Celakanya lagi, utang-utang baru yang sebagian berupa obligasi (bond) yang dibuat Sri selalu berbunga sangat tinggi. Pengamat ekonomi politik dari Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra menghitung, kerugian yang diderita Indonesia akibat utang-utang berbunga supertinggi mencapai Rp121 triliun dan US$6,7 miliar. Kerugian itu terjadi hanya dalam periode 2006-2010 ketika Sri menjadi Menkeu era SBY. Artinya, jumlah tersebut belum termasuk utang baru yang dibuat dalam dua tahun lebih dia menjadi Menkeu Jokowi.
Pada saat yang sama, dia justru menggelontorkan mega subsidi bagi lima industri sawit Rp7,5 triliun. Entah apa yang ada di benak Sri hingga hal ini bisa terjadi. Padahal, pada saat yang sama petaka gizi buruk di Papua telah merenggut puluhan nyawa anak-anak tak berdosa. Seandainya sebagian dari Rp7,5 triliun itu untuk anggaran pelayanan kesehatan penduduk Papua...
Tapi, sekali lagi, sayangnya, Jokowi bak abai dengan fakta-fakta miris ini. Reshuffle kabinet jilid tiga lima hari lalu, hanya membongkar-pasang Menteri Sosial dan Kepala Staf Presiden. Sementara para menteri ekonomi yang jadi biang masalah, justru sama sekali tidak disentuh. Ibarat sakit kanker stadium empat, kok malah mengolesi balsem jempol kaki. (*)
Jakarta, 22 Januari 2018
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H