Pernahkah anda berada dalam situasi dimana ada seseorang atau beberapa orang mengancam anda dengan menggunakan senjata tajam atau senjata api dan meminta anda untuk menyerahkan uang tunai atau barang-barang berharga yang anda miliki?
Atau situasi dimana tanpa disadari, anda sudah kehilangan dompet saat berada di angkutan umum atau di tempat umum yang sedang sangat ramai dikunjungi.
Yang sangat menyakitkan adalah saat anda berada dalam kedua situasi di atas, saat itu, anda sedang memiliki uang tunai dalam jumlah yang lumayan banyak dari biasanya. Kalau orang medan bilang “alamak, sial kali lah aku“.
Saya yakin, bila dilakukan survey wawancara terhadap pelaku begal, perampokan, copet, atau apapun istilah lainnya yang menggambarkan tindakan kejahatan untuk mengambil barang yang bukan haknya atau bahkan koruptor sekalipun, mereka pasti setuju apabila uang tunai atau cash adalah hal yang mereka sukai dan menjadi pilihan utama untuk diambil. Apabila dalam bentuk angka, 99,99 % dari pelaku pasti akan memilih uang tunai karena lebih gampang digunakan dan resiko terlacak lebih sedikit dan hanya 0,01% yang memilih hal lainnya. Untuk yang memilih 0,01% itupun memilih lari karena yang hendak di rampok ternyata adalah mertua sendiri.
Perampok yang mengancam akan mengajukan keluhan resmi karena bank yang mau dirampoknya tidak memiliki dana tunai
Hal di atas diamini oleh Joseph Goetz, seorang lelaki berusia 48 tahun, mantan petugas polisi di daerah Maryland, Amerika Serikat.
Pada tanggal 13 November 2008, ia mencoba untuk merampok sebuah kantor cabang Bank Susquehanna yang terletak di kota Springettsbury Township, Amerika Serikat.
Pada pukul 9:10, dia masuk dan mencoba untuk merampok bank tersebut. Kantor bank tersebut memiliki tiga teller. Saat berada di teller pertama,teller tersebut langsung pingsan kerena ketakutan. Saat berada di teller kedua dan ketiga, kedua teller tersebut tidak memberikan uang kepadanya karena, menurut polisi yang menangani kasus ini, keduanya memiliki laci kas kosong karena bank baru saja dibuka untuk hari itu.
Sebelum keluar dengan tangan hampa Joseph Goetz mengancam untuk mengajukan surat keluhan resmi karena mengetahui bahwa Bank Susquehanna di Springettsbury Township yang ingin dirampoknya tersebut tidak memiliki dana tunai. Dia melarikan diri sambil berteriak bahwa dia akan melaporkan ketidakadaan dana tunai di bank tersebut dalam sebuah keluhan resmi kepada pihak berwenang.
Seorang nasabah bank yang baru saja menggunakan layanan Drive-Thru di bank tersebut kemudian mengikuti mobil Goetz serta melaporkannya ke polisi. Akhirnya, perampok tersebut berhasil tertangkap setelah sebelumnya dalam rekam jejak polisi, dia telah berhasil merampok uang tunai di 6 bank berbeda di waktu dan tempat yang berbeda.
sumber: www.yorkdispatch.com/ci_13626348 dan www.upi.com/Odd_News/2008/11/14/Holdup_suspect_complained_bank_had_no_cash/UPI-80071226685394/
Uang Tunai itu Mahal
Alat pembayaran tunai di Indonesia, uang kartal (logam dan kertas) masih memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat modren seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal memang cenderung lebih kecil dibanding uang giral.
Peredaran Uang tunai dan biaya yang ditimbulkan
Uang Beredar dapat didefinisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2).
M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro berdenominasi Rupiah), sedangkan M2 meliputi total keseluruhan M1, uang kuasi, dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun.
Uang Kuasi merupakan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terdiri dari Simpanan Berjangka dan Tabungan (rupiah dan valas) serta Simpanan Giro Valuta Asing .
DPK merupakan simpanan pihak ketiga pada Bank Umum dan BPR, yang terdiri dari Giro, Tabungan dan Simpanan Berjangka dalam Rupiah dan Valas.
Salah satu unsur uang yang beredar sempit (M1) adalah uang kartal. Keberadaan uang kertas dan uang logam yang disebut dengan uang kartal tersebut masih sangat memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Uang kartal masih merupakan alat pembayaran yang efisien khususnya untuk transaksi yang bersifat retail dan bernilai nominal relatif kecil.
Uang kartal di Indonesia dikenal dengan sebutan Rupiah. Bank Indonesia senantiasa memantau dan menghitung jumlah uang Rupiah yang berada di masyarakat dan perbankan atau dikenal dengan istilah jumlah uang kartal yang beredar. Dari sisi moneter, pemantauan tersebut ditujukan untuk menjaga kecukupan likuiditas perekonomian, sedangkan secara fisik pemantauan dilakukan untuk menjaga kecukupan uang Rupiah sesuai dengan kebutuhan transaksi masyarakat.
Jumlah uang kartal yang diedarkan merupakan hasil perhitungan uang kertas dan uang logam yang dicetak dikurangi dengan jumlah persediaan uang yang berada di Bank Indonesia, uang yang dicabut dan ditarik dari peredaran, serta uang yang digunakan untuk penelitian BI. Uang kartal yang diedarkan tersebut meliputi uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan.
Berikut ditampilkan jumlah uang kartal yang beredar hingga bulan April 2015
INDIKATOR PENGEDARAN UANG / INDICATORS OF CURRENCY IN CIRCULLATION Uang Kartal yang Diedarkan / Currency in Circulation
dalam Rp. Triliun / in Billion IDR
Berapa biaya yang diperlukan untuk mencetak uang setiap tahunnya ?
Bank Indonesia (BI) mengaku, untuk mencetak uang kartal dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto, untuk mencetak uang sebanyak 8,3 miliar lembar dibutuhkan biaya sekitar Rp 3,5 triliun. Sedangkan jumlah biaya tersebut yang mencapai Rp 3,5 triliun, sudah termasuk biaya distribusi uang dan biaya cetak uang.
“Biayanya itu besar sampai Rp3,5 triliun termasuk distribusinya. Tapi BI tidak pernah ada biaya apa-apa jika masyarakat ingin menukar uang. Rp 3,5T itu untuk cetak sekitar 7,9 sampai 8,3 miliar lembar uang,” ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Rabu, 4 Februari 2015.
Sementara untuk mencetak uang dari segi nominal pecahannya, lanjut Eko, biayanya berbeda-beda. Dia menjelaskan, biaya paling mahal untuk mencetak uang yakni pecahan Rp100 ribu. Jumlah biaya itu untuk cetak uang pecahan 100 ribu kurang dari Rp 100 ribu, lebih murah,” tukas Eko
sumber : www.infobanknews.com/2015/02/wow-cetak-uang-kartal-dibutuhkan-biaya-rp35-triliun/
Dari data indikator pengedaran uang di atas, bila diambil data di bulan April 2015, maka apabila diolah diperoleh data sebagai berikut :
sumber :www.tribunnews.com/regional/2013/12/23/apbd-kota-bandung-rp-3-m-untuk-tebus-ijazah-yang-ditahan
Uang Non Tunai Jauh Lebih Murah
Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, definisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic transfer. Uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan uang giral.
Uang giral yang disebutkan di atas adalah nama lain dari uang non tunai. Berikut data peredaran uang non tunai dalam bentuk kartu (APMK) yang diperoleh dari Bank Indonesia.
selain APMK di atas, ada uang uang non tunai dalam bentuk uang elektronik beredar yang dibedakan dengan APMK sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Bila seluruh jumlah uang elektronik dan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) yang telah beredar hingga bulan Maret 2015 ditotal, maka diperoleh sebesar 163.961.134 kartu yang telah diterbitkan oleh penerbit kartu. Dengan perkiraan biaya modal pembuatan kartu adalah sekitar Rp. 5.000,- (perkiraan biaya kartu ditempat penulis bekerja), maka diperoleh biaya total keseluruhan yang telah dikeluarkan untuk sekitar 164 juta kartu adalah sebesar Rp. 819,8 Miliar dengan nilai nominal transaksi seperti di bawah ini.
dan
serta
Yang apabila ditotal seluruh nominal transaksinya pada tahun 2014 adalah sebesar Rp.4,7 kuadriliun (10 pangkat 15)
Hingga kesimpulannya adalah :
- Jumlah uang tunai (baik kertas maupun logam) yang beredar hingga bulan April 2015 adalah sebesar Rp. 480 triliun. Biaya yang dikeluarkan pemerintah adalah sebesar Rp. 6 triliun.
- Dengan uang non tunai, transaksi yang terjadi hingga akhir tahun 2014 adalah sebesar Rp. 4,7 kuadriliun, sedangkan biaya yang dikeluarkan hingga bulan Maret 2015 hanya sebesar Rp. 819 miliar.
- Semakin sedikit peredaran uang tunai, semakin besar pemerintah dapat mengalokasikan biaya kepada sektor lain.
Non Tunai Meningkatkan Pertumbuhan Perekonomian
Negara Kenya Pada Kenya-taannya
Kenya atau Republik Kenya atau Jumhuriye Kenya adalah sebuah negara yang terletak di kawasan Afrika Timur yang berbatasan langsung dengan Ethiopia di sebelah utara, Somalia di sebelah timur dan timur laut, Tanzania di selatan, Uganda di barat, Sudan Selatan di barat laut serta dibatasi Samudera Hindia di bagian tenggara. Luas daerah Kenya meliputi 581.309 km2, dengan populasi penduduk mendekati 45 juta jiwa pada Juli 2014.
Sumber :www.wikipedia.org
Dengan sedikit penjelasan di atas, apa yang terlintas dalam benak para pembaca tentang Negara Kenya? Negara yang berbatasan langsung dengan Ethiopia, dan Somalia, Negara-negara miskin dari belahan Afrika. Bloomberg menyebutkan, bahwa Kenya termasuk Negara miskin dengan 40% penduduknya berada di bawah garis kemiskinan.
Saya tampilkan tabel GDP (Gross Domestic Product) per Capita atau Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita atau pendapatan per kapita seluruh dunia di bawah ini.
Negara yang saya beri tanda merah adalah negara Kenya beserta para tetangga yang berbatasan langsung dengannya. Urutan ranking adalah berdasarkan negara dengan pendapatan per kapita yang paling rendah di urutan pertama dan seterusnya.
Pada tahun 2013, Kenya berada pada urutan ke 39 negara miskin di dunia dengan pendapatan per kapita sebesar USD 1.245,51. Bandingkan dengan posisi Indonesia pada tahun yang sama berdasarkan data world bank di atas yaitu berada pada urutan ke 75 dengan pendapatan per kapita sebesar USD 3.475,25 (hampir 3 kali lipat pendapatan per kapita Kenya).
Saya sangat yakin, dalam benak pembaca terlintas gambaran sebuah Negara yang kumuh dengan birokrasi pemerintahan yang buruk dan peperangan terjadi di mana-mana.
Baiklah saya berikan tambahan gambar di bawah ini untuk lebih memperjelas dan menambah keyakinan anda tersebut.
Kelihatan kumuh ?
Mungkin benar, gambar di atas adalah gambar kehidupan keseharian masyarakat di Kenya. Gambar di atas menjelaskan banyak hal, namun penjelasan saya selanjutnya akan memutarbalikkan seluruh keyakinan anda sebelumnya.
Di seluruh pelosok Kenya banyak ditemukan loket-loket kecil seperti pada gambar di atas dikarenakan kehidupan masyarakat Kenya saat ini tidak bisa lepas dari teknologi telepon selular (hand phone) sama seperti di Indonesia.
Lalu, dimana istimewanya ?
Kenya dan teknologi Mobile Money
Sama seperti Telkomsel di Indonesia yang telah mengeluarkan produk T-cash sejak tahun 2007, di negara Kenya, produk dengan nama M-Pesa (M untuk Mobile dan pesa untuk uang dalam bahasa Swahili, bahasa nasional Kenya) adalah produk sejenis dengan T-Cash, juga telah mulai diperkenalkan sejak tahun 2007.
sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/M-Pesa#cite_note-MIT-4
Namun dua produk sejenis memiliki nasib yang berbeda.
Andi Kartiko Utomo selaku VP Digital Payment & Banking Telkomsel pada bulan April 2014 mengatakan, "T-Cash hingga saat ini masih ada dan bertumbuh dengan cukup baik. Jumlah penggunanya saat ini sekitar 15 juta pelanggan Telkomsel yang memanfaatkan layanan T-Cash." Regulasi terkait e-Money sendiri telah ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money).
Dengan pelanggan hanya sekitar 15 Juta dari 250 juta lebih penduduk Indonesia, maka kesimpulannya T-Cash hanya memperoleh share penjualan kurang lebih 6 %. Bila yang dijadikan alasan adalah kondisi geografis Negara Indonesia yang memiliki banyak kepulauan sehingga sulit dijangkau, maka bila kita memakai asumsi bahwa pelanggan T-cash yang berjumlah 15 juta tersebut seluruhnya berada di pulau Jawa yang memiliki kurang lebih 125 juta penduduk,maka diperoleh share penjualan adalah sebesar kurang lebih 12%.
sedangkan
M-Pesa, sejak peluncurannya pada tahun 2007 telah menyebar dengan sangat cepat, sehingga pada tahun 2010 telah menjadi layanan ponsel berbasis keuangan paling sukses yang ada di negara berkembang. Pada tahun 2012, hanya dalam waktu lima tahun sejak peluncurannya, sekitar 17 juta pelanggan M-Pesa telah terdaftar di Kenya dan menjadi 19 juta pada tahun 2013 lalu meningkat menjadi 26,2 juta pelanggan pelanggan pada pertengahan 2014. Layanan ini telah mendapat apresiasi yang tinggi dari masyarakat Kenya karena memberikan akses belasan jutaan orang di seluruh Kenya kepada sistem keuangan formal dan sekaligus mengurangi kejahatan di masyarakat yang diakibatkan pemakaian tunai.
Selain kesuksesan M-pesa yang menjangkau layanan terhadap puluhan juta pelanggan dari total lebih 44 juta penduduk Kenya, ternyata hasil survey juga menyebutkan bahwa lebih dari dua pertiga populasi orang dewasa menggunakan M-pesa, dan ini yang menakjubkan, bahwa seperempat dari perekonomian negara Kenya, mengalir melalui layanan Mobile Money.
Bagaimana menurut pendapat anda? Bayangan kumuh dan masyarakat terbelakang pastinya tergantikan dengan gambaran masyarakat yang maju dalam cara berfikir serta penggunaan teknologi. Mereka tidak perlu lagi terlalu banyak menggunakan uang tunai. Seorang petani di Kenya cukup melakukan beberapa kali sentuhan pada ponsel yang dimilikinya untuk mengirimkan uang kepada anaknya yang kuliah di Nairobi.
Tunggu, masih belum cukup itu saja
Kenya dan teknologi Non Tunai Transportasi
Anda perhatikan gambar-gambar di atas, begitulah kondisi transportasi umum di Kenya. Dari gambar yang ditampilkan di atas, sekilas dapat dilihat gambaran keadaan transportasi umum di sana, ternyata tidak jauh berbeda dengan kondisi transportasi umum di Indonesia.
Yang membedakannya adalah gambar di bawah ini.
Pembayaran non tunai yang diperbolehkan untuk kendaraan tersebut adalah yang memiliki akses keuangan terhadap “bebapay”.
Gambar di atas adalah gambar sebuah Kendaraan umum di Kenya. Kendaraan umum disana dikenal dengan sebutan “Matatu”. Pemerintah Kenya pernah mengeluarkan aturan yang menunjuk batas waktu hingga 1 Juli 2014 yang adalah batas waktu yang diberikan oleh Kementerian Transportasi dan Otoritas Keselamatan Transportasi Nasional (NTSA) Kenya bagi Matatu untuk beralih ke pembayaran cashless. Namun aturan tersebut akhirnya ditunda untuk sementara waktu penerapannya.
Peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Kenya tentu memiliki dasar yang cukup kuat karena Kenya sendiri telah memiliki infrastrukutur yang sangat lengkap untuk menerapkan hal itu.
Untuk transportasi umum saja, Kenya telah memiliki :
- Lipa Na MpesaYang memungkinkan pengguna Matatu dan Taxi dapat membayar tanpa menggunakan uang cash. Hingga Januari 2014, ada 1.300 Matatu dan taxi yang terdaftar menggunakan Lipa Na Mpesa Service (sumber: http://www.safaricom.co.ke/personal/m-pesa/m-pesa-services-tariffs/lipa-na-m-pesa).
- Beba Pay card, Kartu ini adalah kerjasama antara Equity Bank Group Kenya dengan Google. Penggunanya, selain dapat menggunakan kartu yang hanya ditempelkan ke mesin pembaca yang ada di kendaraan umum, juga dapat menggunakan teknologi yang ada di ponsel mereka, yaitu teknologi NFC (Near Field Communication).My 1963 card
- My 1963 card, Kartu yang digunakan oleh sebahagian Matatu dan hingga saat ini turut dikembangkan untuk belanja di beberapa merchant. Kartu ini juga dapat digunakan untuk transfer uang dari satu my 1963 kartu ke my 1963 yang lain. (sumber : http://www.my1963.co.ke/)
- Abiria card,Kartu ini dikeluarkan atas inisiatif dan kerjasama dari Kenya Bus Services (KBS) dan Kenya Commercial Bank (KCB). Dapat digunakan di semua Matatu yang berasal dari KBS. Selain itu, dapat digunakan juga untuk belanja di semua outlet yang memiliki logo Master Card.
(sumber: http://www.kenyabus.net/abiria/ABIRIA_CARD_NEWS_Revised_2014.pdf)
Lalu, meningkatkah pertumbuhan Negara Kenya dengan hal-hal di atas ?
Pertanyaan ini harus dijawab karena di atas, saya telah mengambil kesimpulan awal bahwa transaksi non tunai dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Mari lihat grafik di bawah ini.
Bloomberg memperkirakan pertumbuhan GDP Kenya pada tahun 2015 adalah sebesar 6%, angka ini di atas pertumbuhan Nigeria yang adalah negara dengan perekonomian terbesar di benua Afrika, diperkirakan hanya tumbuh sebesar 4,9 % dan juga di atas Indonesia yang juga diperkirakan tumbuh sebesar 4,9%.
Belajar dari Kenya
Kenya punya “Kenya Vision 2030”
Perkembangan sektor perbankan yang mendorong pertumbuhan pemakaian mobile money serta pemakaian fasilitas kartu dalam pembayaran mendapat dukungan penuh dan secara aktif di dorong oleh Pemerintah Kenya, yang memilih untuk fokus pada peran Informasi dan Teknologi (IT) sebagai sarana pertumbuhan ekonomi.
Hal ini dapat dilihat dalam strategi pemerintah, yang digariskan dalam dokumen blue print Visi 2030. Pemerintah Kenya telah menerbitkan dokumen yang disebut “Kenya Vision 2030” pada bulan Juni 2007. Secara eksplisit dalam Visi 2030 tersebut dinyatakan bahwa "Pada Tahun 2030, Kenya akan menjadi negara dengan warga negara yang memiliki penghasilan menengah serta memberikan kualitas hidup yang tinggi untuk semua warganya."
Dari tiga pilar dasar yang tercantum dalam dokumen tersebut yaitu the economic pillar, the social pillar and the political pillar, ada tiga hal yang sangat relevan dengan pengembangan teknologi keuangan khususnya sektor non tunai yaitu Kesinambungan Reformasi Pemerintahan, Menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat miskin, dan Perkembangan terhadap inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi
Hal yang sangat menonjol atas penjelasan pada setiap pilar dasar di atas adalah keseluruhnya melibatkan penggunaan IT. Baik untuk akses kepada layanan pemerintah juga akses kepada sektor ekonomi.
Yang paling penting adalah, Implementasi KENYA VISION 2030
Pemerintah mengawali dengan menerapkan keterbukaan akses ke data pemerintah bagi semua warga negara. Pemerintahmembangun sebuah portal web untuk tujuan berbagi semua data pemerintah kepada masyarakat. Semua data tersedia dalam format digital yang berguna bagi para peneliti, pembuat kebijakan, pengembang IT dan masyarakat umum. Pemerintah juga mendorong penggunaan perangkat lunak open source dalam aplikasi mobile, hal ini sangat membantu untuk mendorong harga turun secara signifikan sehingga terjangkau bagi rakyat miskin.
Pemain utama dalam rencana pemerintah adalah Dewan Informasi dan Teknologi Kenya, yang mendorong pelaksanaan banyak tujuan pemerintah dalam teknologi dan inovasi ruang. Beberapa program yang jelas telah dilaksanakan oleh badan tersebut adalah, membangun layanan digital di pedesaan, membangun layanan pemerintahan yang berbasis IT sehingga masyarakat pedesaan tidak harus datang ke Nairobi untuk melakukan pengurusan ke pemerintah pusat. Seluruh pembayaran tidak lagi melakukan tunai. Semuanya non tunai.
Fokus pada e-government dan mengganti uang tunai menjadi non tunai merupakan elemen kunci dalam strategi pemerintah. Upaya untuk mencapai tujuan ini sudah berlangsung di beberapa Departemen penting, Departemen Keuangan (Depkeu) telah menyatakan niatnya untuk mengotomasi semua pembayaran dan telah meminta masing-masing Departemen untuk mengembangkan strategi masing-masing untuk menggantikan uang tunai.
Pemerintah telah mengembangkan data yang berbentuk digital dan dapat di akses oleh seluruh masyarakat sehingga dapat digunakan untuk membandingkan pola cuaca dan tingkat kematian ternak. Data ini juga dapat digunakan oleh penyedia asuransi pertanian. Departemen Pendidikan Kenya juga telah menyediakan data digital tentang kinerja sekolah sehingga dapat digunakan oleh masyarakat, terutama orang tua sebagai sumber informasi tentang sekolah-sekolah di sekitar mereka.
Sementara itu, sebuah laman telah dibuat, dalam hubungannya dengan Komisi Pelayanan terhadap Guru (Teacher Service Commision/TSC). Hal ini digunakan untuk memberikan informasi dan layanan kepada banyak guru pemerintah di Kenya, terutama di daerah pedesaan. Aplikasi untuk cuti bagi guru sekarang harus disampaikan melalui laman tersebut. Sejauh ini, 16.000 guru telah mendaftar dan memiliki akses ke laman tersebut.
Indonesia juga punya
Memahami bahwa setiap bangsa memerlukan sebuah pernyataan Visi yang adalah pernyataan tentang wawasan ke depan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu serta bersifat kearifan intuitif yang menyentuh hati dan menggerakkan jiwa untuk berbuat dan juga merupakan sumber inspirasi, motivasi dan kreativitas yang mengarahkan proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang dicita citakan, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Indonesia pada tahun 2001 menerbitkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI No.VII/MPR/2001 tanggal 9 November 2001 tentang VISI INDONESIA MASA DEPAN.
Selanjutnya…
Pemerintah Indonesia pada tanggal 22 Maret 2007 juga menggelontorkan sebuah Visi Bangsa yang disebut dengan Visi Indonesia 2030 atau Visi 2030 yang dikembangkan oleh Yayasan Indonesia Forum (YIF). Peluncuran Visi Indonesia 2030 dilakukan di Istana Negara dan dihadiri oleh jajaran menteri dan pimpinan lembaga Negara.
Dengan target pencapaian utamanya adalah :
- Product Domestic Bruto (PDB) Indonesia akan mencapai US$ 5,1 triliun, yang artinya pendapatan perkapita masyarakat Indonesia nantinya sebesar US$ 18.000 per tahun
- Terciptanya pengelolaan kekayaan alam yang berkelanjutan
- Terwujudnya kualitas hidup modern dan merata
- Sedikitnya 30 perusahaan Nasional masuk dalam “Fortune 500 Companies”
Mari tidak menyalahkan…mari belajar…mari berubah
Saya tidak akan membahas dan membandingkan apakah isi Kenya Vision 2030 lebih baik dari isi Visi Indonesia 2020 atau Visi Indonesia 2030 atau malah sebaliknya.
Yang harus kita bahas saat ini adalah, bagaimana Kenya Vision 2030 dapat menggerakkan Gerakakan Nasional Non Tunai (GNNT) dengan begitu cepat di Kenya, sementara di Indonesia belum. Padahal waktu peluncuran Kenya Vision 2030 hampir bersamaan waktunya dengan Visi Indonesia 2030. Bahkan jauh sebelum itu, pada tahun 2001, Indonesia juga telah memiliki Visi Indonesia Masa depan.
Langkah awal telah ditetapkan. Indonesia punya Visi, hal ini sangat penting.
Langkah selanjutnya adalah IMPLEMENTASI nya.
Anda bisa melihat bahwa kalimat pertama setelah sub judul Yang paling penting adalah, Implementasi KENYA VISION 2030 di atas adalah, “Pemerintah mengawali dengan menerapkan keterbukaan akses ke data pemerintah bagi semua warga Negara”.
Bagi masyarakat Indonesia, keterbukaan data pemerintah dirasakan sangat penting. Hal ini akan semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Peningkatan sistem Informasi dan Teknologi (TI) menurut hemat saya dapat dilakukan dengan cara meniru Kenya dalam meningkatkan TI nya. Peningkatan TI ini sangat membantu dalam percepatan GNNT di Indonesia. Secara teknis, kita bisa belajar dari Kenya yang menerapkan TI hingga ke seluruh pelosok desa. Kenya adalah negara miskin yang sekarang sedang berkembang. Indonesia pasti dapat jauh lebih baik. Hal yang paling penting saat ini adalah KEMAUAN untuk belajar dan berubah.
Dari Kenya, angin perubahan menuju GNNT berhembus sangat deras ke sebahagian besar negara-negara Afrika Timur lainnya. Bahkan Somalia tetangga Kenya, saat ini terkena imbasnya. Pada survey tahun 2012 di Somalia, didapati bahwa rata-rata transaksi keuangan bagi seorang pelanggan yang manggunakan ponsel adalah 34 transaksi setiap bulan. Di Somalia, pedagang kecil di pinggir jalan dapat menerima pembayaran menggunakan ponsel.
http://www.totalpayments.org/2013/07/08/top-5-cashless-countries/
Bahkan di Nigeria, Pada bulan Januari 2012, Bank Sentral Nigeria (CBN), BI nya Nigeria mengeluarkan kebijakan tentang transaksi tunai yang dilakukan di Lagos. Lagos adalah kota terbesar di Nigeria, namun bukan ibukota negara. Peraturan ini disebut “Cashless Lagos”. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa, di kota Lagos, penarikan tunai harian atau setoran tunai harian yang melebihi N (Naira) 500 ribu untuk individu dan N 3 juta bagi badan usaha dikenakan charge (Cash Handling Charge). Bank di kota Lagos tidak lagi dapat melayani transaksi yang melebihi nominal tersebut di atas tanpa dikenakan charge.
http://nidouksouth.org/nigeria-the-cbn-cash-less-policy-and-cashless-citizens/
GNNT 2020 (Cashless Society Indonesia 2020)
Sama seperti Kenya Vision 2030, atau Visi Indonesia 2030, kenapa tidak GNNT 2020?
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo, pada Kamis, 14 Agustus 2014 di Jakarta secara resmi mencanangkan “Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)”. Kegiatan ini merupakan bagian dari peringatan HUT ke-69 Republik Indonesia di Bank Indonesia.
GNNT harus punya visi kedepan. Visi dapat menjadi target ke depan, Visi dapat menjadi tujuan dan harapan yang ingin dicapai.
Kenya, sejak penetapan Kenya Vision 2030 pada tahun 2007, mulai fokus dalam gerakan cashless Kenya sehingga 5 tahun setelahnya, pada tahun 2012, seperempat dari perekonomian negara Kenya, mengalir melalui layanan Mobile Money.
Indonesia harus bisa. Visi 5 tahun mulai saat ini hingga 2020 sangat relevan, namun harus disusun dengan rumusan yang lebih membumi.
Pemerintah harus lebih berani sama seperti negara Nigeria, menerbitkan peraturan yang lebih tegas guna membatasi pemakaian uang tunai di masyarakat.
Sosialisasi kepada masyarakat harus terus dilakukan dengan penekanan bahwa :
- Cashless (non tunai) itu jauh lebih aman. Lebih aman dari bahaya begal sekaligus mengurangi kejahatan tindak pidana korupsi
- Uang tunai itu berbiaya mahal. Biaya pembuatan uang lebih baik dialihkan ke pembangunan sektor lainnya.
- Meningkatnya penggunaan non tunai turut membantu pertumbuhan ekonomi negara dan masyarakat.
Penutup
Menuju masyarakat adil dan makmur sebagai cita-cita bangsa dapat dimulai dari peningkatan taraf hidup masyarakat. Peningkatan taraf hidup masyarakat dapat dimulai dari kemudahan bagi masyarakat untuk melaksanakan transaksi keuangan. Kemudahan transaksi keuangan dapat dilakukan dengan dimulainya GNNT, mudah bertransaksi karena tanpa harus berpindah tempat dengan menggunakan ponsel kita dapat melakukan transaksi keuangan. Aman karena transaksi dilakukan tanpa perlu membawa uang tunai, dan juga aman karena karena mencegah masyarakat dari melakukan tindak pidana korupsi.
Semoga tulisan ini dapat menggugah kita semua.
Akhir kata izinkan saya menyampaikan sebuah pantun
Perahu pukal menuju haluan
Kemudi rakit patah sampainya
Mahu menyoal padamu tuan
Budi dan duit samakah nilainya ?
Tambahan Referensi :
Jack, William; Suri, Tavneet (August 2010). "The Economics of M-PESA" (PDF). MIT.
http://www.cnbc.com/
wikipedia indonesia
www.gsma.com/mobilefordevelopment/kenyas-new-regulatory-framework-for-e-money-issuers)