Sayangnya, kendati sudah babak-belur dan jungkir-balik mengelola perusahaan, tidak jarang menajamen diterjang persoalan lain. Yang terbaru, mereka harus mondar-mandir ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gara-gara PLTU Riau 1.
Saat bertemu di Posko Bencana Palu Sigi Donggala Oktober lalu, saya bertanya kepada Sofyan soal ini. Dengan pe-de alias percaya diri dijelaskannya, bahwa dia clear. Itu sebabnya mantan bankir ini yakin bakal baik-baik saja. Semoga demikian.
Belum lagi persoalan yang disodorkan teman-teman Serikat Pekerja. Mereka baru saja melontarkan ancaman mogok kerja karena tidak puas gugatannya ditolak Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Sampai di sini, kok saya merasa tugas direksi BUMN berat sekali. Mereka harus mengatasi banyak problem, yang celakanya bukan persoalan teknis menajamen belaka. Tapi juga tidak jarang menjadi 'alat politik' rezim dan pelbagai rongrongan lain. Sudah jadi risiko? Ya, bisa jadi demikian. Tapi, kita cuma bisa berharap, semoga semuanya berakhir yang terbaik untuk PLN, terbaik untuk bangsa dan rakyat Indonesia. [*]
Jakarta, 6 Desember 2018
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H