Mohon tunggu...
ET
ET Mohon Tunggu... Konsultan - BM

Terkadang orang hanya melihat tanpa memerhatikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pasca Rekonsiliasi

16 Juli 2019   08:44 Diperbarui: 16 Juli 2019   13:25 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rekonsiliasi. Sebuah kata yang saat ini selalu menghiasi dinding pemberitaan dan menjadi judul maupun thema dari berbagai diskusi publik baik yang diselenggarakan media elektronik seperti televisi, radio maupun melalui media sosial. Ada yang setuju dengan langkah tersebut dan ada yang tidak sependapat.

 Pihak yang setuju mengatakan bahwa rekonsiliasi menjadi langkah yang sangat penting untuk memperbaiki hubungan masyarakat yang beberapa bulan ini terpisah akibat perbedaan padangan politik. 

Sedangkan pihak yang tidak setuju dengan langkah ini mengatakan bahwa tidak perlu rekonsiliasi karena memang tidak terjadi apa-apa yaitu tidak terpisahnya masyarakat karena perbedaan pandangan politik seperti yang dikatakan pihak yang setuju dengan rekonsiliasi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menuliskan pengertian rekonsiliasi yaitu sebagai perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula, perbuatan menyelesaikan perbedaan. Memperhatikan pengertian tersebut, rekonsiliasi lahir dari terdapatnya hubungan dekat yang dapat dikatakan sebagai sehabat antara 2 (dua) pihak atau lebih. 

Hubungan tersebut kemudian menjadi terpisahkan akibat dari timbulnya perbedaan antara pihak-pihak tersebut. Masih berdasarkan pengertian tersebut, setelah terpisahkan kemudian ada keinginan salah satu pihak untuk kembali memperbaiki hubungan.  

Sejarah mencatat terdapat beberapa tindakan rekonsiliasi yang terjadi. Di Indonesia salah satu tindakan rekonsiliasi adalah antara pihak pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 

Rekonsiliasi ini mengakhiri tragedi bersenjata yang terjadi bertahun-tahun di Aceh. Sebuah tragedi yang menewaskan banyak orang dan  mengakibatkan kerugian materil maupun inmateril untuk kedua belah pihak. 

Rekonsiliasi ini kemudian melahirkan Memorandum Of Understanding (MOU) perihal perjanjian damai antara kedua belah pihak. Indonesia diwakili oleh wakil presiden saat itu Jusuf Kalla dan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) oleh Malik Mahmud Al Haytar. 

Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Berdasarkan sejarah yang telah terjadi dan melihat wacana rekonsiliasi yang saat ini sedang menjadi pusat perhatian masyarakat di Indonesia, maka kita perlu memerhatikan yaitu apa yang menjadi dasar lahirnya wacana rekonsiliasi dan apakah rekonsiliasi tersebut menjadi hal yang mendesak (urgent) untuk dilaksanakan saat ini.

Wacana rekonsiliasi saat ini lahir yaitu setelah diselenggarakan dan diumumkan hasil dari pemilu 2019. Hasil pemilu tersebut telah melewati beberapa tahap penting yaitu meliputi tahap pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), tahap penghitungan suara, tahap penyelesaian sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi sampai dengan yang terakhir tahap pengumuman pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Setiap tahap-tahap tersebut selalu menjadi bahan pembicaraan dan perdebatan antara masyarakat dan antara elite politik pada segala media elektronik serta media sosial.

Rekonsiliasi ini dikemukakan oleh beberapa pihak-pihak di Indonesia. Pihak-pihak tersebut melihat dan memerhatikan dampak yang lahir dari pemilu 2019 ini. 

Dimana dalam pemilu kali ini sangat terasa pergejolakan, benturan yang hebat dengan tensi tinggi nan panas terjadi antara pelaku/elite politik pengusung capres dan cawapres. 

Hal ini kemudian menjalar kepada masyarakat para pendukung dan simpatisannya. Berbagai pujian dan sindiran saling bertukar hilir mudik antara 2 (dua) kubu tersebut bersamaan dengan pengiringan opini untuk menjatuhkan pasangan lain sehingga menggerus suara pemilih mereka. 

Perdebatan serta sindiran tersebut sampai kedalam tahap yang menyingggung hal-hal prinsipal seperti latar belakang keluarga, agama, suku, ras, kepribadian, dll.

 Antara berita benar dengan berita tidak benar (hoax) tidak dapat dibedakan dan sangat tipis perbedaannya sehingga masyarakat tidak dengan mudah membedakan hal tersebut.  

