Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Assessor

Direktur IISA Assessment Consultancy & Research Centre.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Work-Life Balance Versi Gen Z

14 November 2024   22:00 Diperbarui: 14 November 2024   22:11 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam era digital yang terus berkembang, Generasi Z (Gen Z) membawa perspektif yang berbeda tentang konsep work-life balance dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka menghargai fleksibilitas, kesejahteraan mental, dan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. 

Bagaimana faktor-faktor ini memengaruhi pilihan karier mereka, dan bagaimana perusahaan dapat mendukung mereka dalam mencapai keseimbangan yang diinginkan?

Fleksibilitas dan Kesejahteraan Mental

Gen Z sangat menghargai fleksibilitas dalam jam kerja dan lokasi kerja. Menurut survei yang dilakukan oleh JakPat pada Maret 2024, sekitar 74% responden Gen Z di Indonesia mengklaim bahwa work-life balance penting untuk menjaga kesehatan mental mereka, dan 69% percaya bahwa keseimbangan ini dapat meningkatkan semangat kerja mereka. Mereka lebih memilih pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk bekerja dari mana saja dan kapan saja, serta memberikan kesempatan untuk berkembang secara pribadi dan profesional. Jacob Morgan dalam bukunya "The Future of Work" menyatakan bahwa fleksibilitas ini tidak hanya meningkatkan kepuasan kerja, tetapi juga kualitas hidup mereka.

Fleksibilitas dalam jam kerja dan lokasi kerja sangat berperan dalam meningkatkan kepuasan kerja dan kualitas hidup Gen Z. Mereka merasa lebih puas dengan pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mengatur jadwal kerja sesuai dengan kebutuhan pribadi mereka. Penelitian menunjukkan bahwa Gen Z lebih cenderung memilih pekerjaan yang menawarkan opsi kerja jarak jauh dan jam kerja yang fleksibel, karena hal ini membantu mereka mengurangi stres dan burnout, yang sering menjadi tantangan besar dalam mencapai work-life balance.

Tantangan dalam Mencapai Work-Life Balance

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Gen Z dalam mencapai work-life balance adalah batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang kabur. Teknologi yang selalu aktif membuat mereka sulit untuk memisahkan waktu kerja dan waktu pribadi. Menurut Tom Koulopoulos dan Dan Keldsen dalam bukunya "The Gen Z Effect," Gen Z lebih fokus pada kesejahteraan mental dan mencari pekerjaan yang mendukung hal ini.

Gen Z mengadopsi berbagai strategi penyesuaian untuk mengatasi tantangan ini. Mereka memanfaatkan teknologi untuk mengatur jadwal kerja dan bekerja secara fleksibel. Misalnya, banyak dari mereka menggunakan aplikasi manajemen waktu dan alat kolaborasi online untuk menjaga produktivitas tanpa mengorbankan waktu pribadi mereka. Selain itu, mereka juga lebih terbuka untuk berbicara tentang kesehatan mental dan mencari dukungan ketika diperlukan, yang menunjukkan perubahan positif dalam cara mereka memandang kesejahteraan.

Peran Perusahaan

Perusahaan memiliki peran penting dalam mendukung Gen Z dalam mencapai work-life balance. Mereka dapat memberikan fleksibilitas dalam jam kerja dan lokasi kerja, serta menyediakan dukungan kesejahteraan mental seperti akses ke konseling dan program olahraga. Menurut penelitian, perusahaan yang menawarkan program kesejahteraan yang komprehensif dan lingkungan kerja yang inklusif dapat meningkatkan kepuasan dan retensi karyawan Gen Z.

Adapun praktik terbaik untuk mendukung Gen Z adalah sebagai berikut:

  • Fleksibilitas Kerja: Perusahaan harus mempertimbangkan untuk menawarkan opsi kerja jarak jauh dan jam kerja yang fleksibel. Hal ini dapat membantu Gen Z merasa lebih memiliki kendali atas waktu mereka dan mengurangi stres.
  • Program Kesejahteraan: Menyediakan akses ke program kesehatan mental, seperti konseling dan pelatihan mindfulness, dapat membantu Gen Z mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
  • Lingkungan Kerja yang Inklusif: Menciptakan budaya perusahaan yang mendukung kesejahteraan mental dan emosional karyawan dapat meningkatkan loyalitas dan produktivitas Gen Z.
  • Pelatihan dan Pengembangan: Menawarkan peluang untuk pengembangan profesional dan pelatihan dapat membantu Gen Z merasa dihargai dan termotivasi dalam pekerjaan mereka.

Kesimpulan

Generasi Z memimpikan work-life balance yang lebih baik karena mereka menghargai fleksibilitas dan kesejahteraan mental. Dengan tantangan yang mereka hadapi dalam memisahkan pekerjaan dan kehidupan pribadi, penting bagi perusahaan untuk beradaptasi dan menyediakan dukungan yang diperlukan. Dengan menerapkan praktik terbaik dalam mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, perusahaan tidak hanya akan menarik talenta Gen Z, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan harmonis.

Sumber Bacaan:

Fischer, J. (2019). The Role of Self-Disclosure in Mental Health.

Grebstad, M. C. (2022). Talent acquisition: becoming an employer of choice for gen Z. Toronto: Canadian Forces College, Minister of National Defence.

JakPat. (2024). Leading reasons to prioritize work-life balance among Generation Z in Indonesia. Statista.

Koulopoulos, T., & Keldsen, D. (2016). The Gen Z Effect.

Morgan, J. (2020). The Future of Work.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun