Berbeda dengan Haji Abraham "Lulung" Lunggana, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Meski namanya dikenal di kalangan bocah atau anak pemulung di kawasan itu, namun tidak sepopuler Ahok.
Para bocah pemulung menyebutkan alasan Ahok lebih hebat, lantaran dia lebih banyak tampil di layar kaca atau televisi. "Haji Lulung juga orangnya berani, tapi Ahok lebih banyak tampil di televisi,” kata Etty, anak pemulung yang bermukim di balik bukti sampah Bantar Gebang.
Pikiran dan anak-anak berusia 8 – 14 tahun itu terekam dan makin jelas ketika rombongan alumni FH'20 Trisakti Jakarta bermain dan belajar dengan para bocah tersebut di basecamp Satu Untuk Semua.
FH’20 Trisakti hadir di tengah para bocah yang sebagian di antaranya masih mengeluarkan ingus lantaran kurang terurus kesehatannya, terlihat kumel lantaran kemiskinan yang mendera para orang tuanya, namun masih memiliki semangat untuk belajar.
Pada kesempatan itu rombongan FH’20 Trisakti yang dipimpin Ketua Panitia Dewi Umawarsih menyerahkan bantuan sembako, buku, obat-obatan dan Al-Qur’an sebagai persiapan menghadapi Ramadan.
“Ahok….Ahok… Ahok,” teriak Talib, bocah berusia 8 tahun di hadapan para tamu dari Trisakti Jakarta itu.
Talib juga tak merasa malu ketika didekati Haposan Paulus Batubara yang berperawakan gemuk dan besar. Ia memanggilnya kakak penyayang lantaran Haposan berani menggendong dan berpelukan.
Boleh jadi pada Minggu siang itu bagi bocah pemulung merupakan hari istimewa. Pasalnya, mereka dapat berkenalan dengan kakak-kakak alumni Trisakti yang memotivasi agar anak-anak di kawasan Bantar Gebang tidak takut untuk bersekolah, belajar dengan baik sehingga ke depan dapat memutus mata rantai kemiskinan yang menderanya selama ini.
Resa Aprianengsih, relawan dari Yayasan Satu Untuk Semua di Bantar Gebang menduga anak-anak sering menyebut nama Ahok karena para orang tua mereka sering membicarakan sepak terjang gubernur DKI Jakarta itu. Terlebih, Ahok sering tampil di layar kaca.
Jadi, celoteh dan cerita orang tua di kawasan kumuh itu ikut terekam di benak anak-anak.