Pertemuan antara 2 (dua) tokoh nasional yang merupakan calon presiden dalam pemilu 2019 menjadi momentum yang sangat dinantikan oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. 

Berbagai asumsi maupun pendapat beredar perihal bagaimana mekanisme, waktu dan tempat pertemuan rekonsiliasi tersebut akan diselenggarakan. 

Berbagai tokoh elite politik yang merupakan juru bicara dari kedua calon presiden maupun pemerhati politik dari kalangan akademisi bahkan masyarakat umum saling mengeluarkan pendapat baik kritik maupun saran perihal kemungkinan demi kemungkinan yang terjadi berhubungan dengan rekonsiliasi. Media elektronik dan media sosial penuh dengan dinamika pembicaraan serta perdebatan perihal rekonsiliasi kedua tokoh nasional ini. 

Penantian rekonsiliasi yang dinanti akhirnya mencapai puncaknya. Tanggal 13 Juli 2019 menjadi tanggal bersejarah ketika kedua tokoh nasional yang memiliki simpatisan dan pendukung luar biasa di Indonesia akhirnya untuk pertama kalinya berjumpa bertatap muka pasca pemilu 2019. Pertemuan tersebut terwujud dan terjadi di sarana transportasi terbaru yaitu MRT Jakarta.

 Sebuah pertemuan bersejarah penuh dengan rasa keakraban melalui saling bertemu bertatap wajah, tangan bersalaman, berpelukan dan saling mengeluarkan tawa sumringah satu dengan yang lainnya. 

Kedua tokoh tersebut mengeluarkan pernyataan atau statement yang pada intinya tidak ada lagi 2 (dua) kubu dan yang ada sekarang adalah persatuan serta kesatuan Indonesia. 

Pertemuan diakhiri dengan makan bersama kedua tokoh nasional tersebut dengan makanan-makanan khas Indonesia serta berlatar belakang sebuah gambar seni asli Indonesia yaitu perwayangan.

Rekonsiliasi sudah terjadi, 2 (dua) tokoh nasional telah mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi 2 (dua) kubu. Kini pertanyaan baru menjadi timbul kepermukaan yaitu apakah para pendukung atau simpatisan dari 2 (dua) tokoh nasional akan bersatu mengikuti langkah tokoh panutan mereka yang setelah hampir lebih dari 6 (enam) bulan berseteru. 

Waktu yang lama tersebut tentu saja meninggalkan kesan, pesan dan bekas yang tidak mudah akan terhapuskan dalam waktu dekat. Masyarakat sudah terlanjur terbagi menjadi 2 (dua) kubu yang tentunya saja mengakibatkan terpisahnya persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya di dalam masyarakat.

Peran 2 (dua) tokoh nasional yang telah melaksanakan pertemuan rekonsiliasi tersebut sangat penting dan sentral dalam menentukan dan mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia. 2 (dua) tokoh nasional harus mampu meyakinkan pendukung atau simpatisannya bahwa persatuan dan kesatuan adalah hal yang sangat penting di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. 2 (dua) tokoh nasional tersebut harus mampu menutup sekat-sekat atau kubu demi kubu yang sudah terlajur lahir dan berada di dalam masyarakat akibat dinamika pemilihan umum (pemilu) 2019.

 Mempersatukan 2 (dua) kubu masyarakat tersebut menjadi suatu hal yang penting serta segera harus dilaksanakan karena mempertaruhkan masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Penyair dari Suriah pada abad 85 SM -43 SM bernama Publilius Syrus mengatakan bahwa dimana ada persatuan, disitu selalu ada kemenangan. Perkataan tersebut sesuai dengan harapan serta tujuan dari 2 (dua) tokoh nasional yang berkompetisi menjadi calon presiden di Indonesia. Kedua tokot nasional tersebut dalam kampanyenya sama-sama menginginkan kemenangan Indonesia. 

Suatu kemenangan yang mampu melahirkan kesejahteraan, keamanan, ketentraman dan kenyamanan untuk seluruh rakyat Indonesia. Persatuan Indonesia tidak boleh terbelah-belah karena perbedaan pandangan politik dan perbedaan suku, ras dan agama.  

Salah satu tokoh proklamasi dan pendiri negara Indonesia yaitu Mohammad Hatta mengatakan bahwa"Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. 

Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian pulau di peta". Persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) adalah hasil akhir dari sebuah tujuan rekonsiliasi yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun