Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Peran Media dalam Literasi Kinerja BUMN

3 Oktober 2018   15:00 Diperbarui: 3 Oktober 2018   15:25 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sayangnya hal serupa nyaris tidak terjadi pada PLN. Padahal jauh sebelum Pertamina, PLN sudah melaksanakan tarif listrik satu harga untuk daerah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T). Mungkin kalau dihitung mundur, hal itu berlangsung sejak 27 Oktober 1945, yaitu saat peralihan produsen setrum itu dari kolonial Jepang kepada bangsa Indonesia. Bisakah orang-orang ini membayangkan, betapa dahsyatnya beban dan kerugian PLN saat mengalirkan listrik di daerah-daerah 3T?

Ini ada salah satu contohnya. Betapa sumringahnya wajah masyarakat Pulau Nangka, Desa Tanjung Pura, Kecamatan Sungai Selan Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung. 

Pasalnya, mereka tidak lagi membutuhkan biaya besar untuk mendapat penerangan sejak masuknya jaringan listrik PLN ke pulau tersebut. Warga yang berjumlah sekitar 70 kepala keluarga (KK) sekarang bisa menikmati listrik dengan hadirnya Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkapasitas 2x100 kilo Watt (kW) yang terpasang di dusun mereka, April 2018 silam.

Bayangkan, untuk menerangi rumah sebanyak 70 KK, PLN harus mendatangkan PLTD yang berbahan bakar solar. Bisa dibayangkan betapa repotnya petugas PLN di lapangan mengangkut solar ke dusun terpencil itu. Lalu, bisakah iuran listrik 70 KK yang berprofesi sebagai nelayan tadi menutupi biaya operasi dan produksi listrik di sana?

Cerita itu baru untuk masyarakat pesisir. Bagaimana dengan rakyat di pegunungan? Bisakah dan maukah kita menghitung harga tiap batang tiang listrik yang dipancangkan PLN? Berapa harga per meter kabel yang direntang melintasi lembah dan gunung, melewati pinggir-pinggir hutan hanya untuk menerangi beberapa puluh rumah di pedesaan itu? Berapa investasi dan biaya pokok produksi listrik yang harus ditanggung PLN dengan semua itu? Dirut PLN Sofyan Basir menyebut, biaya sambung listrik di daerah 3T mencapai 150 kali lipat disbanding di Jawa.

Dan tahukah mereka, bahwa penduduk desa itu menikmati harga subsidi yang amat murah. Bukan mustahil pada bulan kedua penduduk langsung menunggak membayar listrik karena memang rakyat di sana teramat miskin. Terus, kalau begini, sampai kuda tumbuh tanduk pun tidak bakal bisa break event point (BEP) alias balik modal. Di sisi lain, PLN tidak boleh memutus aliran listrik, selamanya. Ya, selamanya demi citra moncer rezim di mata rakyatnya.

Ini baru cerita dua daerah 3T saja. Tahukah anda, bahwa di Indonesia jumlah daerah terluar, terpencil, dan tertinggal ini masih lumayan banyak, 5.000 desa! Kalau menuruti prinsip bisnis normal, tentu hanya manajemen tidak 'waras saja' yang mau melaksanakan proyek gila itu. Tapi, begitulah tugas BUMN. Ia harus tampil menjadi bumper demi citra kinclong penguasa.

BUMN dan makro ekonomi

Semua tadi baru kisah yang terjadi di dapur BUMN. Secara makro, fungsi BUMN juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka punya peran penting dalam mengakselerasi pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan belanja modal atau capital expenditure (Capex) perusahaan pelat merah pada 2018 diperkirakan mencapai Rp550 triliun. Jumlah ini naik 10,6% dibandingkan proyeksi pada tahun lalu yang sebesar Rp497 triliun.

Selain APBN, tingginya Capex dapat menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Itulah sebabnya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN terus mendorong agar BUMN meningkatkan belanja modalnya secara berkualitas, agar bisa memberi kontribusi maksimal bagi perekonomian nasional.

Dengan tugas seperti itu, kini tanggung jawab BUMN tidak semata-mata membayar dividen dan pajak. BUMN juga dituntut mengembangkan usahanya sehingga perekonomian Indonesia bisa tumbuh lebih positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun