Festival Film Solo (FFS) 2011 telah selesai diselenggarakan pada tanggal 4-7 Mei 2011 yang lalu. Pelaksanaan FFS tersebut diawali dengan pemutaran 3 film fiksi pendek di Gedung Kesenian Solo. Dan selama empat hari masyarakat Solo dan sekitarnya telah dimanjakan oleh sekelompok anak muda yang dengan gagah berani menggelar festival film tersebut secara independen. Ada sebanyak 190 film pendek yang didaftarkan calon peserta, namun hanya 169 film yang lolos seleksi administrasi. Film fiksi pendek tersebut dikirimkan dari berbagai penjuru tanah air yang telah mengikuti seleksi edisi perdana festival yang rencananya akan dilakukan setiap tahun ini.
Tahun ini FFS memang lebih memfokuskan pada film fiksi-pendek Indonesia. Ketiadaan festival yang memfokuskan diri pada film-film pendek Indonesia menjadi landasan awal bagi FFS ini untuk merespon terus lahirnya karya dan kerja kreatif para pembuat film pendek di seluruh kota di Indonesia. Festival film fiksi pendek yang kali pertama digelar tersebut telah menyedot perhatian ratusan penggila film di Indonesia. Ada puluhan komunitas film dari berbagai daerah tumpah ruah di festival yang digelar di Gedung Kesenian Solo. Tercatat ada 32 komunitas film yang hadir dalam Festival Film Solo, seperti Jaling Sulteng dari Palu, Sinema 60 Jakarta, Kineklub UMM dari Malang, Ammatira dari Jepara, Lensacreatiffilm dari Cianjur Jawa Barat, 12.9 AJ Kineklub dari Sleman DIY, Cinematography UNPAD Bandung, HMJ Padang Panjang, Klun Kajian FFTV-IKJ.
Festivalnya sendiri sangatlah menggairahkan, terlebih dengan adanya Tamasya Layar Tancap, yaitu pemutaran film secara serentak di 19 titik layar tancap di kota Solo dan sekitarnya. Sebuah upaya serius dan menarik untuk mendekatkan film pendek independen ke masyarakat. Karena selama ini banyak film pendek bagus yang hanya tersimpan rapi di harddisk dan diputar untuk kalangan yang sangat terbatas di festival, sehubungan karena sangat terbatasnya ruang publik sebagai tempat pemutaran.
Dalam FFS 2011 hanya kategori umum dan kategori pelajar yang berkompetisi memperebutkan Ladrang Award dan Gayaman Award. Kategori Ladrang Award diikuti film Territorial Pissing (Jakarta), Perjalanan “Untuk Kembali” (Jakarta), “Wrong Day” (Palu), “Say Hello to Yellow” (Yogyakarta), dan “Bermula dari A” (Yogyakarta). Sedangkan kategori Gayaman Award diikuti oleh film berjudul “Endhog” (Purbalingga), “Kalung Sepatu” (Purbalingga), “Kirab (Pati) dan “Pigura” (Purbalingga). Selain sembilan film itu, festival juga telah memutar film pendek karya sineas yang memiliki reputasi nasional dan internasional.
Dari 5 film kategori yang memperebutkan Ladrang Award, film “Bermula dari A” telah ditetapkan menjadi pemenangnya. Film yang menceritakan tentang persahabatan sejati dari dua orang remaja putri yang mengalami gangguan penglihatan, dibuat oleh BW Purba Negara dari Yogyakarta. Film ini terinspirasi dari sebuah kelebihan seorang tuna netra yang tidak dimiliki oleh manusia yang sering menganggap dirinya lebih normal.
Sedangkan 4 film yang memperebutkan penghargaan kategori Gayaman, diserbu oleh para sineas pelajar asal Kabupaten Purbalingga. Dan salah satunya berhasil menjuarai festival tersebut. Dari 4 film pendek tersebut, 3 film dibuat oleh pelajar dari Purbalingga, Jawa Tengah. Yaitu film “Endhog”, “Pigura” dan film “Kalung Sepatu”. Mereka mengeroyok film “Kirab” yang diproduksi oleh pelajar asal Kabupaten Pati.
Film “Pigura” yang berkisah tentang keluarga tersebut berhasil memenangi Gayaman Award. Film garapan dua pelajar Sekolah Menengah Pertama 4 Satu Atap Karangmoncol, Purbalingga, awalnya telah menjadi pembuka FFS pada tanggal 4 Mei 2011. Film buatan Darti dan Yasin Hidayat itu menggunakan bahasa Jawa berdialek Banyumas, menceritakan kerinduan anak, Gati dan Bagas, yang ditinggal merantau oleh ayahnya. Meski berdurasi pendek, film itu memiliki alur cerita yang mengalir dan memberikan sejumlah kejutan kepada penonton, termasuk di akhir film. Dan film ini ternyata satu-satunya nominator yang dibuat oleh pelajar SMP. Film “Pigura” tersebut juga pernah menyabet piala khusus Festival Film Indonesia (FFI) 2010 dan terbaik II dalam Festival Film Anak 2010 di Medan.
Sebenarnya yang menarik dalam FFS 2011 adalah acara 'Tamasya Layar Tancap'. Dimana acara tersebut digelar dalam rangka bulan layar tancap nasional untuk memperkenalkan film pendek kepada masyarakat. Tercatat ada 19 titik di tiga kota yang berpartisipasi dalam acara tersebut, yakni Solo, Klaten dan Karanganyar. Tamasya Layar Tancap tersebut dihelat dari sebuah keprihatinan yang terjadi di masyarakat atas maraknya tayangan sinetron di televisi. Acara ini juga sebagai wujud kepedulian FFS untuk memperkenalkan film-film berkualitas yang layak untuk ditonton oleh masyarakat.
Seyogyanya ‘Layar Tancap’ tersebut akan dilaksanakan di 26 titik di wilayah kota Solo, namun dikarenakan faktor cuaca yang cukup ekstrem, yang terlaksana hanya di 19 titik saja. Meski demikian warga kampung yang terlibat tetap memiliki komitmen yang kuat. Ternyata hujan tidak menjadi halangan bagi masyarakat untuk tetap menyaksikan ‘Layar Tancap’ tersebut. Antusiasme masyarakat cukup besar. Untuk yang akan datang tayangan ini diharapkan dapat membuka cakrawala masyarakat untuk kemudian turut serta melirik film-film pendek yang berkualitas.
Berikut ini Film-film yang diputar dalam Festival Film Solo 2011:
1. Layar Tancap pada tanggal 4 Mei 2011 :
Film Pembuka: “Gang Seribu” Ulul Albab / 14 menit / Yogyakarta / 2009. “Pigura” Darti dan Yasin / 24 menit / Purbalingga / 2010. “Gara-gara Bendera” (World Premiere) Jeihan Angga Pradana / 20 menit / Yogyakarta / 2011.
2. Layar Tancap tanggal 5 Mei 2011 :
“Kotak Amal Ramadhan” Khusnul Khitam / 12 menit / Yogyakarta / 2010 “Pigura” Darti dan Yasin / 24 menit / Purbalingga / 2010 “Say Hello To Yellow” (World Premiere) BW. Purba Negara / 20 menit / Yogyakarta / 2011
“Cinta” (Official Selection) Steven Facius Winata / 28 menit / Jakarta / 2009. “Kuda Laut” (Official Selection) Shalahuddin Siregar / 25 menit / Yogyakarta / 2009. “Marni” (Region Premiere ) (Official Selection) Kuntz Agus / 23 menit / Yogyakarta / 2011. “Gang Seribu” Ulul Albab / 14 menit / Yogyakarta / 2009. “Wawan dan Wati” Angga Hamzah Firdaus / 13 menit / Bandung / 2010. “Gara-gara Bendera” (World Premiere) Jeihan Angga Pradana / 20 menit / Yogyakarta / 2011. “Kenang-kenangan” Mulyanto / 8 menit / Jakarta / 2010. “Wrong Day” Yusuf Radjamuda / 4 menit / Palu / 2011.
“Lifeless Love” Chevy Rozano / 7 menit / Jakarta / 2011. “Kodrat Kuadrat” Krisnamurti / 27 menit / Jakarta / 2009. “Love is (Not) Blue” (World Premiere) Pandhu Adjisurya / 21 menit / Yogyakarta / 2011. “Terrtorial Pissings” Jason Iskandar / 7 menit / Jakarta / 2010 “Nyanyian Para Pejuang Sunyi” (Official Selection) Adriyanto W. Dewo / 8 menit / Jakarta / 2010 “Bermula Dari A” (World Premiere) BW. Purba Negara / 15 menit / Yogyakarta / 2011
3. Layar Tancap tanggal 6 Mei 2011 :
“Dalam (Tanda Kurung)” (World Premiere) Priesnanda Dwisatria / 12 menit / Jakarta / 2011. “Fixation” (World Premiere) Ismail Basbeth / 20 menit / Yogyakarta / 2011 “Sebuah Dunia Yang Sempurna” (Region Premiere) Adhyatmika / 10 menit / Jakarta / 2011. “Lolonii” Marky Jahja Ali / 8 menit / Bandung / 2009. “Alive” (World Premiere) Adhitya Insan Mahaputra / 10 menit / Yogyakarta / 2011.
“Viveka” Erik Wirawan / 28 menit / Jakarta / 2010. “Saat Kudendangkan Adzanku” Reza Zulfikar Rivalda / 25 menit /Yogyakarta / 2009. “Deby” Khusnul Khitam / 24 menit / Yogyakarta /2010 “Perjalanan Untuk Kembali” Mulyadi Witono / 21 menit / Jakarta / 2010.
4. Layar Tancap tanggal 7 Mei 2011 :
“Kalung Sepatu” (World Premiere) Dwi Astuti / 15 menit / Purbalingga / 2011. “Sarung” Anis Septiani / 11 menit / Purbalingga /2011. “Endhog” Padmashita Kalpika Anindyajati / 15 menit /Purbalingga / 2010. “Kirab” Suyono / 10 menit / Pati / 2010. “Money Talk” Muhammad Arief / 20 menit / Bukittinggi /2011.
“Belkibolang”(Official Selection) Agung Sentausa, Ifa Isfansyah, Tumpal Tampubolon, Rico Marpaung, Anggun Priambodo, Azhar Lubis, Wisnu Surya Pratama, Edwin, Sidi Saleh / 87 menit /Jakarta / 2010. (Acara khusus ngobrol bareng: Meiske Taurisia, Produser Belkibolang)
Festival film fiksi pendek yang kali pertama digelar di Solo tersebut telah cukup sukses dengan menggelar program ‘Tamasya Layar Tancap’ yang nantinya akan menjadi program tahunan diajang festival itu. Diharapkan di tahun yang akan datang ‘Layar Tancap’ akan lebih semarak lagi dan tentunya akan lebih banyak lagi film-film fiksi pendek bagus yang baru. Demikian laporan sebuah festival film yang berbeda dari yang lainnya, karena dalam festival tersebut telah menyuguhkan ‘Layar Tancap’. Dan ‘Layar Tancap’ itu juga paling Indonesia.-
*(Sumber dari berbagai media)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H