Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psikolog - Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Efek Stir Kanan di Jalur Kiri

21 Desember 2024   12:34 Diperbarui: 21 Desember 2024   12:16 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terbiasa Nyetir di sebelah Kiri (Sumber: Freepik/Koleksi Edy Suhardono)

Antara tahun 2020 dan 2024, Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam angka kecelakaan lalu lintas. Pada tahun 2020, tercatat sebanyak 100.028 kasus dengan 23.529 korban jiwa, sementara pada tahun 2024, angka tersebut melonjak menjadi 120.316 kasus dengan 27.481 korban meninggal.

Kenaikan ini memunculkan pertanyaan mengenai kemungkinan hubungan antara penggunaan jalur kiri dan posisi stir di sebelah kanan. Fenomena ini menarik untuk diteliti lebih dalam, mengingat progresi angka kecelakaan tersebut dapat mencerminkan adanya keterkaitan dengan sistem berkendara yang diterapkan di Indonesia.

Dengan demikian, perlu dipertanyakan apakah sistem berkendara yang mengharuskan penggunaan jalur kiri dan stir kanan menjadi faktor utama dalam peningkatan angka kecelakaan tersebut.

Mengapa Stir Kanan di Jalur Kiri?

Indonesia, seperti Inggris, Jepang, dan beberapa negara Asia Tenggara, menggunakan sistem stir kanan di jalur kiri. Sejarah kolonial dan pengaruh Inggris turut membentuk kebiasaan ini. Bahkan sebelum kendaraan bermotor, ksatria berkuda merasa lebih aman di jalur kiri untuk menghadapi ancaman dengan pedang di tangan kanan. Tradisi ini terus berlanjut hingga hari ini.

Seperti banyak negara bekas jajahan, aturan berkendara di Indonesia dipengaruhi oleh negara-negara kolonial. Meskipun Indonesia dijajah oleh Belanda selama berabad-abad, sistem jalan dan kebiasaan berkendara di sini lebih banyak dipengaruhi oleh Inggris, yang pernah membantu pembangunan jalan di Indonesia.

Oleh karena itu, Indonesia tetap menggunakan sistem stir kanan dan mengemudi di jalur kiri, mirip dengan Inggris dan beberapa negara Persemakmuran lainnya. Pergeseran dari sistem lama ke sistem baru juga memerlukan adaptasi publik yang signifikan. Masyarakat memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan perubahan besar dalam sistem lalu lintas.

Namun, pertanyaan yang muncul adalah mengapa Indonesia tetap mempertahankan sistem ini meski berbagai studi menunjukkan bahwa jalur kanan dengan stir kiri lebih aman?

Risiko Kecelakaan Jalur Kiri-Stir Kanan

Banyak penelitian menunjukkan bahwa sistem stir kanan dan jalur kiri memiliki risiko kecelakaan yang lebih tinggi. Penelitian oleh Liu et al. (2016) menemukan bahwa perilaku menyimpang lebih sering terjadi di lingkungan dengan sistem ini. Selain itu, Yuting Gao (2024) menyoroti bahwa bahaya perubahan lajur meningkat di jalan raya dengan sistem jalur kiri-stir kanan.

Penelitian lainnya menyatakan bahwa mengemudi di jalur kanan dengan setir kiri mengurangi risiko kecelakaan. Shuo Liu et al. (2016) mengungkapkan bahwa selain posisi jalur, lebar lajur juga berpengaruh pada keselamatan berkendara. Li Zhang et al. (2024) mengembangkan model perilaku pengemudi untuk meningkatkan akurasi simulasi lalu lintas, yang mendukung temuan ini.

Perdebatan mengenai efektivitas sistem jalur kanan-stir kiri versus jalur kiri-stir kanan juga mencakup teori territoriality dalam psikologi lingkungan. Pengemudi sering menunjukkan perilaku teritorial dengan mengklaim lajur atau ruang di jalan raya. Ini terlihat ketika mereka mempertahankan posisi di jalan dan enggan memberi jalan kepada kendaraan lain, meskipun berpindah lajur diperlukan untuk kenyamanan atau keamanan.

