Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Pajak Tebu, Potret Kalap Kaum Neolib

10 Juli 2017   17:04 Diperbarui: 10 Juli 2017   17:21 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PPN untuk tebu adalah salah satu saja contoh dari banyak kebijakan pemerintah yang sesat pikir. Kebijakan ini untuk kesekian kalinya membuktikan bahwa Ani adalah menteri penganut mazhab neolib sejati. Jadi tidak aneh bila dia tidak memiliki empati kepada rakyatnya. Para angtek neolib lebih ikhlas bekerja untuk menyenangkan majikan asingnya, walau untuk itu harus mencekik leher rakyatnya sendiri.

PPN untuk tebu yang kian menyengsarakan rakyat adalah potret betapa kalapnya pemerintah dalam menambal defisit APBN yang kian melebar. Ironisnya, ini bukanlah kali yang pertama. Sebelumnya, Sri juga pernah berencana mengejar simpanan rakyat dengan saldo Rp200 juta. Setelah mendapat reaksi dan protes keras dari banyak pihak, angkanya dinaikkan jadi Rp1 miliar.

Sebetulnya, sikap panik ini adalah buntut dari kegagalan Ani, begitu dia biasa disapa, dalam mengemban tugasnya selaku Bendahara Negara. Apalagi, kurang dari sebulan setelah didapuk jadi Menkeu, dia sesumbar bakal menarik dana orang kaya Indonesia yang disimpan di luar negeri. Konon, duit yang diparkir di Singapura saja jumlahnya tidak kurang dari Rp4.000 triliun.

Optimisme berbau jumawa itu lahir dengan asumsi program tax amnesty bakal mendulang sukses. Sayangnya di tataran eksekusi program pengampunan pajak bisa disebut gagal total. Program Kemenkeu yang berpayung hukum UU No 11/2016 tentang Pengampunan Pajak ini ternyata gagal mengemban sejumlah tugas yang diamanatkan. Antara lain, aset repatriasi yang diperoleh dari program tax amnesty nyatanya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap likuiditas, nilai tukar, suku bunga, dan investasi.

Gagal lainnya, dari sisi objek pajak, tax amnesty cuma berhasil menjaring 50.385 wajib pajak baru alias 0,15%dari wajib pajak potensial 2016. Program ini pun bisa disebut sepi peminat. Pasalnya, sampai batas waktu berakhir hanya 995.983 wajib pajak yang ikut. Angka ini hanya 2,95% total wajib pajak yang terdaftar pada 2016.

Pengampunan pajak pun hanya bisa menggaet penerimaan sebesar Rp107 triliun. Padahal, sejak awal pemerintah sesumbar bakal menangguk penerimaan Rp165 triliun. Artinya, Ani dan jajarannya mentok di angka 64,8%. Satu lagi, ini kegagalan yang terburuk, dari Rp1.000 triliun dana repatriasi yang ditargetkan, realaisasinya cuma Rp144,78 triliun atawa hanya 14,4%.

Sesumbar jumawa

'Untungnya' Ani hanya menargetkan dana repatriasi sebesar Rp1.000 triliun. Jumlah ini tentu saja jauh dibawah perkiraan fulus orang kaya Indonesia yang disimpan di Singapura yang Rp4.000. Membandingkan dua angka ini plus realisasi dana repatriasi, terasa betul bahwa sesumbar bahwa tugas dia adalah membawa pulang duit RI yang ada di luar negeri terbukti hanyalah ilusi dan halusinasi seorang neolib yang kelewat sombong.

Sesumbar, apalagi yang kelewat jumawa, adalah satu hal. Sedangkan realiasi adalah hal lainnya lagi. Performa tax amnesty yang jauh di bawah target nilah yang menyebabkan Sri panik. Apalagi data Kemenkeu menunjukkan realisasi penerimaan perpajakan secara umum terjun terus. Pada 2016, penerimaan pajak nonmigas hanya Rp997,9 triliun. Artinya, turun dibandingkan dengan realisasi penerimaan 2015 yang Rp1.061 triliun. Angka kekurangan makin mengerikan jika merujuk pada target yang dipatok, yaitu yang sebesar Rp1.355 triliun. Ini berarti dia hanya mampu meraih 81,5% dari target.

Di benak para penganut garis neolib, rumus generik untuk menghadapi masalah anggaran memang hanya berputar pada tiga hal. Yaitu, pemangkasan budget, memalak rakyat lewat pajak, menambah utang. Masih ada cara keempat, dan kalau memungkinkan, yaitu menjual BUMN.

Memangkas anggaran dan menggenjot pajak memang akan menghasilkan fulus. Sayangnya, duit rakyat yang terkumpul tadi diprioritaskan untuk membayar utang. Dari sini mereka berharap bakal menuai pujian dan, tentu saja, lebih mudah membuat utang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun