Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang).
Tes DNA
Sekarang, fitnah seperti apa yang menerpa Cak Jancuk? Difitnah sebagai PKI? Difitnah orang tuanya gembong PKI? Kalau soal ini, kenapa dia tidak berusaha membuktikan  bahwa tudingan itu adalah fitnah? Buktikan bukan dengan ucapan, apalagi sekadar mengatakan waktu G 30 S/PKI meletus usianya baru empat tahun. Ini alasan naif.
Ribka Tjiptaning yang lahir 1 Â Juli 1959 bangga menyebut dirinya sebagai PKI dan anak PKI. Padahal, saat kekejaman PKI terjadi usianya baru enam tahun. Waktu Muhammad bin Abdullah diangkat sebagai Rasul, itu terjadi ribuan tahun sebelum saya lahir. Meski demikian saya bangga menyebut diri sebagai muslim. Paham maksud saya?
Soal orang tua yang disebut gembong PKI, Widodo mestinya tidak cukup hanya membantah-bantah. Â Buktikan saja dengan melakukan tes DNA. Gampang, sederhana, dan langsung maknyus. Kalau hasilnya positif dia anak orang tuanya yang diakui sekarang, Jancuk bisa langung membungkam siapa pun yang masih menganggap dia anak PKI. Gampang, kan?
Soal antek asing dan aseng, jawab saja dengan kebijakan yang diterbitkan. Buktikan bahwa sebagai presiden, Widodo benar-benar membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyatnya sendiri, bukan rakyat Cina. Buktikan saja dengan menyetop impor beras yang ugal-ugalan untuk membela nasib petani negerinya sendiri, bukan petani Vietnam dan Thailand. Buktikan saja dengan menyetop impor garam yang serampangan untuk membela petambak garam negeri sendiri.Â
Kalau semua langkah sederhana dan gampang itu saja tidak kunjung dia lakukan, bagaimana mungkin dia bisa berkelit dari tudingan sebagai antek asing dan aseng? "Pak Widodo, anda bekerja untuk siapa?" tanya ekonom senior Rizal Ramli tentang semua fakta ini.
Tentang tudingan yang disebutnya sebagai fitnah anti Islam dan anti ulama, tidak usah dibantah-bantah secara verbal. Buktikan saja dengan menghentikan semua upaya kriminalisasi dan persekusi habaib, kyai, ulama, dan ustadz. Jangan biarkan Polisi bertindak tidak adil dan zalim terhadap para panutan ummat.
Jadi, sebagai presiden tidak semestinya Cak Jancuk marah-marah, apalagi mengancam akan membalas. Membalas siapa? Membalas rakyat? Apalagi baru merasa difitnah, dihujat, dihina selama 4,5 tahun. Cengeng, cemen! Bandingkan dengan 10 tahun SBY berkuasa, hinaan dan hujatan yang diterimanya jauh lebih dahsyat ketimbang yang dialami Cak Jancuk. Tapi tidak seorang pun yang ditangkap, dikriminalisasi, dipenjarakan.
Presiden yang gemar over-claim dan menebar data-data palsu ini mestinya juga tahu, bahwa dalam 4,5 tahun rakyat Indonesia bukan hanya sakit hati karena fitanahan, tapi menderita karena berbagai kebijakannya. Petani dan keluarganya sakit hati dan menderita karena impor beras. Petambak garam dan keluarganya sakit hati dan menderita karena impor garam. Ulama sakit hati dan menderita karena kriminalisasi dan persekusi. Rakyat sakit hati dan menderita karena harga berbagai kebutuhan dasar terus merangkak naik, lapangan kerja sulit, dan seterusnya, dan seterusnya...
Lagi pula, kenapa baru Sabtu (23/3) kemarin dia mengatakan akan melawan? Bukankah sejatinya dia sudah melawan rakyatnya sejak lama? Berapa banyak rakyat yang ditangkap polisi karena menyatakan kritikan dan ketidaksukaan terhadap kebijakannya? Apa dosa Hizbut Thahrir Indonesia (HTI) sehingga harus diberangus di luar pengadilan? Padahal HTI tidak pernah menjual SDA dan aset bangsa kepada asing dan atau aseng, tidak pernah korupsi, tidak pernah mengangkat senjata. HTI hanya menawarkan konsep, yang boleh diterima atau ditolak. Bukankah semua ini menunjukkan bahwa sebagai presiden dia sudah melawan rakyatnya sendiri? Jancuk telah jadi otoriter!