Mohon tunggu...
Edy Siswanto
Edy Siswanto Mohon Tunggu... Guru - Doktor Bidang Manajemen Kependidikan dan Ketua Umum Perkumpulan Pendidik Vokasi Indonesia-Ikatan Guru Vokasi Indonesia Maju (PPVI-IGVIM)

Penulis, dan pemerhati politik pendidikan. Pembelajar, berkelana mencari ilmu dan dakwah membangun generasi khairu ummah..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Ndeso Meraih Gelar Doktor

20 Februari 2024   08:43 Diperbarui: 20 Februari 2024   08:53 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya "Guru Ndeso", "bermental juara, bekerja keras, pantang menyerah meraih cita-cita". Nama saya Dr. Edy Siswanto, S.Pd., M.Pd. sehari-hari mengajar di SMK Negeri 4 Kendal. Tercatat sebagai guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Satu-satunya guru SMK di Jawa Tengah, yang bergelar Doktor Bidang Manajemen Kependidikan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES).

Apa menariknya punya gelar Doktor? Apalagi sebagai guru biasa?, demikian pertanyaan dari teman saya. Saya jawab : "Memenuhi harapan orang tua, ketika masih hidup". Beliau pernah bilang : "Tuntutlah ilmu setinggi langit", "jika kamu jatuh, masih tinggi jatuhnya". Ibu saya pernah bilang : "Kalau serius mau jadi guru atau dosen, ya harus serius belajar. Kejarlah pendidikanmu setinggi mungkin". "Sekolahlah sampai Doktor". Sekalipun orang tua saya sebenarnya tidak tahu apa sih Doktor itu.

Saya lahir dari keluarga "wong ndeso pas-pasan". Saat jadi guru dibilang : "Guru Ndeso". Kedua orang tua saya, SD saja tak sampai lulus. Saya bangga kepada mereka berdua (alm), semoga pengorbanan dan dedikasinya diterima disisi Allah SWT. Diberikan lapang kuburnya. Jannatun Na'im menantinya. Sebagai seorang petani di desa, sangat mendukung pendidikan anak-anaknya. Walaupun beliau orang yang jauh dari berkelimpahan harta, bisa dikata "kekurangan".

Namun alhamdulillah orang tua dengan segala kekurangannya mempunyai tekad yang kuat. Bagaimana caranya agar bisa menguliahkan anak-anaknya sampai sarjana. Saya anak ke-empat dari empat. Kakak pertama hanya lulus SMP, kedua hanya lulus SD, karena tidak mau sekolah, dan tidak ada biaya untuk sekolah. Baru kakak saya nomor tiga lulus sarjana. Di desa (sekarang Kelurahan Petarukan), Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang. Lulusan sarjana S1 saja sudah bangga bukan main. Bisa dihitung dengan jari di desa saya saat itu. Apalagi sampai S2 sungguh luar biasa sekali. S3 tidak ada bayangan sedikitpun.

Ft Doc. Pribadi
Ft Doc. Pribadi

Sungguh berat punya gelar Doktor. Bukan melemahkan yang akan lanjut S3. Karena perlu waktu, tenaga, dan biaya yang tak sedikit. Bisa membagi waktu antara bekerja, dan menyelesaikan studi dengan jadwal yang padat. Konsekwensi dari gelar Doktor jauh lebih berat. Dituntut punya kontribusi luar biasa terhadap permasalahan kehidupan, utamanya bidang keilmuan yang digelutinya. Bukan hanya sekedar gelar Doktor, tapi miskin gagasan, inovasi, dan kreasi. Doktor harus mampu mempertanggungjawabkan keilmuannya ditengah masyarakat sesuai bidang kepakarannya.

Banyak orang mengejar gelar Doktor, tak sedikit yang berhenti alias "gagal" ditengah jalan. Seorang dosen yang notabene dituntut sampai S3, belum tentu bisa meraihnya. Tak sedikit pencari gelar Doktor dengan jalan pintas, entah kuliah pada kampus abal-abal, menawarkan gelar Doktor tak bertanggung jawab. Pun demikian, masih ada bahkan marak, Kampus pemberi "gelar Doktor Honoris Causa", hanya karena pejabat atau tokoh penting. Dengan mudahnya memperoleh gelar Doktor. Terkadang dirasa "mencederai" umat dan insan akademik, yang dengan susah payah memperoleh gelar Doktor. Tak semudah membalikan telapak tangan.

Perjuangan banting tulang, berpeluh kesah, susah payah membagi waktu untuk bisa kuliah dan mengerjakan tugas-tugas yang tak ringan. bagaimana membagi waktu kuliah, urusan anak dan keluarga. Tak jarang yang kemudian sampai "runtuh keluarga" karena masalah "dapur" yang tak bisa diatur. Belum tuntutan harus publish pada jurnal internasional. Pengorbanan penuh "darah", cucuran "keringat" dan "air mata". Jika perlu hutang sana-sini demi selesainya pendidikan Doktor. 

Bagi saya seorang guru biasa dengan istri dan tiga orang anak yang masih sekolah semua. Anak pertama kelas X SMA disebuah Pondok Pesantren Boarding School di Magelang. Anak kedua kelas 6, dan ketiga kelas 4 SD, disebuah SD Islam Terpadu di Kendal. Bukan perkara mudah. Sering kali merasa kurang mesti hemat sana-sini. Bahkan jatah bisa "sering berkurang". Adalah sebuah perjuangan yang luar biasa demi menggapai asa, motivasi bagi semua, contoh bagi anak-anak kelak bahwa dengan perjuangan segala asa bisa terlaksana, segala harapan bisa dalam capaian.

Ft Doc. Pribadi
Ft Doc. Pribadi

Berawal dari adanya covid-19 tahun 2020. Pembelajaran dilaksanakan secara daring. Waktu luang, saya manfaatkan mengikuti kursus online dari TOEFL, sebagai persiapan studi S3, kursus IT (Microfosft Team, Google Master). Inilah kesempatan melanjutkan studi S3, yang lama saya impikan. Ada informasi saat itu diperkirakan pandemi Covid-19, sampai tiga tahun kemudian, dengan situasi tak menentu, tak bisa diprediksi. Bertambah semangat untuk mendaftar di Program Studi Doktor Manajemen Kependidikan UNNES.

Alhamdulillah saya diterima di Program Studi Manajemen Kependidkkan S3. Bulan September 2020, saya memulai kuliah. Perkuliahan tatap muka berjalan selama tiga semester. Tiga semester lagi menyusun Disertasi. Diakhir semester satu, saya berhasil Ujian Proposal Disertasi. Memulai penelitian dengan topik "TEFA", sedang ramai diterapkan di SMK. Namun TEFA dalam perkembangan berikutnya ada peramasalahan. Dibuktikan dengan kinerja TEFA, yang tidak sesuai pengelola TEFA di SMK. Ujian kualifikasi diakhir semester tiga alhamdulilah berjalan lancar. Banyak masukan ahli, praktisi dan pakar dalam perbaikan hasil penelitian dari empat SMK yang saya ambil dan terapkan uji coba dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, pada dua SMK TEFA di Kabupaten Kendal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun