Foto: Dok. Relawan Pemantau Hutan Kalimantan
Â
sumber: roadsideamierica.com
Â
Bukan suatu kebetulan bila melihat grafik ekspor Bauksit pada triwulan III tahun 2013 di atas, baik di provinsi Kalimantan Barat maupun Provinsi Kepulauan Riau. Angka yang tercatat adalah angka ekspor tertinggi sepanjang sejarah ekspor bauksit dari kedua provinsi tersebut.
Seperti juga telah dijelaskan sekilas pada penjelasan grafik, hal ini terjadi akibat pengusaha yang memegang IUP (ijin Usaha Pertambangan) dalam hal ini pengusaha legal, maupun yang tidak memiliki IUP, yaitu pengusaha illegal memanfaatkan kesempatan menjelang berakhirnya masa waktu bagi pengusaha untuk melakukan penambangan bijih bauksit apabila tidak dilakukan peningkatan nilai tambah terhadap barang tambang tersebut yaitu pada Januari 2014. Hal ini sesuai dengan yang telah digariskan pada Pasal 102 dan Pasal 103 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan dikuatkan Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 tanggal 12 Januari 2014 tentang pelarangan ekspor mineral mentah.
Dapat dibayangkan, kondisi yang terjadi pada triwulan III tahun 2014 di kedua provinsi di atas. Semua pengusaha, baik legal maupun yang illegal secara membabi buta melakukan penggalian bahan baku bauksit di seluruh daerah tambang. Mereka melakukan penggalian dengan rakusnya, seperti tidak akan ada lagi waktunya hari esok untuk menggali.
Hal ini nyata sekali menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah di kedua provinsi tersebut.
Perhatikan gambar kerusakan lingkungan di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau dan Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat di atas.Â
Hal ini tidak seharusnya terjadi karena jelas tercantum pada bagian kedua Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 95, 96, 97, 98, 99 dan 100.  Disebutkan bahwa semua pengusaha pertambangan wajib mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan (pasal 95 ayat e), pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pasca tambang (psal 96 ayat c).