"PLN kerjanya sangat cepat. Tadinya saya pekirakan listrik baru akan pulih paling cepat sebulan ke depan. Ternyata baru empat hari sudah hampir semua menyala dan normal. Allhamdulilllah. Terima kasih PLN," kata Syahril, pemilik Kedai Penikmat Kopi (KPK), di Jl. Hasanuddin, Jembatan Satu, Palu.
Syahril serius dengan kata-katanya itu. Lelaki berusia 32 tahun ini memang tidak sempat bergurau. Maklum, dia menjadi salah satu dari ribuan korban gempa bumi dan tsunami yang menerjang Palu, Donggala, dan Sigi, Sulawesi Tengah. Dia merasakan betul, bagaimana dahsyatnya bencana yang melanda.
Tapi tunggu dulu, tidak sempat bergurau? Ah, itu beberapa hari silam. Siang itu, ditemui di KPK-nya yang unik itu, pria berkulit gelap dengan rambut ikal ini justru sibuk menebar senyum. Senyum lebar yang merekah tulus dari hatinya yang putih karena rasa syukur tak terkira.
Ya, Syahril amat bersyukur karena Allah menyelamatkan selembar nyawanya, juga dua anak dan istrinya. Mengenang hal ini, hatinya terasa remuk-redam. Betapa tidak, di sore temaram puluhan tetangga kanan-kiri rumahnya tiba-tiba lenyap ditelan lumpur bersama rumah-rumah mereka, di Petobo, Palu. Para ahli menyebut peristiwa alam itu dengan likuifaksi.
Bukan itu saja, lahan pertanian juga ikut bergeser. Tidak tanggung-tanggung, usai likuifaksi, ladang jagung penduduk berpindah letak hingga satu kilometer dari posisi semula. Wilayah Petobo, Sigi, dan Balaroa merupakan yang paling parah terdampak likuifaksi.
Syahril melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana rumah, pohon, dan base transceiver alias menara telekomunikasi 'berpindah' lokasi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, jumlah korban hilang akibat likuifaksi dan tanah yang amblas mencapai sekitar 5.000 jiwa. Allah tengah menyentil telinga kita, agar kembali dari durhaka dan maksiat.
"Waktu itu ngeri sekali, pak. Apalagi gempa-gempa susulan masih terus terjadi sampai beberapa hari. Tapi sekarang kami sudah bisa tersenyum dan bangkit. Dengan listrik yang kembali normal, kehidupan penduduk pun berangsung pulih. Saya sengaja kembali membuka kedai, untuk menunjukkan bahwa situasi sudah aman. Saya mengajak saudara-saudara yang mengungsi ke gunung-gunung kembali ke sini. Mari kita mulai jalani kehidupan dengan normal, seperti sedia kala," papar Syahril.
Terima kasih yang bertabur
Ucapan terima kasih kepada relawan PLN terus saja berhamburan dari banyak warga yang kami temui. Banda, 43 tahun, di satu toko swalayan menyatakan sangat bersyukur petugas PLN bekerja sangat sigap memulihkan sistem kelistrikan.
Lelaki berbadan gempal itu tengah belanja keperluan sehari-hari dari dagangan yang belum seberapa. Tangannya sibuk menjinjing keranjang plastik berisi aneka belanjaan dan beberapa bungkus roti yang baru saja dikeluarkan dari oven.
Setiap tiba di lokasi listrik yang bermasalah, orang-orang luar biasa ini selalu disambut dengan penuh harap dari penduduk. Warga umumnya sudah mendengar gerak cepat pegawai PLN dalam menormalkan listrik.