Mohon tunggu...
Edy Priyatna
Edy Priyatna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja swasta dibidang teknik sipil, tinggal di daerah Depok, sangat suka menulis...apalagi kalau banyak waktunya, lahir di Jakarta (1960), suka sekali memberikan komentar, suka jalan-jalan....jalan kaki lho, naik gunung, berlayar....dan suka sekali belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanjidor Kesenian Betawi Perpaduan Musik Cina Dan Eropa

22 Juni 2011   16:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 2154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kesenian yang sudah tidak asing lagi di Jakarta adalah Tanjidor, yaitu sebuah kesenian Betawi yang berbentuk orkes. Kesenian ini sudah dimulai sejak abad ke-19 atas rintisan Augustijn Michiels atau lebih dikenal dengan nama Mayor Jantje di daerah Citrap atau Citeureup. Alat-alat musik yang digunakan biasanya terdiri dari penggabungan alat-alat musik tiup, alat-alat musik gesek dan alat-alat musik perkusi. Biasanya kesenian ini digunakan untuk mengantar pengantin atau dalam acara pawai daerah. Tapi pada umumnya kesenian ini diadakan di suatu tempat yang akan dihadiri oleh masyarakat Betawi secara luas layaknya sebuah orkes.

Menurut cerita yang lain, musik Tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada abad ke 14 sampai 16. Menurut Ahli musik dari Belanda, Ernst Heinz , tanjidor asalnya dari para budak yang ditugaskan main musik untuk tuannya. Sedangkan sejarawan Belanda, Dr. F. De Haan berpendapat bahwa orkes tanjidor berasal dari orkes budak pada masa kompeni. Pada abad ke 18 kota Batavia dikelilingi benteng tinggi. Tidak banyak tanah lapang. Para pejabat tinggi kompeni membangun villa di luar kota Batavia. Lokasi villa-villa itu terletak di Cililitan Besar, Pondok Gede, Tanjung Timur, Ciseeng, dan Cimanggis. Di villa-villa inilah terdapat budak. Budak-budak itu mempunyai keahlian. Di antaranya ada yang mampu memainkan alat musik. Alat musik yang mereka mainkan antara lain : klarinet, piston, trombon, tenor, bas trompet, bas drum, tambur, simbal, dan lain-lain. Para budak pemain musik bertugas menghibur tuannya saat pesta dan jamuan makan. Kemudian perbudakan dihapuskan tahun 1860. Pemain musik yang semula budak menjadi orang yang merdeka. Karena keahlian bekas budak itu bermain musik, mereka membentuk perkumpulan musik. Lahirlah perkumpulan musik yang dinamakan tanjidor.

Sementara menurut seorang seniman Bekasi, musik Tanjidor jika didengarkan secara seksama, secara pentatonis lebih dekat dengan Cina dengan sentuhan unsur Eropa. Tanjidor kini berkembang di daerah pinggiran Jakarta, Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Yaitu di daerah-daerah yang dulunya banyak terdapat perkebunan dan villa milik orang Belanda. Tetapi saat ini, sudah mendapat sentuhan pribumi sehingga judul-judul lagunya pun menggunakan lagu dan nama asli Betawi. Seperti Mars Jin Berfikir, Mars Sepotong, Mars Batalion dan Mars Kramton. Musiknya seperti Cokek dan orkestra Eropa namun bercitra rasa lokal.

Tanjidor masa kini sudah tidak lagi selalu memainkan lagu-lagu Betawi, tapi sesekali juga mengadopsi lagu pop atau dangdut berirama melayu campur sunda. Terutama lagu yang sedang top saat itu. Alat musiknyapun sudah mulai memakai gendang, gong, gitar bahkan organ. Sehingga menjadi agak aneh kedengarannya, namun upaya melestarikan kesenian yang pernah sempat menghilang ini masih tetap terjaga. Meskipun sebenarnya modifikasi tersebut dapat menghilangkan nilai keaslianya. Lagu-lagu wajib Tanjidor seperti, Jali-jali, Kembang Kacang, Kang Haji, kini harus beradaptasi dengan perubahan zaman.

[caption id="attachment_118227" align="aligncenter" width="456" caption="sumber : lembagakebudayaanbetawi.com"][/caption]

Tanjidor di Bekasi, di Jakarta dan Tanggerang tidak ada bedanya, namun dialek bahasanya saja yang berbeda. Kelompok Tanjidor di Bekasi masih banyak, diantaranya Kelompok Kacrit di Jati Mulya dan Tanjidor Proyek di daerah Teluk Buyung dan Tanjidor di Tarumajaya serta masih ada beberapa lagi yang masih bertahan. Sedangkan yang di Jakarta, grup tanjidor yang kini menonjol adalah Putra Mayangsari pimpinan Marta Nyaat di Cijantung Jakarta Timur dan Pusaka pimpinan Said di Jagakarsa Jakarta Selatan.

Sementara itu tantangan yang dihadapi oleh Tanjidor saat ini adalah regenerasi. Minimnya minat generasi muda untuk belajar Tanjidor adalah salah satu penyebab kenapa kesenian ini diambang kepunahan. Bahkan anak-anak pemain Tanjidor sendiri sudah tidak mau meneruskan keahlian orang tua mereka. Padahal dulu, bila dapat menguasai alat musik Tanjidor, sudah merupakan sebuah kebanggaan tersendiri.

Dalam rangkaian acara Hari Ulang Tahun Jakarta yang ke-484, Tanjidor tampil dimana-mana terutama dalam Festival di masing-masing wilayah seperti, Festival Pasar Baru di Jakarta Pusat, Festival Pesisir di Jakarta Utara, Festival Wisata Kuliner di Jakarta Timur, Festival Sentra Primer di Jakarta Barat, Festival Palang Pintu di Jakarta Selatan, serta Festival Bahari di Kepulauan Seribu. Diharapkan untuk masa yang akan datang Tanjidor akan selalu tampil disetiap acara sehingga kelestarian musik kesenian Betawi tersebut tetap terjaga selamanya.-

*(Sumber dari berbagai media)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun