Saya tidak akan membahas dan membandingkan apakah isi Kenya Vision 2030 lebih baik dari isi Visi Indonesia 2020 atau Visi Indonesia 2030 atau malah sebaliknya.
Yang harus kita bahas saat ini adalah, bagaimana Kenya Vision 2030 dapat menggerakkan Gerakakan Nasional Non Tunai (GNNT) dengan begitu cepat di Kenya, sementara di Indonesia belum. Padahal waktu peluncuran Kenya Vision 2030 hampir bersamaan waktunya dengan Visi Indonesia 2030. Bahkan jauh sebelum itu, pada tahun 2001, Indonesia juga telah memiliki Visi Indonesia Masa depan.
Langkah awal telah ditetapkan. Indonesia punya Visi, hal ini sangat penting.
Langkah selanjutnya adalah IMPLEMENTASI nya.
Anda bisa melihat bahwa kalimat pertama setelah sub judul Yang paling penting adalah, Implementasi KENYA VISION 2030 di atas adalah, “Pemerintah mengawali dengan menerapkan keterbukaan akses ke data pemerintah bagi semua warga Negara”.
Bagi masyarakat Indonesia, keterbukaan data pemerintah dirasakan sangat penting. Hal ini akan semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Peningkatan sistem Informasi dan Teknologi (TI) menurut hemat saya dapat dilakukan dengan cara meniru Kenya dalam meningkatkan TI nya. Peningkatan TI ini sangat membantu dalam percepatan GNNT di Indonesia. Secara teknis, kita bisa belajar dari Kenya yang menerapkan TI hingga ke seluruh pelosok desa. Kenya adalah negara miskin yang sekarang sedang berkembang. Indonesia pasti dapat jauh lebih baik. Hal yang paling penting saat ini adalah KEMAUAN untuk belajar dan berubah.
Dari Kenya, angin perubahan menuju GNNT berhembus sangat deras ke sebahagian besar negara-negara Afrika Timur lainnya. Bahkan Somalia tetangga Kenya, saat ini terkena imbasnya. Pada survey tahun 2012 di Somalia, didapati bahwa rata-rata transaksi keuangan bagi seorang pelanggan yang manggunakan ponsel adalah 34 transaksi setiap bulan. Di Somalia, pedagang kecil di pinggir jalan dapat menerima pembayaran menggunakan ponsel.
http://www.totalpayments.org/2013/07/08/top-5-cashless-countries/
Bahkan di Nigeria, Pada bulan Januari 2012, Bank Sentral Nigeria (CBN), BI nya Nigeria mengeluarkan kebijakan tentang transaksi tunai yang dilakukan di Lagos. Lagos adalah kota terbesar di Nigeria, namun bukan ibukota negara. Peraturan ini disebut “Cashless Lagos”. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa, di kota Lagos, penarikan tunai harian atau setoran tunai harian yang melebihi N (Naira) 500 ribu untuk individu dan N 3 juta bagi badan usaha dikenakan charge (Cash Handling Charge). Bank di kota Lagos tidak lagi dapat melayani transaksi yang melebihi nominal tersebut di atas tanpa dikenakan charge.
http://nidouksouth.org/nigeria-the-cbn-cash-less-policy-and-cashless-citizens/
GNNT 2020 (Cashless Society Indonesia 2020)
Sama seperti Kenya Vision 2030, atau Visi Indonesia 2030, kenapa tidak GNNT 2020?
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo, pada Kamis, 14 Agustus 2014 di Jakarta secara resmi mencanangkan “Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)”. Kegiatan ini merupakan bagian dari peringatan HUT ke-69 Republik Indonesia di Bank Indonesia.
GNNT harus punya visi kedepan. Visi dapat menjadi target ke depan, Visi dapat menjadi tujuan dan harapan yang ingin dicapai.
Kenya, sejak penetapan Kenya Vision 2030 pada tahun 2007, mulai fokus dalam gerakan cashless Kenya sehingga 5 tahun setelahnya, pada tahun 2012, seperempat dari perekonomian negara Kenya, mengalir melalui layanan Mobile Money.
Indonesia harus bisa. Visi 5 tahun mulai saat ini hingga 2020 sangat relevan, namun harus disusun dengan rumusan yang lebih membumi.
Pemerintah harus lebih berani sama seperti negara Nigeria, menerbitkan peraturan yang lebih tegas guna membatasi pemakaian uang tunai di masyarakat.