Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

APBN: Ini Soal Keberpihakan, Bung!

8 September 2017   14:03 Diperbarui: 8 September 2017   22:02 1921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumlah kewajiban kita terhadap utang tahun depan makin mengerikan saja. Di APBN 2018 ada duit sebanyak Rp399,2 triliun untuk membayar pokok dan cicilan utang. Jumlah itu di luar Rp247,6 triliun yang hanya untuk membayar bunga utang. Total jenderal, untuk urusan utang ini Indonesia harus merogoh kocek dalam-dalam hingga Rp646,8 triliun!

Negarawan

Mungkin Nufransa dan kelompoknya yang paham akuntansi akan membela diri lewat serenceng rasio yang dijadikan parameter. Di antaranya rasio pembayaran bunga utang terhadap total Pendapatan dan Hibah Indonesia, rasio terhadap belanja, dan rasio beban bunga terhadap total utang outstanding.Semuanya masih aman ketimbang sejumlah negara yang dijadikan pembanding. Menurut rasio-rasio ini, utang Indonesia masih aman. Tenaaang...

Tapi, cobalah kaum neolib ini berpikir sebentar sebagai negarawan yang peduli akan nasib rakyat yang kian termehek-mehek dihimpit beban hidup. Jika di hati mereka ada sedikit saja empati, maka negara tidak bakal mati-matian mempertahankan alokasi anggaran untuk utang. Jika ada darah konstitusi mengalir di tubuh mereka, Menkeu Ani tidak akan rajin memangkas anggaran, terutama anggaran belanja sosial untuk rakyatnya. Subisidi ini itu dipangkas. Akibatnya, listrik naik, gas naik, BBM naik, dan seterusnya. Alasannya, subsidi membebani APBN dan mendistorsi ekonomi.

Kini, mari kita berandai-andai. Seandainya, sekali lagi; seandainya, para pejuang neolib yang mendasain APBN menggeser anggaran untuk bayar utang digunakan memompa ekonomi dalam negeri. Bayangkanlah, betapa dahsyatnya geliat ekonomi kita.

Tempo hari, ketika menanggapi artikel Irmawati Oemar, Nufransa juga menullis uang Rp1 triliun bisa dipakai untuk membangun 3.451 m jembatan, 155 km jalan, 11.900 rumah prajurit TNI, 50 rumah sakit, 6.765 ruang kelas dan lain-lain. Jadi, dengan Rp1 triliun banyak sekali yang bisa digunakan untuk infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Itu semua disiapkan untuk memperoleh generasi bangsa yang sehat, cerdas dan produktif untuk menyongsong Indonesia gemilang di tahun 2045, katanya.

Berdasarkan angka-angka versi Nufransa itu, bayangkan kalau Menkeu Ani menambah anggaran infrastruktur menjadi dua kali dari yang sekarang. Maka, Indonesia bisa membangun 9.221.428 rumah prajurit TNI, atau 120.064 km jalan, atau 62.673.144 m jembatan, atau 38.730 rumah sakit, atau 5.240.170 ruang kelas. Sungguh amat sangat luar biasa.

Silakan pemerintah membagi duit yang Rp774,6 triliun anggaran itu untuk keperluan pembangunan infrastruktur apa saja berdasarkan prioritas dan proporsional. Anda bisa membayangkan, betapa hiruk pikuknya pembangunan yang terjadi untuk menghabiskan anggaran infrastruktur yang naik dua kali lipat itu.

Jadi, bung Nufransa, perkara APBN bukan semata-mata soal akuntansi. Saya memandang lebih pada soal keberpihakan. Seberapa besar keberpihakan si pendesain terhadap rakyatnya sendiri. Tentu saja, para majikan asingnya yang jadi kreditor bakal mencak-mencak kalau Pemerintah mengurangi alokasi untk membayar utang. Tapi tu memang risiko Pemerintah yang berpihak dan berkomitmen menyejahterakan rakyatnya.

Itulah yang dilakukan Presiden Argentina Nestor Kirchner. Saat itu, utang negara menyentuh US$178 miliar, dengan rasio utang terhadap PDB mencapai 142%. Dia minta penjadwalan kembali pembayaran utang dan bunga senilai hingga US$84 miliar selama tiga tahun ke depan. Sedangkan dana yang selama ini untuk membayar utang digeser ke dalam negeri. Ditambah dengan berbagai kebijakan revolusioner dalam hukum, perpajakan dan ekonomi kerakyatan, Kirchner mampu menerbangkan ekonomi Argentina. Pertumbuhan ekonomi mencetak angka rata-rata 9% selama kurun 2003-2007.

Tapi, sudahlah. Argentina pernah punya Kirchner yang anti IMF, Bank Dunia, ADB dan konco-konconya. Dia menganggap mereka telah menyebabkan kehancuran negara-negara kaya di Amerika Latin. Presiden yang ini juga menilai sebagian besar utang itu adalah utang najis (odious debt) yang tidak akan membangkitkan sosio-ekonomi rakyat Argentina. Justru utang-utang itu menjadi candu yang menyengsarakan rakyat Argentina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun