Ups, maaf, judulnya terasa kasar. Tapi, apa boleh buat, mungkin memang sudah harus begitu untuk membuat para menteri terkait soal Freeport jadi sadar dan mau menggunakan hati nuraninya.
Harga saham Freeport McMoran Inc (FCX) pada perdagangan Selasa (24/4) waktu Amerika Serikat (Rabu, 25/4 WIB) di Wall Street terjun bebas. Saham induk usaha PT Freeport Indonesia  (FI) ini, merosot US$2,73 atau sekitar 15% menjadi US$16,08. Tumbangnya harga saham itu dipicu pernyataan manajemen tentang permasalahan di tambang tembaga di Indonesia yang berlarut-larut.
Anjoknya harga saham Freeport terbilang anomali. Pasalnya, penurunan yang tercatat tertajam sejak Januari 2016 itu terjadi justru saat harga tembaga di pasar dunia merangkak naik. Padahal, biasanya naik-turunnya harga komoditas mempengaruhi pergerakan harga saham Freeport dan perusahaan tambang lain.
Fakta jebloknya saham Freeport karena terkatung-katungnya negosiasi pengalihan saham PT FI ini mebenarkan pernyataan ekonom Rizal Ramli. Sejak lebih dua tahun silam, Menko Ekuin dan Menteri Keuangan era Presidien Abdurrahman Wahid ini sudah mengatakan, Pemerintah Indonesia tidak perlu membeli saham FI. Alasannya, kontrak karya (KK) Freeport di Indonesia akan berakhir pada 2021. Pada saat itu, dengan sendirinya Freeport harus mengembalikan hak penambangannya di sini kepada Pemerintah.
Rizal Ramli benar. Pemerintah memang tidak perlu repot-repot menyediakan dana besar untuk mengambil alih 51 persen saham Freeport. Apalagi dalam praktiknya, penambang asal Amerika itu banyak berkelit untuk menghindari divestasi. Perusahaan itu juga diketahui melakukan berbagai pelanggaran perpajakan dan peraturan lingkungan hidup yang dilakukannya selama beroperasi di sini. Â
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut Freeport merugikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) periode 2009-2015 sebesar US$ 445,96 juta atau setara Rp 6 triliun. Selain itu, audit  BPK juga berhasil menemukan bukti perusahaan ini membuang limbahnya telah mencapai laut dan berdampak terjadinya perubahan ekosistem, menimbulkan kerusakan dan kerugian lingkungan.
Dengan begitu banyak pelanggaran yang dilakukan Freeport, semestinya Pemerintah bisa bertindak tegas. Pelanggaran atas UU No. 4/2009, khususnya soal pembangunan smelter, juga menunjukkan Freeport mengabaikan hukum dan perundangan yang berlaku di sini.
Freeport sendiri menyatakan saat ini tengah berupaya menyelesaikan tuduhan baru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia terkait limbah dari kegiatan produksi Grasberg, yang lokasinya di pegunungan Indonesia.
CEO Freeport McMoran Richard Adkerson menyebut tuduhan tersebut sangat mengejutkan dan mengecewakan. Dia juga menilai perintah Pemerintah Indonesia agar Freeport memenuhi ketentuan dalam enam bulan untuk menuntaskan masalah lingkungan tidak realistis dan tidak dapat dicapai.
Pemerintah lembek
Sayangnya, Pemerintah Indonesia justru seperti belum serius melaksanakan amanat konstitusi, khususnya pasal 33. Pada kasus Freeport, Pemerintah malah sibuk mencari cara dan dana agar bisa membeli saham perusahaan itu. Ketika bos FI ngotot dengan angka-angka fantastis, Pemerintah justru mengalah dengan berupaya memberi berbagai insentif perpajakan.