Asumsi harga minyak pada APBN 2015 yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada Februari 2015 adalah sebesar US$60.Padahal pendapatan Negara yang diharapkan dari PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) adalah sebesar 15% atau Rp. 269,1 triliun. PNBP Terdiri atas penerimaan SDA Migas, SDA Nonmigas (pertambangan mineral dan batubara, kehutanan, perikanan, dan panas bumi), bagian laba BUMN, PNBP lainnya (PNBP yang dipungut oleh K/L), serta Pendapatan BLU.
Lebih jauh lagi apabila dirinci, PNBP sebesar Rp. 269,1 triliun itu berasal dari 30% atau Rp. 81,4 triliun berasal dari Migas.
Dengan kondisi di atas, sebenarnya sulit bagi pemerintah untuk merealisasikan rencana pendapatan yang berasal dari PNBP khususnya SDA Migas. Apalagi bila kita merujuk pada pendapat pakar ekonomi Bill Conerly dalam tulisannya di forbes berjudul Oil Price Forecast: 2015-2016 : “My price forecast is that today’s $60 price is likely to be the high end for the coming two years. There may be temporary market volatility higher, but don’t expect a higher price to be sustained. At the low end, $50 seems like a floor absent a global recession.”
Dengan kisaran harga antara USD$50 hingga USD$60 hingga akhir tahun 2015 dan defisit pendapatan pada triwulan I, masih sangat diharapkan inovasi dan kreatifitas pemerintah dalam mencapai target pendapatan dari SDA Migas Rp.81,4 triliun.
Efek Domino menurunnya harga migas