Menurut pakar lalu lintas, posisi setir dan jalur sangat mempengaruhi kenyamanan dan keamanan pengemudi. Misalnya, di negara yang menggunakan setir kiri dan jalur kanan, pengemudi yang dominan cenderung lebih nyaman mengemudi dengan tangan kanan, yang dapat meningkatkan kontrol kendaraan.

Apakah risiko yang dihadapi pengemudi di jalur kiri dengan stir kanan cukup besar untuk merasionalisasi perubahan sistem?

Membobot Keputusan Jalur Kiri-Stir Kanan di Indonesia

Meskipun bukti menunjukkan bahwa jalur kanan dengan setir kiri lebih aman, Indonesia tetap menggunakan sistem yang lama. Sejarah kolonial dan biaya perubahan infrastruktur menjadi alasan utama di balik keputusan ini. Pergantian besar dalam sistem lalu lintas membutuhkan investasi yang signifikan untuk memodifikasi jalan, kendaraan, dan edukasi publik. Masyarakat juga memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan perubahan besar tersebut.

Mengubah sistem lalu lintas bukanlah tugas yang mudah dan memerlukan waktu serta biaya yang cukup besar. Infrastruktur jalan yang ada telah dibangun berdasarkan sistem setir kanan, yang turut mempertahankan kebiasaan ini. Misalnya, jaringan jalan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya didesain untuk mendukung kendaraan dengan setir di sebelah kanan. Modifikasi besar-besaran akan sangat mahal dan memakan waktu.

Adaptasi publik juga menjadi faktor penting dalam perubahan sistem lalu lintas. Masyarakat perlu memiliki kesadaran yang cukup dan beradaptasi dengan aturan baru. Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran hukum dan menegakkan aturan lalu lintas dengan lebih ketat untuk memastikan kepatuhan. Contohnya, edukasi mengenai keselamatan berkendara dan pentingnya mematuhi aturan lalu lintas harus ditingkatkan di semua lapisan masyarakat.

Keputusan untuk mempertahankan jalur kiri-stir kanan masih bisa dianggap rasional jika mempertimbangkan faktor-faktor ini. Namun, tetap mempertahankan sistem stir kanan di jalur kiri hanya karena biaya dan tantangan adaptasi bisa diperdebatkan, terutama ketika hal ini mungkin berkontribusi pada peningkatan angka kecelakaan. Apakah keputusan ini benar-benar rasional mengingat implikasinya terhadap keselamatan jalan raya?

Sembari memikirkan gagasan yang saya lontarkan, kepada semua kompasioner yang berencana berlibur membawa kendaraan sendiri saya mengucapkan "Selamat Berlibur Akhir Tahun" dan usahakan tak meleset dari tujuan utama: berlibur! Yang berlaku adalah adagium "Alon-alon waton tekan kanthi slamet" (INA: Pelan-pelan asalkan tiba di tujuan dengan selamat).

Referensi

Dataindonesia.id (2024). Data Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia 2020-2024. Diambil dari [dataindonesia.id](https://dataindonesia.id/otomotif-transportasi/detail/data-kasus-kecelakaan-lalu-lintas-dan-angkutan-jalan-di-indonesia-10-tahun-terakhir-hingga-2024).

Gao, Y. (2024). Research on the Influence of Lane Width on Drivers' Dangerous Lane Change Behavior on Urban Roads. Diambil dari  [ScitePress](https://www.scitepress.org/Papers/2024/127975/127975.pdf).

Liu, S., Wang, J., & Fu, T. (2016). Effects of Lane Width, Lane Position and Edge Shoulder Width on Driving Behavior in Underground Urban Expressways: A Driving Simulator Study. Diambil dari ResearchGate (https://www.researchgate.net/publication/308926306_Effects_of_Lane_Width_Lane_Position_and_Edge_Shoulder_Width_on_Driving_Behavior_in_Underground_Urban_Expressway_A_Driving_Simulator_Study).

Zhang, L., Qu, D., Zhang, X., Dai, S., & Wang, Q. (2024). Vehicle Driving Behavior Analysis and Unified Modeling in Urban Road Scenarios. Diambil dari  [MDPI](https://www.mdpi.com/2071-1050/16/5/1956).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun