per tahun. Dalam Bulan Ramadan atau puasa biasanya jumlah pesanan meningkat melebihi bulan lain.

Dalam bulan biasa LPQ bisa mencetak antara 20.000 hingga 30.000 eksemplar. Hal ini karena didukung oleh penggunaan mesin cetak Koran Goss Community yang berkapasitas besar. Selain Al Quran, percetakan ini bisa memenuhi keperluan cetak berbagai buku keagamaan sesuai kebutuhan Kementrian Agama.

Belakangan ini sebagian umat Islam di Tanah Air dikejutkan dengan penghentian percetakan tersebut. Sudah satu setengah tahun tak beroperasi. Tentu saja, mantan menteri agama Maftuh Basyuni merasa kecewa. Dengan nada tinggi, ia menyebut percetakan itu telah 'dikubur' Kementerian Agama.

Dirjen Bimas Islam Muchasim dan Sekretaris Bimas Islam Muhmmadiyah Amin menjumai Maftuh sebelum bertolak ke Kuala Lumpur untuk berobat
Dirjen Bimas Islam Muchasim dan Sekretaris Bimas Islam Muhmmadiyah Amin menjumai Maftuh sebelum bertolak ke Kuala Lumpur untuk berobat
Reaksi publik pun muncul. Bahkan anggota dewan di negeri ini menyatakan prihatin. Lantas, Dirjen Bimas Islam Machasin mengaku LPQ dihentikan operasinya sementara karena ada perubahan manajemen dari LPQ menjadi Unit Percetakan Al-Quran. UPQ saat ini menjadi Unit PelaksanaTeknis (UPT) Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama, berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 27/2013 tertanggal 28 Maret 2013.

Ia pun membantah bahwa mesin cetak LPQ tidak jalan. Sampai saat ini, mesin-mesin yang ada masih beroperasi. "Mesin cetak utama siap operasi, tetapi kapasitasnya tidak didukung dengan mesin-mesin untuk finishing. Sekarang sedang dilakukan proses pembelian mesin-mesin pendukung supaya kapasitas produksinya bisa lebih cepat," jelas Machasin.

Fakta di lapangan, jelas peralatan yang dulu digunakan untuk mencetak Mushaf Al Quran kini banyak yang mengalami kerusakan sehingga tidak lagi mampu menyediakan Al Quran bagi jutaan umat Islam di Tanah Air. Kini sejumlah mesin tidak lagi berfungsi dengan baik karena kondisinya tidak terpelihara.

Selain itu, kini kondisi gedungnya pun memprihatinkan. Ruangan desain grafis di lantai dua saat ini sudah ditopang oleh kayu-kayu agar tidak ambruk. Kondisi plafon juga sudah banyak yang terbelah dan berlubang. Sementara itu di halaman belakang, pagar yang memisahkan gedung dengan pemukiman penduduk posisinya sudah miring dan akan mudah roboh jika diterpa hujan angin kencang.

Pernyataan Machasin belum bisa mengobati kekecewaan umat Islam. Bila pengadaan dan perbaikan peralatan pendukung percetakan tersebut masih tetap 'dimainkan' oknum, bisa jadi kasus korupsi pengadaan Al Quran dapat terulang lagi. Tidak beroperasinya percetakan tersebut dalam waktu cukup lama, seperti diungkap Maftuh, karena masih ada oknum di kementerian itu lebih suka pengadaan Al Quran dilakukan dengan cara tender.

"Karena ada komisinya," ungkap Maftuh.

Belajar dari berbagai kasus yang pernah terjadi, ke depan, Kementerian Agama menekankan bahwa tidak ada lagi pengadaan kitab suci Islam melalui tender langsung. Pencetakan Al Quran akan dilakukan oleh UPQ sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Patut dicatat, publik akan terus memantaunya. Jangan sampai terjadi lagi kata dan perbuatan tidak sejalan alias ngalor ngidul. Kemudian berujung nggak jelas juntrungannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun