Mohon tunggu...
Edy Priyatna
Edy Priyatna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja swasta dibidang teknik sipil, tinggal di daerah Depok, sangat suka menulis...apalagi kalau banyak waktunya, lahir di Jakarta (1960), suka sekali memberikan komentar, suka jalan-jalan....jalan kaki lho, naik gunung, berlayar....dan suka sekali belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

‘Mekare kare’ Upacara Tradisi Kuno Bagi Dewa Indra Di Bali

16 Juni 2011   11:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:27 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_116922" align="aligncenter" width="640" caption="Gbr: Istimewa"][/caption]

Guna melestarikan tradisi kuno sekaligus penghormatan bagi Dewa Indra atau Dewa Perang, setiap bulan Juni atau setiap bulan kelima penanggalan Bali, warga Desa Tenganan, Karangasem, Bali, menggelar upacara tradisi ‘Mekare-kare’ atau tradisi Perang Pandan (Geret Pandan). Untuk tahun ini upacara tradisi perang pandan tersebut digelar pada hari Selasa tanggal 15 Juni 2011 kemarin. Dan pada hari itu atraksi perang pandan yang merupakan simbol prajurit kesatria dewa Indra ketika bertempur melawan menundukkan keangkaramurkaan Maya Danawa, digelar di desa Baliaga Tenganan Pegringsingan. Dalam tradisi ini, duel dilakukan dengan pandan berduri dan perisai. Pandan yang dipilih sebagai senjata adalah pandan raksasa, memiliki duri tajam dan biasanya ditemukan di hutan. Setelah selesai senjata disiapkan, bunyi gamelan selodang menandai dimulainya perang pandan. Satu per satu pemuda, baik remaja ataupun anak-anak, dipertemukan di tengah arena untuk melakukan perang pandan.

Tempat pelaksanaan upacara ‘Mekare-kare’ ini adalah didepan Bale Patemu (balai pertemuan yang ada di halaman desa). Waktu pelaksanaan biasanya dimulai jam dua sore dimana semua warga menggunakan pakaian adat Tenganan (kain tenun Pegringsingan), dan para pria tanpa pakaian atas bertarung satu lawan satu berbekal pandan berduri yang diikat menjadi satu berbentuk sebuah gada. Sambil menari-nari mereka bergulet dan mengiris punggung lawan. Tangan kanannya memegang senjata pandan sedangkan tangan kiri mereka memegang perisai yang terbuat dari rotan. Duel ini dilakukan secara bergilir (kurang lebih selama 3 jam) dan wajib diikuti oleh semua pria di desa tersebut (mulai naik remaja). Seusai upacara tesebut semua luka gores diobati dengan ramuan tradisional berbahan kunyit yang konon sangat ampuh untuk menyembuhkan luka. Tidak ada sorot mata sedih bahkan tangisan pada saat itu karena mereka semua melakukannya dengan iklas dan gembira. Tradisi ini adalah bagian dari ritual pemujaan masyarakat Tenganan kepada Dewa Indra, Sang dewa perang itu dihormati dengan darah sehingga atraksi perang pandan dilakukan tanpa rasa dendam, atau bahkan dengan senyum ceria, meski harus saling melukai dengan duri pandan. Usai atraksi tersebut, para pemain mengobati lukanya. Dan biasaya tradisi ini ditutup dengan makan bersama untuk menjaga persaudaraan di antara warga yang ikut perang pandan. Acara tersebut juga bertujuan untuk mengasah keberanian para pemuda di desa adat Tenganan.

Upacara tradisi ‘Mekare-kare’ tersebut mampu menarik perhatian warga dan para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Mereka tampak antusias mengabadikan tradisi unik yang digelar setiap tahun sekali di Pulau Dewata. Sebelum pagelaran acara dimulai, para perempuan desa menyajikan beragam sesaji dan buah-buahan. Ini merupakan ungkapan syukur untuk Tuhan Yang Kuasa. Kemudian ketua adat menuangkan arak ke tanah untuk mensucikan lokasi. Lalu perang pandan pun dimulai.

Tokoh desa adat setempat, I Wayan Yasa, menjelaskan bahwa tradisi ini selalu digelar sebagai penghormatan terhadap Dewa Indra atau Dewa Perang yang sekaligus sebagai Dewa Kemakmuran. Terlebih, warga Desa Tenganan meyakini diri mereka berasal dari keturunan nenek moyang para prajurit perang. Tenganan atau Tenganan Pegringsingan itulah nama sebuah desa Bali Aga (Bali Kuna) yang terletak di Kabupaten Karangasem. Desa ini berdiri ditengah-tengah perbukitan yang kokoh laksana benteng pelindung yang mengisolasi desa Tenganan. Desa Tenganan inilah yang memiliki adat istiadat yang tiada duanya di Bali.-

*(Sumber dari berbagai media)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun