Video pendek Hasjim yang beberapa hari ini viral, menjelaskan proses pencaguban Cak Jancuk. Prabowo dan Hasjim pula yang meyakinkan Megawati, Ketum PDIP, agar setuju mengusungnya. Di video itu juga dijelaskan bagaimana Jancuk berkali-kali datang ke kantor Hasjim untuk urusan pendanaan kampanye merebut kursi Gubernur DKI. "Saya punya catatannya. Lengkap," kata Hasjim.
Bukan itu saja, ketika sudah jadi Gubernur, berkali-kali Widodo mengaku bahwa Prabowo dan Hasjim berjasa sangat besar kepadanya. Dalam banyak kesempatan pula, Jancuk menyatakan tidak akan maju sebagai Capres pada 2014.
"Tidak mungkinlah saya maju jadi Capres, pak Hasjim. Presiden taksi. Hahaha..." ujar Hasjim di video itu menirukan ucapan Cak Jancuk.
Tapi apa lacur, semua ucapannya dusta belaka. Janjinya tidak akan maju di ajang Capres pun dia ingkari. Tentu saja, maju dalam pertarungan politik menjadi hak (konstitusi) siapa saja. Tapi jika berkali-kali membuat pernyataan di hadapan orang yang berjasa, kemudian ternyata diingkari sebutan apa yang tepat baginya?
Sikap telengas ini makin menemukan bentuknya setelah fakta-fakta menunjukkan gerakan  rakyat yang menghendaki perubahan tak terbendung. Rakyat, dengan suka cita dan gegap-gempita, selalu membanjiri dimana pun Prabowo dan atau Sandi datang. Tua-muda, laki-laki perempuan, bapak-bapak dan emak-emak, semuanya tumplek-bleg. Secara khusus harus disebut, gerakan emak-emak yang dahsyat luar biasa!
Orang-orang ini teramat militan. Tidak ada mobilisasi, apalagi iming-iming uang saku. Mereka bergerak atas kesadaran sendiri, dengan biaya sendiri. Sangat jauh berbeda dengan yang dialami Jancuk. Warga dimobilisasi, aparat dan birokrat diperalat, dana dalam jumlah superjumbo digelontorkan. Toh rakyat yang hadir selalu saja jauh dari harapan.
Bayang-bayang kekalahan inilah yang tampaknya menjadikan Jancuk seperti gelap mata. Hal serupa pun menyergap para hulubalangnya. Masih ingat, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang membuat pernyatakan akan melakukan perang total?
Oxford Living Dictionaries mendefinisikan perang total sebagai perang yang tidak dibatasi dalam hal senjata yang digunakan, teritori atau kombatan yang terlibat, atau tujuan yang ingin dicapai, terutama perang yang mengabaikan hukum perang. Jadi, Moeldoko telah menyatakan kubunya akan mengabaikan 'hukum perang'Â untuk memenangkan junjungannya.
Sepertinya, pernyataan Moeldoko adalah  penyempurna dari sikap dan sifat telengas Jancuk. Untuk itu, mereka mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk melibas dan memusnahkan musuh. Musuh yang dimaksud adalah Prabowo. Ya, Prabowo adalah musuh harus dimusnahkan. Bukan main!
Sampai di sini saya jadi berpikir, kalau terhadap orang yang amat berjasa saja dia bisa membohongi dan mengingkari janji, bagaimana halnya dengan rakyat kebanyakan? Inikah yang menjelaskan bagaimana dia bisa dengan enteng mengingkari 66 janjinya saat pencapresan 2014 silam?
Saya juga berpikir, kalau terhadap orang yang berjasa besar kepadanya saja dia bisa bersikap telengas, bagaimana terhadap rakyatnya? Inikah pula yang menjelaskan Jancuk diam seribu bahasa ketika eks Wagubnya  Ahok dengan ganas dan sadis menggusur ratusan titik rumah dan mata pencaharian warga Jakarta?