Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy & Research Centre.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Yang 'Unthinkable' pada Kasus Bunuh Diri Mahasiswa ITB

22 November 2024   00:10 Diperbarui: 22 November 2024   03:47 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kasus dugaan bunuh diri mahasiswa ITB, penting pula untuk melihat melampaui sekadar tekanan hidup yang seringkali ditekankan sebagai faktor utama. Menelisik lebih dalam, ada keterkaitan erat antara habituasi individu dan pembentukan karakter yang mungkin lebih signifikan dalam menentukan respons terhadap tekanan tersebut.

Menurut Dr. David Jobes, seorang profesor psikologi klinis, keberanian untuk menghadapi tantangan hidup seringkali terkait dengan bagaimana individu mengembangkan ketahanan psikologisnya melalui pengalaman masa kecil dan remaja. 

"Banyak orang menghadapi tantangan serupa, tetapi cara mereka dibesarkan---biasa menghadapi atau menghindari masalah---bisa membuat perbedaan besar," tulisnya dalam jurnal Suicide and Life-Threatening Behavior (2019).

Karakter individu sering dipengaruhi oleh lingkungan yang membentuk kebiasaan dalam menghadapi tekanan. Dalam banyak kasus, individu yang tumbuh dalam lingkungan protektif mungkin kurang terpapar pada pengalaman menyelesaikan masalah secara mandiri, sehingga ketika menghadapi tekanan besar, mereka merasa kewalahan. 

Dr. Jonathan Singer, dalam artikelnya di American Journal of Psychiatry (2020), menyebutkan bahwa "pendidikan resilien harus menjadi bagian dari sistem pendidikan untuk mengurangi kecenderungan bunuh diri."

Sebagai perbandingan, Dr. Lisa Firestone, peneliti di bidang bunuh diri dan trauma, berpendapat bahwa di banyak kasus tekanan hidup merupakan pencetus yang signifikan---bahkan tidak terhindarkan. Dalam artikelnya di Psychiatric Clinics of North America (2021), dia menulis bahwa "meskipun banyak orang menghadapi masalah yang sama, triger emosional yang kuat bisa menjadi berbeda-beda akibat perbedaan biologis dalam menanggapi stres."

Kajian ini mengajak kita untuk tidak hanya berfokus pada tekanan hidup sebagai pencetus negatif utama, tetapi menilai sejauh mana kebiasaan dan karakter individu telah disiapkan untuk menghadapinya. 

Cara ini lebih empatik namun juga lebih mendalam dan bernuansa, memberikan kita pemahaman bahwa pencegahan harus melibatkan strategi pengembangan mental yang lebih komprehensif sejak usia dini.

Dengan demikian, upaya pencegahan selanjutnya harus lebih integratif, tidak hanya fokus pada tekanan tetapi juga pada pembinaaan karakter adaptif. Harapannya, kerentanan psikologis dapat direspon dengan lebih adaptif, mengurangi risiko keputusan tragis seperti bunuh diri. 

Dalam setiap tantangan, harus ada panduan dan dukungan yang memberi keberanian untuk merangkul hidup dan semua ketidakpastiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun