Ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi publik, khususnya politisi dan polisi, merupakan isu yang mendesak dalam konteks pemerintahan dan pelayanan publik di Indonesia. Laporan Ipsos Global Trustworthiness Index 2024 menunjukkan bahwa 45% responden tidak mempercayai politisi, sedangkan polisi dan pejabat kabinet/kementerian masing-masing mendapat 41% ketidakpercayaan.
Angka-angka ini mencerminkan krisis kepercayaan yang serius terhadap dua profesi yang seharusnya menghadirkan keadilan dan ketertiban dalam masyarakat. Pertanyaan penting yang perlu dijawab adalah mengapa masyarakat menjadi skeptis terhadap kedua profesi ini, dan apa dampaknya terhadap kebijakan publik serta kualitas pelayanan yang ditawarkan.
Ketidakpercayaan terhadap Politisi
Politisi sering kali dianggap tidak dapat diandalkan, terutama karena skandal korupsi yang mencoreng wajah institusi ini. Janji-janji yang tidak ditepati dan perilaku oportunistik memperburuk keadaan.
Dalam teori sistem politik yang dikemukakan oleh David Easton, legitimasi politik bergantung pada kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin mereka (Easton, 2010). Ketika kepercayaan ini hilang, legitimasi politik menjadi terancam.
Ketidakpercayaan ini berdampak negatif pada partisipasi politik dan mendorong apatisme masyarakat. Pengabaian terhadap kesejahteraan masyarakat oleh politisi memicu perasaan skeptis yang mendalam.
Dalam situasi ini, bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh politisi untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat dan meningkatkan partisipasi politik sebagai elemen vital dalam demokrasi?
Ketidakpercayaan terhadap Polisi
Sebagai aparat penegak hukum, polisi seharusnya berperan sebagai pelindung keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, beragam kasus penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan kekerasan oleh oknum polisi telah merusak citra institusi ini.
Robert K. Merton dalam teorinya tentang anomie menyatakan bahwa ketidakpercayaan terhadap institusi hukum dapat menyebabkan disintegrasi sosial (Merton, 2013). Ketidakpercayaan ini menciptakan sikap enggan masyarakat untuk melaporkan kasus kejahatan atau bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Hal ini mengakibatkan penurunan efektivitas penegakan hukum dan memburuknya keamanan publik.
Pertanyaannya adalah, langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk memperbaiki citra polisi dan membangun kepercayaan masyarakat kembali? Seharusnya, banyak upaya dapat dilakukan, termasuk reformasi internal dalam kepolisian dan peningkatan hubungan dengan masyarakat.
Dampak Ketidakpercayaan terhadap Kebijakan Publik
Ketidakpercayaan terhadap politisi dan polisi memiliki dampak langsung terhadap efektivitas kebijakan publik. James Q. Wilson dalam bukunya Bureaucracy: What Government Agencies Do and Why They Do It menekankan bahwa keberhasilan kebijakan publik sangat bergantung pada dukungan dan partisipasi masyarakat (Wilson, 2015).
Ketika masyarakat meragukan kemampuan pembuat kebijakan dan penegak hukum, pelaksanaan kebijakan menjadi terhambat. Ketidakpercayaan ini juga dapat memicu penolakan terhadap kebijakan baru dan menghalangi reformasi yang diperlukan untuk kemajuan masyarakat.
Oleh karena itu, kebijakan publik perlu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengatasi ketidakpercayaan ini dan memastikan partisipasi aktif masyarakat. Apakah metode dan alat yang lebih inklusif dapat meningkatkan bentuk keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan?
Perspektif Psikologi Politik
Dalam psikologi politik, ketidakpercayaan terhadap politisi dan polisi sering kali berhubungan dengan persepsi ketidakadilan dan kurangnya transparansi. Menurut Tom R. Tyler, kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka mengenai keadilan prosedural dan distributif (Tyler, 2014).
Ketika masyarakat merasa bahwa proses pengambilan keputusan tidak adil, atau ketika hasilnya tidak merata, tingkat kepercayaan mereka akan menurun. Oleh karena itu, penting untuk mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tindakan dan kebijakan yang diambil oleh politisi dan polisi.
Bagaimana kedua profesi dapat meningkatkan mekanisme transparansi dan akuntabilitas untuk memperbaiki citra mereka dalam pandangan masyarakat?
Kesimpulan
Ketidakpercayaan yang tinggi terhadap politisi dan polisi merupakan masalah serius yang menciptakan tantangan bagi stabilitas politik dan sosial di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan kolaborasi yang kuat antara semua pihak: politisi, aparat kepolisian, dan masyarakat itu sendiri.
Prinsip dasar yang harus diterapkan adalah transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam setiap kebijakan dan tindakan yang dilakukan. Dengan langkah-langkah yang tepat, ada harapan untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat.
Namun, tantangan besar tetap ada; bagaimana kita dapat yakin bahwa upaya-upaya tersebut akan benar-benar efektif dalam memulihkan kepercayaan masyarakat kepada institusi pemerintah?
Daftar Referensi
Easton, D. (2010). A Systems Analysis of Political Life. University of Chicago Press. [Link](https://www.press.uchicago.edu/ucp/books/book/chicago/A/bo20483441.html) (akses gratis).
Merton, R. K. (2013). Social Theory and Social Structure. Free Press. [Link](https://archive.org/details/socialtheorysoc0000mert) (akses gratis).
Tyler, T. R. (2014). Why People Obey the Law. Princeton University Press. [Link](https://press.princeton.edu/books/hardcover/9780691155429/why-people-obey-the-law) (akses gratis).
Wilson, J. Q. (2015). Bureaucracy: What Government Agencies Do and Why They Do It. Basic Books. [Link](https://www.basicbooks.com/titles/james-q-wilson/bureaucracy/9780465058423/) (akses gratis).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H