Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Jawaban Mitos Dua Unyeng-unyeng

11 Juli 2016   11:58 Diperbarui: 4 April 2017   18:15 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Al Fatih dengan unyeng-unyengnya.

Ini kisahku memiliki cucu yang punya dua unyeng-unyeng. Unyeng-unyeng adalah pusaran rambut atau user-user atau kinciran yang ada di atas kepala. Cucuku ini berdomisili di Batam, bersama kedua orang tuanya; Candra dan Indah. Kata orang tua tempo doeloe - terutama di kalangan etnis Jawa - bahwa anak yang memiliki dua unyeng-unyeng punya prilaku petakilan. Nggak bisa diam. Agresif dan cenderung nakal. Ngeri juga rasanya.

Al Fatih dengan unyeng-unyengnya.
Al Fatih dengan unyeng-unyengnya.
Beruntungnya, Candra - sebagai orang tua - tak pernah terlihat lelah meladeni puteranya kemana pun pergi berlari. Satu saat Al Fatih (3 tahun), cucu semata wayang saya itu tak mau berjalan kaki, minta digendong terus menerus oleh orang tuanya. Pada waktu lainnya, Al Fatih tak mau digendong. Ia berjalan santai. Awalnya, terlihat tenang. Tak berapa lama, lantas berlari melejit di tengah kerumunan orang banyak sehingga lepas dari pandangan. Dia berteriak ceria sambil berjalan tanpa mempedulikan orang banyak tengah memperhatikan tingkahnya.

Tatkala berada di rumah, bocah yang gemar makan buah dan masih menyusui ini, sangat agresif. Tidak bisa diam. Atau tidak dapat bersikap kalem seperti anak-anak lainnya ketika dibujuk. Al Fatih terlihat sangat berani. Bahkan, saya sebagai kakeknya ngeri menyaksikan tingkah polahnya.

Pada saat Lebaran, di kediaman buyutnya, bocah ini tiba-tiba naik kursi. Lantas naik ke atas meja tamu terbuat dari kaca. Ia jingkrakan. Bayangkan, jika kaca pecah, resikonya sangat fatal. Perbuatan serupa juga dilakukan di kediaman kakeknya. Beruntung toples kue dan makanan sudah diamankan.

Candra pernah bercerita, ketika berlibur ke Bangkok, bulan lalu, Fatih tak mau berjalan kaki. Selalu minta digendong. Ketika berada di kediaman pamannya di Malaysia, Fatih seperti menikmati kebebasannya. Pasalnya, di situ ada anak yang sama usianya. Hanya saja, ketika bermain bersama, Fatih lebih agresif. Seluruh mainan milik temannya nyaris dikuasai sepenuhnya.

Al Fatih tengah menikmati minuman segar
Al Fatih tengah menikmati minuman segar
Al Fatih menikmati minuman bersama tantenya
Al Fatih menikmati minuman bersama tantenya
Ketika berkunjung ke Jungleland Bogor, kegembiraan Fatih terlihat luar biasa. Lari dari satu tempat ke tempat lain. Tidak merasa takut berlari menembus kerumunan orang banyak. Hanya nenek dan orang tuanya dibuat berkucuran keringat. Perilaku Fatih juga kadang seperti bos menunjuk loket penjual es krim untuk segera dibelikan. Jika tak dikabulkan permintaannya, ia menangis keras.  

Jika diajak berjalan menggunakan mobil, Fatih pasti minta duduk di kursi depan. Di samping sopir. Sudah tentu, seluruh tombol dipegang-pegang. Ia paling suka memutar tombol AC dan mengaktifkan radio. Celakanya, cara memutar AC seenaknya, satu saat pada posisi volume rendah tiba-tiba ke level tiga. Bahkan diputar-putar seenaknya, yang tentu saja dikhawatirkan dapat berpengaruh dan merusak tali karet AC mobil.

Satu-satunya cara untuk dapat membuat Al Fatih sedikit tenang adalah ketika menyaksikan film kartun melalui Youtube. Karena belum pandai menggunakan komputer, Fatih sering berteriak ketika film usai masa tayang. Ia pun minta diputarkan film kartun berikutnya. Kadang, film belum berakhir masa tayang, dia sudah menunjuk-nunjuk film kartun lainnya. Film yang digemari kebanyakan Ipin Upin, Ninjago dan sejenisnya.

Melihat fakta seperti itu, saya mencoba mencari tahu cerita para orang tua tentang makna unyeng-unyeng.

Bagi etnis Jawa, diyakini bahwa setiap anak lahir memiliki tanda khasnya. Tanda-tanda khas yang dimilikinya berbeda satu anak dengan anak lannya. Jelas, itu sudah merupakan Sunatullah. Sebagai pemberian Allah. Tanda itu bisa berupa warna hitam di lengan, kaki atau berupa tahi lalat. Termasuk juga unyeng-unyeng itu sebagai tanda khas pada diri seorang bayi. Konon, tanda tersebut juga mencirikan prilaku dari orang bersangkutan.

Ketika bermain, Fatih perlu pengawasan ekstra kett
Ketika bermain, Fatih perlu pengawasan ekstra kett
Foto bareng bersama anggota keluarga di Kebun Raya Bogor
Foto bareng bersama anggota keluarga di Kebun Raya Bogor
Di kalangan etnis Jawa, unyung-unyeng dua dimaknai bahawa anak tersebut petakilan, nakal dan lebih menonjol di tengah-tengah kelompok anak sepermainannya. Sedangkan unyeng-unyeng satu, dimaknai sebagai anak kalem. Bagaimana dengan unyeng-unyeng tiga, saya tak tahu karena bukan berasal dari Jawa. He he he ....

Fakta yang ada bahwa unyeng-unyeng dua dimaknai sebagai anak petakilan memang terbukti seperti yang dikatakan orang tua di kalangan etnis Jawa. Artinya, cucu saya, Al Fatih seperti itulah apa adanya yang saya ungkapkan. Jadi, bukan mitos.

Lantas, bagaimana karakter anak memiliki unyeng-unyeng dua ke depan. Apakah ketika dewasa nanti dapat berubah seiring proses pendidikan yang diterimanya. Saya, sepenuhnya menyerahkan kepada Allah, Tuhan YME. Tentu pula, sebagai kakek, terus mendoakan agar Al Fatih, sesuai dengan namanya, dapat menjadi anak saleh, bermanfaat bagi orang tua dan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun