Disini menjadi tantangan SMK jika tidak dirubah mindsetnya dari sekarang. Percuma saja jika ada bantuan namun tidak bisa mengembangakan bantuan tersebut. Hanya tinggal gedung dan peralatan saja. Tanpa ada perkembangan yang berarti. Pihaknya tidak senang jika hanya prosedur administrasi tanpa ada peningkatan output yang menggembirakan.
Baca juga: Pendidikan, Riset, dan Kemajuan Bangsa
Dirjen vokasi sudah menyiapkan setidaknya lima jurus untuk menyambut proses otomatisasi itu. Pertama, mendorong kemajuan institusi pendidikan vokasi melalui Strategi Link and Match (Vokasi dengan Industri & Dunia Kerja). Kedua, Kurikulum disusun bersama berbasis Industri, banyak expert industri wajib dihadirkan mengajar di SMK.Â
Ketiga, ada sertifikasi kompetensi bersama. Keempat, program magang siswa minimal satu semester. Kelima, ada komitmen bersama dalam penyerapan lulusan SMK dari industri. Ini membutuhkan benar-benar SMK bisa apa dalam memenuhi kebutuhan dunia industri. Istilahnya industri butuh pecel ya siapkan pecel yang sesuai kebutuhan indusri.Â
Namun disebutkan Wikan, lebih penting adalah merubah mindset dan perilaku besar pola pikir guru dan kepala sekolah di SMK. Ini berat dan harus komitmen dikerjakan bersama. Akan ada khusus pelatihan pengembangan pola pikir kepala SMK dan dekan vokasi di perguruan tinggi terlebih dahulu. Mindsetnya yang perlu dirubah.Â
"Tantangan terbesar adalah merubah mindset pada guru secara massive, agar mampu mengembangkan link and match menjadi implementasi kurikulum baru," Pasalnya, pola pikir yang masih terjebak zona nyaman tidak akan menghasilkan terobosan pendidikan yang sejalan dengan industri.
Baca juga: Pembaharuan dalam Mengatasi Permasalahan Pendidikan Indonesia
Lebih lanjut Dirjen Wikan mengatakan, melalui kurikulum baru hasil kerjasama dengan industri, pendidikan vokasi akan lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan lapangan pekerjaan seiring digitalisasi.
"Kurikulum baru ini akan lebih menyeimbangkan hard dan soft skill, tidak lagi terlalu fokus pada hard skills. Soft skills dan pembentukan karakter menjadi fokus dalam kurikulum dan proses pembelajaran," jelasnya.
"Kalau dana pengembangan vokasi jatuh ke tangan SDM vokasi yang berkarakter zona nyaman, rutinas begitu-begitu saja, maka maksimal hanya akan menghasilkan gedung dan alat laboratorium baru. Namun lulusannya tidak matching dengan kebutuhan industri dan dunia kerja," katanya.