Tapi, di luar itu semua, satu hal yang amat menyedihkan adalah soal etika dan moral para pejabat publik dan pengusaha yang terjerembab ke comberan. Di tengah ancaman krisis ekonomi yang amat serius, masih ada saja orang-orang yang begitu tamak. Mereka terus berusaha meraup keuntungan superbesar, tanpa peduli polahnya merugikan bangsa dan rakyat Indonesia.
Mustahil kalau orang-orang yang sudah teramat kaya raya tapi serakah itu tidak tahu, bahwa APBN dan BUMN kita compang-camping karena beban utang supergede. Mustahil kalau mereka tidak tahu beragam defisit dalam jumlah superjumbo mengepung keuangan negara. Dan, mustahil bila mereka tidak tahu bahwa sebagian besar rakyat kita termehek-termehek dihimpit harga-harga yang beterbangan bak hendak menjangkau awan.
Rakyat harus berakrobat untuk bertahan hidup. Orang-orang miskin itu musti mampu hidup dengan Rp 401.220/bulan alias Rp13.374 per hari di tengah kepungan harga-harga yang ganas dan kejam. Entah bagaima caranya. Entah dari mana BPS memungut angka-angka itu.
Sudah sedemikian matikah hati nurani mereka hingga bisa abai terhadap semua itu? Kalau saya, misalnya (amit-amit), curang dalam berbisnis dan merugikan rekan kongsi, tentu saja saya tahu itu salah. Tapi, bisa jadi saya tidak peduli. Yang penting saya bisa mengantongi untung sebesar-besarnya.
Tapi kalau bisnis saya meraup laba teramat sangat besar dengan merugikan bangsa dan sebagian besar rakyat Indonesia (na'udzu billahi min dzalik!), masihkah saya tidak peduli? Masihkah saya sanggup membunuh nurani? Dan, jika itu yang terjadi, masih layakkah saya disebut manusia?
Pak Presiden, setelah semua ini, sampai kapankah anda bisa sadari siapa sebenarnya orang-orang di sekeliling anda? Harus dengan cara apa lagi mengingatkan dan menyadarkan sampeyan tentang hal ini? Dengan tim seperti inikah sampeyan masih mau terus memimpin Indonesia?
Kami, rakyat Indonesia, menanti dengan sangat tidak sabar tindakan sampeyan selaku pemegang hak perogratif hadiah dari konstitusi. Jangan biarkan Indonesia terlalu lama dalam cengkeraman mereka yang tidak kapabel dan cacat moral. Kami tidak rela! [*]
Jakarta, 1 Agustus 2018
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)Jakarta,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H